Kehilanganmu di Kuta

"Hey Tan, lihat ada kepiting kecil nih, lucu deh warnanya. Siniiii!"

"Mana? Mana?" Seorang gadis kecil kurus berkaus ungu dan celana pendek warna putih motif bunga-bunga meninggalkan istana pasir yang tengah dibangunnya lalu menghampiri gadis kecil seusianya yang berjongkok membelakanginya. Ia melihat sesuatu ke pasir basah yang baru dilewati air laut.

"Mana? Mana kepitingnya, Ale?" tanya Britannia antusias ketika berjongkok di samping temannya. Pandangannya tertuju pada binatang berwarna hitam memanjang dan sedikit tertutupi pasir.

"Aaaaaakkkkk!" jerit Tannia lalu lari terbirit-birit menuju seorang wanita yang duduk di bawah payung besar dan langsung terlihat keheranan melihat anak majikannya ketakutan seperti itu.

Mbok Dar geleng-geleng kepala. Duh Non Alexandra ini nakal banget ya, batinnya. Dari kejauhan, ia melihat teman karib anak majikannya itu mengambil mainan ular-ularan lalu memasukkan ke dalam saku sambil menahan tawanya. Mbok Dar membelai-belai kepala anak majikannya yang mukanya pucat karena kaget dan ketakutan.

16 Tahun sesudahnya...

Seorang perempuan bertubuh tegap dengan kulit kecokelatan akibat durasi berjemur yang cukup panjang, tampak menepi ke pantai dengan menenteng papan selancar putih. Tato bergambar salib dengan panjang sejengkal tangan orang dewasa menghiasi punggungnya yang sedikit tertutupi tali bikini basah warna turqoise.

Ia baru kembali setelah dua jam asyik berselancar bersama beberapa peselancar lain yang baru dikenalnya sebelum menginjakkan kakinya di air laut. Ia keasyikan sendiri menaklukkan ombak sementara teman-temannya sudah menepi beberapa saat lalu dan berkumpul sambil minum bir.

Alexandra datang ke Kuta bersama lima teman lelakinya, dua dari mereka warga negara asing dengan kulit yang mulai kemerahan dan tiga lainnya berkulit sama dengan Alexandra. Salah satu dari mereka tampak melambaikan tangan ke arah Alexandra yang sedang memiring-miringkan kepala, ada air yang masuk ke telinga sepertinya. Alexandra berjalan ke arah mereka lalu menangkap sebotol bir yang dilemparkan ke arahnya.

"Duduklah di sini Alex," kata seorang pria berkulit putih dengan kulit tubuh sudah kemerahan. Ia menggeser duduknya dan mengambil papan selancar dari tangan Alexandra lalu memberdirikannya di atas pasir, menyandar pada papan seluncurnya yang berwarna biru laut.

Alexandra mencium bibir pria itu kemudian membuka tutup botol bir dengan giginya, terlihat begitu mudah, tapi teman-temannya yakin tidak berani melakukannya.

"Ombaknya tidak setinggi kemarin ya, Guys," ujarnya santai sambil menerima suapan kacang kulit dari Tood Jefferson, si pria yang tadi berciuman dengan Alexandra.

"Liburan kita tinggal bentar lagi nih. Gimana kalau kita party?" tawar Leonn, pemuda berkulit cokelat dengan tindikan perak di cuping kanan hidungnya. Ia menenggak bir botol kedua.

Leonn adalah yang termuda di geng peselancar itu, karakternya pemberontak dan hanya kata-kata Alexandra-lah yang mau didengarkannya. Ia blasteran Portugal-Miami, kulitnya coklat seperti kedua orang tuanya. Cambang tipis di kedua sisi pipinya baru saja dirapikan dengan pisau cukup khusus hingga membuat ia tampak semakin bad boy.

"Yeah, kita harus party. Kapan lagi kita bisa lengkap seperti ini? Tiga tahun sekali?" Georgia mematikan rokoknya lalu menyalakan sebatang yang baru.

Alexandra mengangguk. Mereka adalah teman-temannya yang jauh jauh berkumpul dari tiga benua yang berbeda di pertengahan tahun untuk berselancar di Kuta. Di sanalah mereka pertama kali berteman dan berjanji untuk kembali ke pantai itu setiap pertengahan tahun. Alexandra dan Todd adalah rekan kerja meski berbeda divisi. Alexandra di bagian keuangan dan Todd di bagian HRD. Keduanya bekerja di sebuah bank swasta yang punya cabang di beberapa negara.

Mereka sama-sama tinggal di Surabaya dan sering berselancar dengan teman masing-masing, tapi baru di Kuta mereka intens berinteraksi hingga berpacaran. Setelah lulus kuliah dan menyandang gelar sarjana, keduanya ikut sebuah job fair kemudian memasukkan surat lamaran salah satunya ke bank tempat mereka bekerja sekarang. Keduanya melewati tahap demi tahap seleksi hingga positif menjadi karyawan junior.

"Ada hotel baru yang aku tahu punya koleksi beverages paling lengkap di Bali, Guys. Yang punya keponakan bosku. Baru dibuka dua bulan dan kami dikasih voucher minum nih." Alexandra mengangkat alis lalu mengedipkan mata pada sang kekasih.

"Kita taruhan minum deh, Lex, kali ini pasti aku yang menang." Roman menyombongkan diri. Ia terkenal paling kuat menenggak Czech dark beer dan vodka. Lelaki asal Rusia yang lama bermukin di Ceko ini memang juara dua kalau soal menenggak minuman keras. Alexandra adalah saingan berat yang sampai sekarang sulit dilakahkan.

Alexandra mengerling Todd yang mendukungnya untuk mengambil tantangan itu. Tentu ada pertaruhan.

"Kalau kali ini kamu menang, aku kasih 500 euro. Kalau kalah...." Alexandra tampak berpikir kemudian berkata, "sepertinya kacamata spy-mu boleh juga."

Roman terbahak. Alexandra memang penasaran dengan kacamata yang diproduksi terbatas dan punya fitur canggih buatan seorang mahasiswa dari Charles University. Roman pernah memamerkan benda itu di depan mereka dan bangga dengan fitur analisis wajah yang bisa membedakan mana seseorang yang jujur dan mana yang tidak.

"Naikkan seribu Euro dan aku ikut." Roman tersenyum angkuh.

"Harganya tidak semahal itu, Lex," bisik Todd kemudian.

Alexandra tersenyum. Ia tetap mengangguk setuju dengan pertaruhan itu. Mereka akan bertemu nanti malam dan membuktikan siapa yang terkuat di antara mereka. "Yang lain kutraktir minum sepuasnya, Guys."

Dari kejauhan, tampak seorang gadis duduk di kursi roda. Kakinya hanya kiri saja. Wajahnya menunduk dengan kepala yang ditutupi keruding tipis. Separuh wajahnya adalah hasil operasi operasi plastik untuk menutupi bekas luka bakar. Memang tidak kembali mulus, tapi lebih mendingan dibandingkan ketika beberapa lalu ia di rumah sakit dengan sebagian besar tubuh dan wajah terkena luka bakar akibat kecelakaan pesawat yang dialaminya. Ia bahkan takut melihat bayangannya di cermin. Monster buruk rupa yang ia lihat. Sudah tidak ada lagi wajah mulus dengan dagu runcing serta lesung pipi. Semuanya terenggut dalam pertistiwa nahas itu.

"Non Tannia, apa Non nggak pingin menyapa Non Ale?" tanya Mbok Dar lirih.

Tannia menggeleng. Dengan keadaannya sekarang, bukankah hanya akan membuat Alexandra terkejut dan menjauh darinya?

"Lihat, dia bagitu bahagia dengan teman-temannya. Mbok lihat sendiri, dia sudah punya kehidupan sendiri."

"Tapi kan Non Ale sudah lama tidak bertemu Non Tania. Tahun lalu dia datang ke rumah Non Tania. Mbok lihat sendiri bagaimana Non Ale lama berdiri di depan pagar dan menunggu rumah kosong itu ada isinya. Dia berharap Non membukakan pintu."

"Ale mencari Tannia yang belasan tahun lalu, Mbok, bukan aku yang sekarang."

"Non Ale nggak akan membenci Non Tannia. Non Ale kan sayang sama Non Tannia." Mbok Dar berusaha membesarkan hati anak majikannya. Ketika sudah begitu banyak hal yang berubah, terkadang manusia semakin kehilangan harapan tanpa alasan. Di mata Mbok Dar, Tannia masihlah sama dengan yang dahulu, yang manja, yang suka makan es krim, yang takut sama ular. Dan ketika dia melihat sosok Alexandra, juga tidak banyak yang berubah darinya, kecuali fisiknya yang menjadi begitu tegap dan otot-ototnya yang kencang.

Mereka mengamati Alexandra setiap kali ia dan teman-temannya datang ke Kuta di musim liburan untuk berselancar. Mereka tahu di mana tempat kumpul Alexandra sesudah berselancar, apa yang diminum dan dimakan Alexandra. Mata-mata mereka terus mengamati dengan cermat, termasuk ketika Alexandra berciuman dengan kekasihnya.

Malam harinya, Alexandra dan teman-teman datang ke sebuah klub yang tak jauh dari Kuta. Klub baru yang dibangun di bawah tanah sementara di atasnya berdiri sebuah hotel mewah bintang lima. Alexandra disambut oleh sang manajer klub, mereka teman lama. Setelah ngobrol sebentar, Alexandra pun memulai tantangannya pada Roman. Beberapa gelas diisi beberapa macam bir. Itulah yang harus mereka tenggak dengan cepat dan yang menyerah duluan itulah yang kalah. Roman yakin bakal menang. Dilihatnya Alexandra tampak tenang dan ngobrol dengan Todd.

"Roman! Alex! Siap-siap!" perintah Leonn sebagai wasitnya. Keduanya pun mendekati meja dengan dengan delapan gelas bir di sana. Alexandra dan Roman saling tatap, keduanya sama-sama yakin menang.

"Mulai!"

Alexandra dan Roman mengambil gelas pertama. Teman-teman mereka menyemangati. Tood memberi dukungan sepenuhnya pada Alexandra, sementara Shane dan Georgia Arthur mendukung Roman.

Keseruan keduanya membuat beberapa pengunjung ikut mengerubuti mereka. Untuk sementara, Alexandra dan Roman sama-sama kuat. Gelas-gelas kembali diisi dan ditenggak keduanya. Alexandra tidak mau sedikit pun mengalah. Roman pun yang mulai tampak sempoyongan semakin melambat akhirnya ia menyerah.

"Pemenangnya adalah... Alex!" Leonn mengumumkan si juara bertahan yang masih tampak baik-baik saja. Para penonton ikut memberi selamat pada Alexandra dan memujinya.

Mereka lalu memesan meja dan minum-minum lagi. DJ Saxon dengan musik-musik beraliran British techno berhasil membuat Tood dan Alexandra turun ke dance floor dan asyik bergoyang bersama tamu klub lainnya.

Ketika sudah dini hari, mereka pun pulang. Alexandra dan Todd tidur sekamar sementara yang lainnya di hotel pilihan masing-masing. Alexandra merangkul Todd semenjak memasuki hotel. Alkohol dalam darahnya sudah naik beberapa persen meski ia masih sadar siapa dirinya dan bersama dengan siapa.

Todd membuka pintu kamar dengan kartu khusus. Lampu pun menyala otomatis. Keduanya berjalan dan pintu menutup otomatis. Alexandra dibaringkan ke tempat tidur king size. Todd melepaskan jaket lalu menggantungnya di lemari. Ia melepas sepatunya dan sepatu Alexandra yang matanya sudah terpejam. Ia lalu naik ke tempat tidur. Duduk bersimpuh di samping Alexandra.

"Sayang, aku lagi pingin, nih, sekali aja, please?" pintanya dengan sopan dan berbisik.

Alexandra mengerutkan dahi kemudian membuka mata.

"Hm? Ganti bajumu," kata Alexandra.

Todd mengangguk patuh. Ia lalu mengeluarkan baju lain dari dalam kopernya. Ia juga mengeluarkan rambut palsu dan peralatan make up. Alexandra melewati Tood yang sedang berdandan di depan cermin ketika akan ke kamar mandi. Ia mencuci muka dan menarik napas dalam-dalam. Ketika keluar, ia melihat sosok perempuan menunggunya di ranjang dengan busana anggun meski belahan bahunya agak rendah. Alexandra tersenyum. Ia mematikan lampu kemudian menghampiri perempuan itu. Menciuminya dengan mesra hingga perempuan itu memperdengarkan desahan-desahan pelan. Tangan perempuan itu di tempat tidur dan meremas-remas sprai ketika Alexandra menciumi bahunya hingga turun ke dadanya. Alexandra kemudian membalik tubuh perempuan itu lalu menurunkan resleting gaunnya.

"You're so beautiful," bisik Alexandra sambil terus menciumi tubuh perempuan itu dan tahu bagian mana saja membuat kekasihnya menikmati permainan cinta mereka. Meski di kamar itu gelap. Semua berjalan begitu hangat sampai kemudian terdengar erangan dari mulut si perempuan itu, sebuah erangan yang membuat Alexandra meneruskannya dengan lembut hingga perempuan itu lemas. Alexandra melemparkan benda yang dipegangnya ke lantai lalu berbaring di sampingnya.

"Thank you," ucap perempuan itu kemudian mencium Alexandra. Sudah bukan suara perempuan yang keluar, tapi suara Todd yang tersengal-sengal. Alexandra menciumnya lagi dengan penuh kasih sayang. Begitulah cara ia mencintai Todd dan mungkin bagi orang lain, mereka berdua adalah pasangan yang tidak masuk akal.

Pagi harinya, salah satu dari dua manusia yang tidur dengan pakaian lengkap itu terlihat bergerak, menyingkap selimut, kemudian melihat ke jendela. Sudah terang, jam berapa? batinnya. Jam dinding hotel menunjuk angka tujuh dan enam, setengah delapan.

Dia meraih jaket yang hanya tersampir di kursi kemudian meninggalkan kamar dengan sandal jepit. Ia berjalan kaki menuju Pantai Kuta.

Kakinya telah menginjak pasir pantai ketika pandangannya mengedar ke sana kemari. Pantai sudah ramai dan itu bukan masalah baginya. Bukan hanya dia yang suka dengan Kuta, menyusuri pasir nan lembut sementara matahari bersinar terik. Langkahnya terhenti. Ia menurunkan topi untuk menutupi mukanya. kacamata hitam sengaja dipakainya untuk menyamarkan diri. Sekitar seratus meter dari tempatnya berdiri, dilihatnya seorang perempuan hampir enam puluh tahun mendorong seseorang di kursi roda. Mbok Dar, ujarnya dalam hati. Ya Alexandra tidak salah orang. Mbok Dar ada di pantai itu. Sudah beberapa hari ia menangkap sosok itu di sana. Setiap kali ia ke Kuta, Mbok Dar selalu hadir. Apakah Mbok Dar sudah tidak bekerja di keluarga Tannia? Apakah itu majikan barunya? Alexandra tak henti penasaran. Ia ingin menghampiri, tapi ia malah takut salah menyapa orang.

Alexandra tidak pernah melupakan wajah teduh Mbok Dar. Rambutnya selalu disanggul dan pakaiannya selalu sederhana meski ia bekerja di keluarga kaya raya. Mbok Dar memiliki tahi lalat di pipi kirinya, tidak terlalu kelihatan kalau dari jauh. Kulit Mbok Darmi tidak berkeriput sebagaimana wanita seusianya. Mungkin karena tidak pernah diliputi stres seperti orang kota.

Terakir kali Alexandra bertemu Mbok Dar adalah enam belas tahun lalu. Ketika ia bermain ke rumah Tannia dan disuguhkan segelas es jeruk. Itu terakhir kalinya juga ia bertemu Tannia. Dua hari setelahnya, Tannia tidak pernah lagi kelihatan. Rumahnya pun digembok dari luar. Alexandra tidak pernah tahu ke mana Tannia sekeluarga pergi, termasuk Mbok Dar.

Alexandra menatap sosok di kursi roda itu, dan perempuan itu pun menatapnya kemudian kaget. Ia mengatakan sesuatu pada Mbok Dar hingga keduanya tampak tergesa pergi. Alexandra mengerutkan dahi. Apakah aku membuat perempuan itu ketakutan? Aku hanya ingin menemui Mbok Dar. Keduanya masuk ke dalam mobil APV putih kemudian pergi dengan cepat.

Di dalam kamar hotel, Alexandra tampak berbaring di atas tempat tidur sementara Todd memasukkan helai demi helai pakaian ke dalam koper.

"Todd, aku masih di sini sehari atau dua hari lagi," kata Alexandra kemudian menuju balkon hotel. Ia menyalakan rokok dan berdiri di pagar balkon. Dari sana, ia bisa melihat orang-prang berenang di kolam renang hotel.

Tood menyusulnya. "Ada apa? Kenapa mendadak?" Ia memegang bahu Alexandra supaya menghadap ke arahnya.

Alexandra menyerahkan rokoknya pada Todd. Sebenarnya ia sedang dalam program berhenti merokok dan Todd sangat ketat mengawasinya. Tapi, ada kalanya ia harus mengisap nikotin dalam jumlah besar untuk menenangkan rasa gelisahnya. sebelum kembali ke hotel ia mampir untuk membeli sebungkus Djarum Super.

"Aku hanya bingung kenapa mereka seperti memata-mataiku. Aku tahu mereka selalu melihat ke arahku. Dan mereka cepat-cepat pergi ketika aku berjalan mendekat. Kamu masih ingat kan tentang sahabatku yang hilang beberapa tahun lalu?"
Todd mengangguk.

"Kali ini aku harus tahu apa yang sebenarnya terjadi."

Setelah Todd pulang lebih dulu ke Surabaya, Alexandra mulai mengawasi keberadaan Mbok Darmi dan gadis msterius itu. Ia menunggu dari tempat tersembunyi, berbaur dengan para pengunjung Kuta. Ia menyusuri pantai masih dengan topi dan kacamata hitam. Kali ini ia mengenakan T-shirt Quicksilver dan celana pendek selutut.

Sampai siang ia menunggu, tak tampak juga olehnya kedua orang itu. Mereka seakan mencium niat Alexandra dan memilih tidak datang ke Kuta. Dan, ia pun menyerah. Mbok Dar tidak pernah lagi tampak olehnya.

Saat berada di pesawat yang membawanya kembali ke Surabaya, Alexandra lalu tersentak. Pesawat! Ya, ia ingat beberapa hari sebelum Tannia menghilang, mereka sempat melihat pesawat melintas lalu Tannia berkata, "Aku akan naik pesawat, Ale! Aku akan berada di dalam pesawat itu!" Tannia menunjuk maskapai pesawat yang kini ia tumpangi. 

Enam belas tahun lalu ada sebuah kecelakaan pesawat yang kemudian menjadi headline di surat kabar. Kecelakaan pesawat dari Bali menuju Jakarta, Pesawat itu gagal terbang dan terbakar di bagian sayapnya lalu hard landing. Sebagian besar penumpang tewas dan sisanya luka parah. Alexandra tak pernah berpikir jika Tannia berada di dalam pesawat itu. Dan ia mulai berpikir, "Jangan-jangan gadis itu Tannia. Wajah itu memang sudah tidak kukenali lagi, tapi aku mengenali tatapan matanya."

Alexandra melihat ke jendela. Pulau Bali sudah tak terlihat lagi. Ia mengepalkan tangan. Seharusnya aku tak pulang begitu saja! Bodoh! makinya begitu kesal.

Sesampainya di Juanda, ia mencari tempat untuk menyalakan laptop dan browsing soal kecelakaan pesawat enam belas tahun lalu. Todd masih dalam perjalanan menjemputnya. Ia bilang terjebak macet karena ada perbaikan jalan di ruas jalan utama.

Google memberi jawaban atas semua dugaan Alexandra. Tannia dan Mbok Dar masuk dalam daftar penumpang selamat, Mbok Dar mengalami patah tangan sementara Tannia luka bakar serius sehingga langsung dilarikan ke Singapura, di sana ia ditangani oleh pamannya sendiri. Ia pun harus kehilangan satu kaki. Kedua orang tua Tannia tewas dalam kecelakaan itu.

Alexandra belum puas sampai di situ. Ia membuka tab baru, mengetik nama Britannia Dezyanti. Search. Tak lama menunggu muncul hasil pencarian. Ada satu akun twitter atas nama Britannia Dezyanti: @tan_niadez. Alexandra membuka akun itu. Di profilnya tertulis:


Britannia Dezyanti

Senang meliharmu di Kuta, Ale

Kuta, Bali

1550 tweet, 0 following 0 follower

Alexandra membaca satu per satu tweet dari Tannia. Setiap tweet dimulai dengan: "Dear Ale" seolah ia tengah berbicara langsung dengan Alexandra. Ya, Ale itu adalah panggilan dari Tannia. Bukan Alex seperti Todd dan kawan-kawannya memanggil

Dear Ale, pasti kamu sudah pulang, pesawatmu sudah kulihat terbang melintasi Kuta. Aku kangen kamu, Ale tapi kamu pasti jijik melihatku.

Alexandra menarik napas dalam-dalam. tidak ada sedikit pun jijik yang ia rasakan. Ia pun juga kangen dengan Tannia.

Follow. Ia menjadi follower pertama Tannia dan ia mengetik sesuatu sambil tersenyum:

@tan_niadez: Aku juga kangen kamu, Tan. Temui aku besok di Ngurah Rai jam 09.40 ya? Aku datang :)


Malam di Yogyakarta, 6 Juni 2013

Post a Comment

Previous Post Next Post