Pantai Sadeng

Pantai Sadeng
Pantai Sadeng
Sebagai pantai paling timur di Gunungkidul, Sadeng jauh dari hiruk-pikuk pengunjung yang datang dan bermain air. Lebih tepat jika dipanggil sebagai pusat pelelangan ikan, Sadeng begitulah ia. Sadeng terletak cukup terpencil, dan tidak adanya plang penunjuk di pertigaan, membuat saat nyasar cukup jauh hingga memasuki jalan setapak tanpa dilapisi aspal mulus. Seingat saya, Sadeng ini lebih populer dari Timang, lalu mengapa jalannya menanjak dan dibiarkan berbatu? Pada seorang pemuda kemudian saya bertanya, benarkah arah yang saya tempuh. Rupanya saya salah mengambil jalan. Jika mau teliti, sebenarnya ada petunjuk semacam tanda segitiga penunjuk, tapi itu di aspal, sementara mata saya fokus ke depan dan atas. Seorang warga yang baru saja pulang berladang, menunjukkan arah yang sebenarnya, jauh juga saya kesasar, tak apalah.

Tidak ada biaya parkir untuk masuk ke pantai ini, tepatnya tidak ada tukang parkir. Hanya bapak-bapak nelayan yang duduk-duduk dan melihati saya bolak-balik, bingung mencari pantai. Mobil maupun motor bisa memasuki area dalam sekitar 50 meter, tapi kemudian hanya motor yang bisa masuk dan parkir makin ke dalam. Tidak jauh dari jembatan reklamasi yang terdiri dari beton-beton raksasa yang disusun persis seperti di Pantai Glagah. Hanya ada beberapa mobil dan sepeda motor. Sudah saya bilang tadi, pantai ini lebih tepat sebagai tempat pelelangan ikan ketimbang tempat bersenang-senang. Ombaknya tidak begitu keras, karena ada karang yang menahan di bagian kiri dan kanan. Perahu-perahu nelayan terparkir rapi, rasanya itulah pemandangan dominan selain air yang hijau.

Saya menyususri jembatan reklamasi hingga ke ujung, seorang nelayan tampak menebarkan jala, mungkin mencari ikan-ikan kecil, lalu seorang temannya datang dan mereka lalu mengobrol. Pantai Sadeng mengingatkan saya pada Ngerenehan. Identik dengan kapal-kapal nelayan lalu pantainya tak seberapa. Tapi sayangnya tidak ada deretan warung makan yang menawarkan menu masakan ikan segar. Jika ada, perjalanan yang ditempuh 2,5 jam dari Yogyakarta akan terlupakan begitu saja. Ada beberapa warung, tapi menunya tidak banyak. Jika untuk makan mi instan, di kos pun bisa.

Oh ya, jika matahari tidak terlalu terik, jembatan reklamasi bisa dijadikan sebagai tempat asyik untuk nongkrong maupun membaca buku. Anginnya tidak seberapa kencang dibandingkan pantai-pantai lain.


Yogyakarta, 5 Oktober 2014



























Previous Post Next Post

نموذج الاتصال