BTW, bagaimana dengan crowded
di masjid tempat antum tarawih? Shaf masih sold
out? Di tempat saya alhamdulillah masih sold
out, walaupun yang masbuk banyak coy. Dua baris sendiri tuh emak-emak.
Kadang ada yang baru datang bahkan setelah shalat Isya selesai. Banyak cucian
piring ya di rumah? Bocil yang datang juga banyak, saking banyaknya mereka
disediakan tempat sendiri, dipisah dari jamaah laki-laki di lantai 2. Ini nih
calon generasi emas 2045 kebanggaan kita semua. Lumayan berisik mereka. Tapi
zaman saya bocil kan kelakuan juga sama kayak gitu. Si ada tuh yang pas ceramah
duduk tenang fokus dengerin. Ada sih, bisa dihitung jari tapi kan.
Di usia segini, emang akhirnya saya merasakan apa yang dulu
orang-orang tua rasakan. Gemes ama kelakuan bocil di masjid tapi menahan diri
buat negur. Dulu kalau ditegur tuh langsung kicep. Lah sekarang, diem bentar
habis itu mulai lagi. Ibarat kata, masuk telinga kanan … kayaknya itu kagak
masuk telinga malahan dah. Numpang lewat doang.
Hmm sebentar …
Ini saya sebenarnya mau ngomongin lagu-lagu kesukaan zaman
muda dulu, tapi mau bikin bridging
agak kejauhan kayaknya ya. Saya patahin dikit deh. Long story short. Jadi, saya nulis ini karena kemarin saya tiba-tiba
mengetik Limp Bizkit di kolom pencarian Youtube. Limp Bizkit adalah band
favorit saya ketika masih remaja. Jujur, di era tahun 2000-an, di masa gempuran
band rock nu metal, metal core, apalah sebutan genrenya—yang intinya band yang menggabungkan
rock, hip hop, rap, sama DJ—nomor satu yang mencuri perhatian saya adalah Limp
Bizkit. Bukan Linkin Park.
Alasan pertama, musiknya
Limp Bizkit lebih menarik aja ketimbang Linkin Park. Saya tidak bicara soal
lebih jago mana musikalitasnya lho ya—disclaimer.
Dulu, ada dua jalur promosi yang masif dipakai untuk menarik perhatian orang
pada band-band ini. Dari jalur radio sama MTV. Zaman itu, Prambors sudah masuk
ke Jogja. Bersaing sama radio-radio lokal, macam Geronimo, Yasika, Sasando (eh,
ini lebih banyak berita ding). Waktu Prambors masih awal banget buka cabang di
beberapa kota, slot musiknya masih banyak. Telepon ke studio, request lagu, nggak lama langsung
diputerin saking pendengarnya juga belum banyak. Saya termasuk orang yang rela
ke wartel cuma buat request lagu, salah satunya Rollin’ .
Jalur kedua lewat MTV. Dulu Youtube masih dalam angan-angan.
Hanya lewat MTV, generasi milenial bisa tahu semua jenis musik. Limp Bizkit
menurut saya videonya bagus-bagus. Banyak cewek seksi seliweran. Sementara
Linkin Park, videonya terlalu sopan. Setuju, nggak? Entah kenapa Limp Bizkit branding-nya kayak artis hip-hop: memamerkan
cewek-cewek seksi dan mobil mewah. Plus, secara kemasan, video Limp Bizkit juga
bagus, kualitas gambarnya kayak film. Tidak banyak band rock memperhitungkan
betapa penting video klip untuk kepentingan menarik perhatian orang. Kalau
sekarang, tidak berlaku lagi kayaknya. Beda sama artis pop, di mana MV adalah
koentji. Saya suka semua klipnya Taylor Swift. Pinter bener itu orang milih
model cowok yang ganteng-ganteng. Seleranya emang joss!
Kalau dihitung jari, jumlah video klip Limp Bizkit tidak
banyak-banyak amat kok. Lebih banyak Linkin Park. Bahkan dari album Hybrid Theory, mereka udah rilis berapa
video tuh. Terlalu rajin emang yang satu ini.
Hampir semua lagu hits Limp Bizkit, videonya saya suka. Nookie adalah perkenalan pertama saja
dengan Limp Bizkit. FYI, ini bukan video pertama mereka. Konsepnya adalah si
vokalis Fred Durst dengan topi bisbol merah kebalik, jaket tebal (padahal itu
siang hari terik) berjalan menuju venue
dia akan tampil sama bandnya. Seperti pepatah ada gula ada semut, di setiap
tempat yang dia lewati, semua cewek mengikuti dia sampai ramai sekali. Lalu di
barisan depan ada beberapa dancer seksi, pakai topi merah juga meniru si Fred.
Lagu ini ya, jujur, masih enak banget di telinga dan videonya juga masih keren.
Epic. Nookie berasal dari album kedua, Significant Other, barengan Break
Stuff dan N2Gether Now.
Masuk ke album ketiga,
Chocolate Starfish and the Hot Dog Flavored Water (2000), diakui sama
ChatGPT sebagai album tersuksesnya Limp Bizkit. Banyak banget lagu hits di
album ini, kalau masih ingat sama My
Generation, My Way, Rollin', Rollin’ yang di-remix, Take a Look Around yang jadi OST Mission Impossible, Boiler.
Limp Bizkit langsung meroket meninggalkan band-band rock lain. Jadi mega
bintang. Dielu-elukan. Tampil di mana-mana.
Nah tapi, ketika mereka rilis album lagi di tahun 2003, Results May Vary, saya hanya suka 1 lagu
saja, Eat You Alive. Sebenarnya ada Behind Blue Eyes juga, tapi mohon maap, hmm
rada kureng. Si tiba-tiba ballad. Yup, kerasa betul ada yang berubah drastis dalam
musiknya. Jujur, hal semacam ini berisiko mendapatkan respons negatif dari fans
fanatik yang lebih suka band idola mereka tidak usah coba yang aneh-aneh. Mainkan
saja musik seperti album-album sebelumnya. Selain faktor eksperimental,
keluarnya si gitaris bertopeng, ternyata berdampak besar. Alasan tidak kalah
penting yang membuat band ini mulai kehilangan grip di industri musik tidak lain tidak bukan adalah persaingan
dengan band-band nu metal lain, plus dengan band yang mengeluarkan album pada
tahun yang sama. Double kill, tuh. Sebut
deh Linkin Park, Evanescence, Blink 182, Audioslave, Coldplay, Sum 41, System
of a Down.
Dan, jujur, di tahun itu sepertinya publik juga sudah mulai merasa jenuh dengan siraman nu metal murni yang sudah muncul sejak 1999, salah satunya lewat Woodstock ’99. Event musik yang rusuh dan heboh karena banyak kasus pemerkosaan di sana. Arah angin sudah mulai bergeser. Dan hal seperti ini terjadi di setiap tren musik, bahkan KPop.
Meskipun udah lama meredup, Limp Bizkit ketika tampil lagi tahun-tahun belakangan ini tetap rame penonton. Memang sih yang paling excited pastinya gen x, milenial, atau gen z yang terpengaruh sama milenial di sekitarnya, atau gen alfa yang dicekokin sama orang tuanya. Saya sering melihat tuh konten-konten ketika milenial memperdengarkan lagu-lagu favorit mereka ke anak-anak mereka. Ada yang planga plongo aja, ada yang bisa menikmati.