Seminar Aina Saadzhabu

Kampus saya sudah banyak berubah, jadi canggung sendiri bahkan semenjak mencari tempat parkir di FIB UGM. Sudah tidak ada lagi tempat parkir di sebelah Bonbin yang diapit dengan gedung dekanat. Pintu gerbang sudah dipasangi portal dan dikunci. Hanya menyisakan jalan kecil untuk pejalan kaki. Jalan masuk sudah berganti dengan kalau boleh saya sebut taman dengan bentuk lingkaran seperti crop circle.

Gedung Margono adalah tujuan saya, letaknya di belakang gedung dekanat. Dengan lift saya naik setelah bertanya di mana letaknya ruang multimedia. Sampai di lantai dua, acara sudah dimulai. Saya terlambat sekitar setengah jam. Ragu untuk masuk, saya hubungi Abe, kawan di Jurusan Sastra Asia Barat. Saya turun lagi karena ruangannya pindah ke Gedung C.

Sebuah kehormatan bagi saya diundang ke kampus yang sudah banyak membentuk karakter saya semasa kuliah dulu, berhadapan dengan adik-adik angkatan, dan memberikan gambaran tentang karier di dunia penerbitan. Saya tidak sendiri, juga ada Mbak Wikan Satriati yang membahas tentang dunia kepenulisan. Dia dari penerbit Lontar Jakarta.

Seminar Aina SaadzhabuBahan yang saya sampaikan secara garis besar mengenai prospek kerja yang bisa adik-adik angkatan saya incar ketika mereka lulus kelak. Jika selama ini seorang penyandang gelar sarjana sastra memiliki prospek kerja yang sempit, dan akhirnya memulai karier di luar disiplin ilmu, tentu anggapan tersebut perlu diperbarui. Bagi saya, dengan pengalaman berkecimpung di dunia penerbitan, justru sebenarnya sangat banyak lahan pekerjaan yang masih sejalan dengan bahasa maupun sastra Arab, terlebih dengan kurikulum 2007, sedikit demi sedikit materi penulisan dan editing menjadi perkenalan yang sangat penting.

Menjadi penulis seharusnya bukan sesuatu tantangan berat, demikian pula penerjemahan teks-teks Arab. Mata kuliah editing pun tidak jauh berbeda. Saya menambahkan 2 peluang kerja lain masih dalam dunia penerbitan. Moga saja mereka tidak menganggapnya sebagai lelucon belaka.

Yang pertama adalah marketing. Kenapa tidak? Jualan buku bukan suatu pekerjaan yang dipandang sebelah mata. Jika belum bergabung dengan sebuah institusi penerbitan, bisa dimulai dengan jualan online. Asal tahu saja, satu penerbit bisa memberikan diskon besar untuk reseler buku, antara 25-35%. Jika dijual dengan harga asli, coba saja hitung berapa keuntungan yang masuk ke kantong si penjual. Sementara untuk marketing yang berintegrasi dengan penerbit, dengan capaian omzet, bonus ada di depan mata.

Yang kedua, membuka usaha penerbitan sendiri. Start from zero, modal mudah dicari, mengasah keberanian itu yang jadi tantangan sebenarnya. Risiko membuat usaha sendiri memang besar, tapi jika berjalan lancar, siapa yang nggak mau.

Seminar-seminar seperti ini memang sangat berharga. DI saat saya kuliah, mana ada alumni yang datang dan memberikan gambaran dunia kerja sesungguhnya. Dulu sih ada tapi itu pun program khusus yang tidak semua mahasiswa bisa ikutan. Dengan segalanya yang serba dimudahkan, semoga sih di tahun-tahun ke depan sudah tidak banyak lagi alumni yang menganggur setelah lulus.

Post a Comment

Previous Post Next Post