Agak Laen: Menyala Pantiku; Mencari Pembunuh si Anak Pejabat



Sudah terbilang lama juga, saya tidak datang ke bioskop. Jadi sewaktu kemarin (27 November 2025) memasuki tempat itu lagi, saya kagok juga sih. Bahkan untuk mencetak tiket yang saya pesan secara online saja, harus lihat orang sebelah. Saya kira harus memasukkan nomor HP dan kode booking, ternyata tinggal scan barcode. Lama tidak ke bioskop bukan karena tidak ada film baru yang cocok sama selera, tapi kenapa sekarang mau meluangkan waktu, itu ada alasannya.

Seperti yang tertulis di judul, saya akan mengulas film Agak Laen; Menyala Pantiku. Promo film kedua dari podcast Batak Agak Laen memang sudah banyak berseliweran di sejumlah podcast. Tapi, hanya satu podcast yang membuat saya tergerak untuk menyisihkan uang untuk beli tiket. Podcast Agak Laen yang bintang tamunya Andi F. Noya. Walaupun di podcast sendiri, Boris, Jegel, Bene, dan Oki adalah sebagai yang diwawancarai. Rasanya seperti nonton Kick Andy, tapi ini edisi spesial, sampai hari ini sudah sudah ditonton 782 ribu kali. Meskipun mereka berempat mengenakan rompi promosi film, tapi ini bukan seperti sebuah promo film yang eksplisit. Pertanyaan-pertanyaan dari Andy F. Nova yang menyentuh banyak aspek, memperlihatkan kualitas jurnalis yang level atas. Dia santai tapi kepalanya tidak kosong atau pura-pura bodoh demi mengorek informasi. Boris dkk. pun menjawab secara baik. Lucunya ada, tapi pada porsi dan momennya. Andy F. Noya pun tidak sekali dua kali melemparkan lelucon, yang proporsional dan sesuai momentum.    

Proporsional dan sesuai momentum, seperti itu pula kesan yang saya rasakan setelah menonton Agak Laen Menyala Pantiku (ALMP)Jujur setelah menonton film ini, ada dua hal yang ingin saya ketahui. Pertama, film Agak Laen yang pertama seperti apa.Kedua, apakah jumlah penonton kali ini akan menyamai atau mampu melebihi film pertama. Dalam podcast mereka yang bintang tamunya mereka sendiri itu, mereka bilang, kritikus film pun menyukai film ini dan bisa move on dari film pertama. Bagi yang belum menonton, kan jadi penasaran ya. Kan kesel ya. Mereka selalu mengatakan mereka ingin seperti film DKI, kan saya jadi mengira tipenya seperti tingkahnya Dono Kasino Indro. Beda jauh. Jauh sekali, dari segi cerita, sinematografi, kualitas drama, skenario. Ini garapannya sangat diperhatikan detail demi detail.

Detail di sini bukan berarti saya tidak mempertanyakan perkara logika film ya. Ingat, ini film komedi. Saya menulis ini berusaha untuk hati-hati sekali agar yang ingin menonton tidak tahu kejutan yang memang disiapkan khusus untuk yang mau menonton. Saya membaca beberapa review media online dan memang melihat mana yang bisa diulas, mana … yang JANGAN! Bukan kenapa-kenapa, mending nonton sendiri dah. Nikmati ledakan tawa dan tangis. 

Jujur, film di sini, Boris adalah bintangnya. Setiap ada momen dramatis Boris, saya nangis. Terlebih, di antara karakter mereka berempat, hanya kisah Boris yang paling mendekati kehidupan nyatanya. Saya tidak bilang kehidupan tiga yang lain kurang sedih. Mereka susah hidupnya, tapi bukan susah hatinya. Bene adalah kakak yang memperjuangkan adiknya jadi sarjana. Saya kan anak bungsu, mana relate. Jegel adalah tulang punggung keluarga, dia menghidupi ibunya di kampung dari gaji bulanan. Ini juga nggak relate. Ada, lah, setoran bulanan, tapi kan sumber pendapatan ibu saya ada yang lebih besar. Kalau Oki istrinya mau melahirkan, lah apa lagi ini. Makin jauh.

Mereka berempat ini adalah empat polisi muda yang kariernya berada di ujung tanduk. Mereka melakukan kesalahan yang sama, yaitu salah tangkap. Kan polisi di dunia ini tidak pernah melakukan itu. Mana ada, kapan, di mana? 

Penyebab mereka salah tangkap pun di luar nalar, karena tidak tahu arah mata angin. Tapi, ini kan film komedi ya, tinggalkan debat logika. Ketika operasi penyergapan, mereka ternyata menangkap bukan target sebenarnya. Di adegan awal ini sebenarnya sutradara ingin menunjukkan genre film ini seperti apa. Ini adalah genre komedi-action-drama-drama-drama. Si Boris emang bangke!

Adegan action di film ini bukan menjadi sajian utama, tapi digarap dengan serius dan memukau, mengingat mereka berempat bukan aktor film laga. Boris dan Oki memang sengaja ditandemkan di film ini sepertinya dengan pertimbangan postur tubuh mereka sama. Akan terasa janggal jika misalnya Jegel dan Oki harus baku hantam kan. Itu lebih kepada bullying rasanya.

Kepolisian Yamakarta sedang mengejar satu target yang entah kenapa susah sekali ketemunya. Dia adalah pembunuh anak wali kota sekaligus keponakan pejabat kepolisian. Lagi-lagi saya ingatkan, tidak usah debat logika. Karena, mana mungkin ada pembunuh anak pejabat tidak bisa ditangkap. Si anak pejabat namanya Fredy. Nama yang cukup jadul untuk film zaman sekarang. Apalagi dia masih sangat muda, mungkin gen z. Gen z kelas atas mana yang masih pakai nama Fredy? Si anak pejabat ini baru muncul agak akhir, sekaligus menjawab pertanyaan kenapa dia sampai terbunuh. Dan saya rasa, penonton akan sebagian besar berkata, “Rasain, mampus aja lu!”  

Film ini adalah secara garis besarnya adalah menemukan si pembunuh Fredy yang entah untuk alasan apa bersembunyi di panti jompo. Bukannya lari ke luar negeri. Tapi, kita dibawa untuk memasuki sebuah panti jompo. Tentu saja bukan panti jompo mewah yang sering kita lihat di series luar negeri. Ini adalah panti jompo yang dibangun Linda Rajagukguk setelah kedua orang tuanya meninggal. Sebuah bangunan sederhana dengan 40-an lansia dan beberapa perawat. Awalnya hanya perawat perempuan, hingga masuklah Bene dan Jegel. Lah Oki dan Boris? Janganlah kuceritakan di sini ya. Buat kalian yang nonton aja biar tidak kehilangan kejutan. Linda ini perawan tua berdarah Batak yang galak, pelit, tapi hatinya baik sebenarnya. Tidak dijelaskan lebih lanjut mengapa Linda ini membuat panti jompo, bukan panti pijat. Di mana panti jompo adalah sebuah tempat berisi berbagai orang tua dan hidupnya masing-masing. Ada lansia buta yang menunggu anaknya datang sambil membawa telur rebus, ada lansia yang suka bacaan-bacaan aneh, ada yang benci pemerintah, ada yang mantan tukang yang pendengarannya kurang.

Di antara mereka adalah si pembunuh. Polisi hanya mengandalkan satu rekaman CCTV burem karena kondisi sedang hujan. Sambil menyamar menjadi petugas panti, Bene dan Jegel berusaha mencari tahu yang paling memungkinkan menjadi pelakunya. Jalan pikiran saya rupanya senada dengan sutradara, yaitu mengarah ke lansia buta yang menunggu anaknya datang, namanya Bu Ida. Kalau Jihan saya agak ragu, soalnya dia misterius tapi kayaknya ga ada potensi membunuh. Kalau tiga lansia laki-laki, sama-sama punya potensi sebagai pelaku.

Selama mereka berempat berada di panti itu, mungkin yang paling happy adalah Jegel, karena dia yang jomblo naksir sama tokoh perawat manis berparas ayu bernama Ayu diperankan oleh Tissa Biani. Tissa ini juga main di film Agak Laen pertama. Perawat lainnya adalah komika yaitu Priska Baru Segu dan Boah.

Sebenarnya di film ini ada banyak komika dan aktor, tapi entah kenapa saya nggak notice. Pas baca credit, baru saya coba ingat-ingat itu muncul di adegan mana. Kalau seperti Bintang Emon, Awwe, dan Pican sih saya notice. Tapi ada lebih banyak dari itu yang saya tidak ingat. Namanya juga cameo, munculnya juga tidak banyak di layar.  

Panti jompo mungkin memiliki dua sisi ya. Ada yang menganggap ini sebagai tempat pembuangan orang tua oleh anaknya yang tidak mau mengurus. Ada juga yang menganggap ini sebagai rumah karena sudah sebatang kara. Memang, soal ini tidak terlalu dibahas. Proses pencarian Fredy memang dijaga betul agar tetap menjadi hal utama di sepanjang film. Kasus Fredy ini yang pada akhirnya menjadi perekat maupun yang membuat mereka terpecah. Bagaimana Boris yang berada di puncak tekanan problem rumah tangga akhirnya kehilangan kendali saat menginterogasi orang yang mereka duga sebagai pelaku.

Walaupun ada banyak adegan yang membuat penonton ikut deg-degan, semisal ketika Bene dan Jegel mengendap-endap ke ruangan Bu Linda untuk mencari data penghuni dan perawat panti, atau ketika Bene dan Dion (lagi) masuk ke lima kamar penghuni panti yang mereka curigai sebagai pelaku, atau ketika mereka berempat membuntuti Jihan yang keluar malam-malam bersama seorang lelaki muda, soal komedi adalah senjata nomor satu yang tak tergantikan. 

Kelucuan-kelucuan itu tidak hanya datang dari celetukan, makian kasar, gestur, dan sebagainya. Bahkan untuk sebuah adegan dari yang tidak ada satu pun tokoh yang tertawa, tapi ya memang lucu, yaitu adegan tidak terduga di masjid atau adegan ciuman yang membagongkan dan penonton di bioskop bertepuk tangan riuh, dan adegan di ranjang setelah ciuman itu pun tidak kalah menciptakan ledakan tawa penonton. Tapi ketika ada adegan Boris lagi, ya sedih lagi. Perasaan penonton memang dibuat seperti rollercoaster. Mungkin tidak semua. Mungkin ada yang sepanjang film ini hanya tertawa dan tidak sedikit pun pipinya basah karena air mata yang tidak tertahankan. Atau mungkin justru meneteskan air mata dan tidak sedikit pun terpancing dengan komedinya. Yang pasti, dalam film berdurasi 2 jam kurang 1 menit ini, meninggalkan kesan yang sifatnya personal. 

Banyak yang memuji Muhadkly Acho sebagai penulis sekaligus sutradara, dan memuji betapa karyanya yang ini jauh lebih matang. Buat yang belum tahu, ide untuk membuat film Agak Laen saja adalah sebuah gagasan yang awalnya tidak serius-serius amat yang lalu digarap dengan begitu matang oleh Imajinari Pictures hingga mengundang berjuta-juta orang datang ke bioskop untuk menontonnya. Ada kemudian jumlah podcast lain yang berusaha mengikuti jejak kesuksesan Agak Laen, tapi mencapai setengah jumlah penonton saja belum bisa. Di sini, kita bisa melihat bahwa Agak Laen ini tidak hanya bermodal mengumbar komedi belaka, atau menjual pesona Batak sepenuhnya. Mereka punya konsep yang baik dan diperhitungkan secara cermat. Mereka membuat sesuatu bukan semata-mata ingin punya karya, tetapi juga ingin kaya.

Semoga saya berhasil menjaga tangan dari spill hal-hal yang seharusnya hanya menjadi konsumsi eksklusif penonton. Percayalah, ini film yang worth it untuk ditonton. Buat orang tua yang mau menonton, tolong anaknya jangan dibawa. Atau nonton Zootopia 2 aja yang memang untuk anak-anak. Saya sarankan beli tiket online, ketimbang beli on the spot tapi dapat baris paling depan karena semua kursi hampir penuh. Selamat menonton, dan silakan kasih komentarnya kalau sudah menonton dan tanggal berapa.

Post a Comment

Previous Post Next Post