Saya melakukan analisis terhadap novel Nyai Gowok dari sisi tokoh dan penokohan (struktural). Ketika seseorang mencari sesuatu, pasti akan menemukannya. Itu pula yang saya alami ketika membaca karya tidak sekadar membaca. Sebuah buku catatan saya siapkan di mana pun saya membaca novel ini. Dan hasilnya saya tuliskan dengan lebih tertata supaya bisa dibaca banyak orang.
Novel yang memakai judul tokoh, mudah ditebak jika itulah si tokoh utama, meski kemunculannya tidak dari halaman pertama dan chemistry dengan tokoh utama lainnya rasanya kurang terbangun dengan baik.

1. Nyai Gowok
Di novel ini dikenal dengan nama Nyai Lindri. Bernama asli Goo Hwang Lin (hlm. 94), seorang perempuan berdarah Cina yang bekerja sebagai guru pendidikan seks bagi anak-anak pejabat di Temanggung yang baru sunat. Profesi ini pertama kali diperkenalkan oleh leluhur Lindri yang datang dari tanah Cina, bernama Goo Wook Niang, bersama Laksamana Cheng Ho. Akar tradisi tersebut ternyata bukan asli dari tanah air kita. Nenek dari Lindri bernama Goo Hwang Nio yang dinikahi tidak resmi hinga lahirlah Goo Hwang Nio. Ibu dari Lindri ini juga dinikahi secara tidak resmi oleh seorang pedagang dari Ambarawa hingga lahirlah Goo Hwang Lin.
Ketika membaca sinopsis buku ini, saya langsung membayangkan tokoh Lindri ini adalah perempuan tidak dengan daya tarik seksual yang tinggi, tapi juga setiap gerak tingkahnya membuat para lelaki harus menahan gairahnya sendiri.
Beberapa kali memang digambarkan Lindri mandi tanpa sehelai benang pun dan diintip oleh Bagus atau adegan-adegan ranjang bersama bagus, tapi aroma sensualitas itu tidak kunjung bisa melekat pada penokohan Lindri.
Sensualitas Gowok pun menjadi berkurang ketika dia digambarkan memakai daster. Ya, saya membayangkan dasternya memang yang seperti ibu-ibu rumah tangga lain gunakan, gombrang dan tidak menarik. Fantasi saya terdistorsi dengan sendirinya sehingga perlu proses lagi untuk menyamakan apa yang ada di dalam otak saya dengan di otak penulis.
Lindri juga pandai menembang. Tembang pertama yang ia perdengarkan pada Bagus adalah Kutut Manggung (hlm. 84). Sayang memang tidak disertakan arti dari tembang-tembang yang ada di novel ini sehingga saya yang tidak punya pengetahuan akan bahasa Jawa, kurang bisa mengikuti pesan di dalamnya, di luar penjelasan dari para tokoh.
Lindri menemukan konflik baru ketika ia membawa Bagus ke Yogyakarta. Ia bertemu dengan Lurah Juwiring yang tergila-gila padanya, tapi bertepuk sebelah tangan. Lindri kemudian disantet hingga alam bawah sadarnya pun dikacaukan. Sayangnya, konflik ini terlalu mudah diselesaikan dan ia menjadi pihak yang menang. Di akhir cerita, digambarkan jika Lindri memutuskan pindah ke Blora dan menjalani profesi serupa tanpa ada alasan mengapa hal itu dilakukannya.
2. Bagus Sasongko
Dia adalah seorang remaja yang baru saja sunat dan diminta untuk belajar ilmu seks pada Nyai Lindri. Tradisi ini bagi saya pribadi menjadi tanda tanya. Untuk apa dan batasannya seperti apa? Benarkah anak usia belasan diajarkan seks, mulai dari teori sampai praktiknya? Usia Bagus Sasongko dalam novel ini kira-kira baru 15 tahun. Setelah sunat, seolah-oleh dia sudah dianggap dewasa. Di rumah Lindri, dia dicekoki dengan beragam wujud seksualitas, mulai dari perempuan telanjang, pijatan-pijatan yang merangsang, sampai makanan dan minuman yang dikonsumsinya pun yang mampu meningkatkan gairah seksual. Dan ini diketahui oleh pihak orang tua. Apa yang ada di dalam pikiran orang tuanya? Menjadi pertanyaan saya lagi, Bagus dikirim oleh orang tuanya ke tempat Lindri hanya beberapa hari setelah ia disunat. Ngomong-ngomong, disunatnya pake laser ya yang sembutnya bisa benar-benar cepat? Di tahun 1950-an, apakah teknologi itu sudah ada di Temanggung? Kalau dengan cara konvensional, tentu rasa sakitnya akan lebih lama. Sementara barangnya si Bagus bahkan sudah bisa digunakan kembali termasuk untuk memuaskan Martinah dan Lindri. Dan si Bagus pun melakukannya bak pejantan profesional. Hanya dengan teori sedikit dan langsung biasa main 3 ronde. Ah berlebihan sekali anak muda satu ini.
Bagus di novel ini tidak menghadapi banyak konflik, tidak seperti halnya Lindri. Dia menjadi sosok yang dilayani segala kebutuhannya. Terlihat manja. Lalu bisa terlihat perkasa kepada perempuan. Di sisi lain, dia pun lugu. Lihat saja bagaimana karakternya di bab awal, di mana Irawan menggodanya tentang Lindri. Lalu bandingkan dengan surat yang ia berikan pada Lindri. Bahasanya begitu dewasa dan sopan. padahal seingat saya, itu hanya tiga bulan berselang. Proses pendewasaan apakah sekilat itu?
3. Martinah
Perempuan asli Jawa ini sebenarnya pernah sekali menjadi gowok, tapi "tereliminasi" karena hamil dengan salah satu murid nyantriknya. Ia bekerja pada Lindri dan dekat dengan Bagus. Hubungan keduanya menjadi intim ketika suatu hari Martinah menawarkan diri untuk menemani Bagus yang sedang sendirian menunggu Lindri pulang dari ritualnya. Profesi guru seks memang rentan dengan risiko kehamilan. Bagaimana tidak, si murid tentu belum tahu caranya mengeluarkan sperma di "luar". Mereka pun juga tidak diberi pengetahuan seputar kondom. Dan tidak dijelaskan apakah seorang gowok mengonsumsi obat-obatan tertentu agar tidak hamil. Atau jangan-jangan kesuburan seorang gowok juga perlu dipertanyakan? Saya jadi punya banyak pertanyaan mengenai hal ini.
Sebagai tokoh pendukung, tokoh Martinah kemudian "disimpan" lalu sedikit muncul akhir novel. Ia lalu memutuskan pindah ke Boyolali yang tidak dijelaskan mengapa dia pindah. Apakah saya terlewat sesuatu?
4. Ndoro Dono
Tokoh ini hanya sebagai pendukung cerita, tidak memegang peranan terlalu besar. Dia adalah ayah Bagus Sasongko, wedana di Randu Pitu. Menurut KBBI, wedana adalah: pembantu pimpinan wilayah Daerah Tingkat II (kabupaten), membawahkan beberapa camat; pembantu bupati. Sekarang sudah tidak tidak femiliar lagi. Sosok ini saya bayangkan sebagai pria karismatik yang sayang pada keluargaya. Namun karakter itu hancur, ketika ia menggoda Lindri (hlm. 145) dan mencium kedua pipi si Nyai Gowok. Padahal, sama sekali Lindri tidak berusaha menggoda Ndoro Dono baik dari lisan maupun gestur.
5. Budi Sardjono
Nama tokoh ini sama persis dengan nama penulis. Tapi berhubung ini merupakan analisis struktural, ya saya tidak akan mengait-ngaitkan dengan aspek di luar tokoh dan penokohan. Budi adalah seorang bocah 12 tahun yang tinggal di Yogyakarta. Ia sosok hero cilik yang mengembalikan dompet Lindri yang dicopet orang. Ia pula yang mengajak Bagus berjalan-jalan ke beberapa tempat, seperti makam orang-orang Cina, Tegalrejo di mana rumah Pangeran Diponegoro di sana, lalu gudang kayu jati di Satasiun Tugu (hlm. 286). Budi ini juga sudah sunat, tapi konon dengan cara "gaib". Ujug-ujung udah ada yang hilang aja dari kemaluannya.
6. Lurah Juwiring
Tokoh yang dihadirkan sengaja untuk memancing emosi pembaca. Dia terobsesi dengan Lindri dan pada awalnya minta pada Ndoro Dono untuk memberikan 3 buah gelang emas. Cintanya bertepuk sebelah tangan karena Lindri sama sekali tidak tertarik padanya. Putus asa, ia pun mendatangi dukun dan minta mantar agar Lindri mau dengannya. Yang menjadi tanda tanya di kepala saya adalah: Lurah ini jelas-jelas orang kaya, lalu mengapa ia menyetir sendiri dari Temanggung ke Yogyakarta? Kenapa tidak memakai supir? Dan aneh sekali jika seorang pejabat bepergian cukup jauh tanpa ada pengawalan. Bagaimana jika terjadi sesuatu?
Kemudian ketika dia memutuskan untuk menyantet Lindri. Kesan sebagai orang berpendidikan (itu kalau memang dia punya pendidikan yang mumpuni sih) hilang begitu saja. Mengapa dia begitu mudah beralih pada hal-hal yang berbau klenik? Mengapa tidak mencoba memberikan materi yang lebih banyak lagi?
Kebobrokan mentalnya dengan meniduri 3 PSK makin membuat saya geleng-geleng kepala. Udah jauh-jauh dari Temanggung untuk mengejar Lindri, ujung-ujungnya cuma main sama PSK. Akhir hidupnya dibuat tragis, tapi saya sudah tidak mau ambil pusing.
7. Kang Bogang
Tokoh ini adalah penjaga kuda di rumah Ndoro Dono. Dia identik dengan hal-hal saru. Para remaja suka mendengarkan cerita-ceritanya seputar hubungan intim dengan sang istri yang berkulit gelap, hingga Bagus pun penasaran dengan Martinah yang berkulit gelap karena itu juga. Karakter Kang Bogang hanya muncul sedikit, tapi sering terngiang dalam benak Bagus karena mulutnya yang trocoh.
8. Tokoh-Tokoh Lain
Untuk mendukung cerita, juga ada Mbah Kyai Dalimun (hlm. 39), Nyai Bayak Abang (hlm. 22-38), Irawan sang kakak dari Bagus Sasongko, dan Kanjeng RadenPartoatmojo yang memberikan mantra Dandanggula pada Lindri untuk menolak santet dari Lurah Juwiring (hlm. 277-280)
Yogyakarta, 1 Juni 2014
7. Kang Bogang
Tokoh ini adalah penjaga kuda di rumah Ndoro Dono. Dia identik dengan hal-hal saru. Para remaja suka mendengarkan cerita-ceritanya seputar hubungan intim dengan sang istri yang berkulit gelap, hingga Bagus pun penasaran dengan Martinah yang berkulit gelap karena itu juga. Karakter Kang Bogang hanya muncul sedikit, tapi sering terngiang dalam benak Bagus karena mulutnya yang trocoh.
8. Tokoh-Tokoh Lain
Untuk mendukung cerita, juga ada Mbah Kyai Dalimun (hlm. 39), Nyai Bayak Abang (hlm. 22-38), Irawan sang kakak dari Bagus Sasongko, dan Kanjeng RadenPartoatmojo yang memberikan mantra Dandanggula pada Lindri untuk menolak santet dari Lurah Juwiring (hlm. 277-280)
Yogyakarta, 1 Juni 2014
Tags
Buku