Kambing Jantan (Gagas Media, 2005)

Dari nuansa persidangan Nazi yang kelam, masuk ke buku kedua, judulnya Kambing Jantan. Beberapa hari lalu saya pernah membahas buku Koala Kumal. Saya adalah satu dari sekian banyak orang di luar sana yang ingin membandingkan antara kedua buku itu walaupun saya pun tidak habis pikir apa gunanya lakukan hal itu. Keduanya memiliki perbedaan yang tajam, kecuali penerbitnya dan judul yang masih berunsur binatang. Dan mari membuat semacam perbandingan:

1. Kambing Jantan diterbitkan pada tahun 2005, Koala Kumal tahun 2015.

2. Kambing Jantan murni diambil dari blog, Koala Kumal lebih kepada perenungan si penulis.

3. Kambing Jantan tidak banyak mengalami editan kecuali sensor yang kira-kira membahayakan mental dan moralitas remaja, mungkin editornya juga bingung bagaimana mengedit naskah seperti ini agar tidak kehilangan rasa aslinya. Dan sisi negatifnya, typo yang sebenarnya kalau mau diperbaiki tanpa mengubah rasa pun bisa, tapi itu tidak. Sementara Koala Kumal saya puji dari hal editingnya yang jauh rapi karena dia editor favorit saya dan pengaruhnya sangat terlihat pada naskah. Mungkin yang tidak begitu memperhatikan cara menulis Windy Ariestanty, tidak akan menyadarinya. Ini ibaratnya seperti mengenali suara Christina Aguilera (sekarang Taylor Swift yang lagi nge-hits) tanpa harus audio visual. Atau bisa juga seperti mengenali lady boy cukup dari tampilannya tanpa perlu melihat tonjolan di tengah-tengah pahanya.
Kambing Jantan raditya dika

4. Kambing Jantan adalah cerita-cerita keseharian dari seorang pemuda yang diberi kelebihan absurd dan senang menuliskannya dalam blog. Koala Kumal adalah perenungan seorang selebriti yang sudah bermain iklan, bermain film, penulis laris manis, punya web series, dan followernya jutaan dan telah terverifikasi.

5. Penerbit menerbitkan Kambing Jantan antara yakin dan yakin bakal laris manis karena faktor di nomor 4 tadi dan konon acara launching bukunya sepi. Sementara menjelang penerbitan Koala Kumal, GagasMedia sudah heboh dari sebulan sebelumnya. Pre-order berserakan di toko-toko buku online, mulai dari yang edisi tanpa bonus, bertanda tangan, T-shirt, sampai kecupan dari yang nganterin paket. Sebelum tanggal 17 Januari 2015, ribuan orang sudah memesan buku ini. Itu karena faktor nomor 4 tadi.

6. Kambing Jantan penuh dengan sarkasme dan ketidakpantasan yang tidak difilter, bahkan kata "titit" berulangkali muncul di sini. Di Koala Kumal, ya karena berkaitan dengan poin nomor 3, maka menjadi lebih pantas dibaca untuk range anak-anak SD sekalipun sampai kakek-nenek gaul.

Jadi dengan pertimbangan-pertimbangan seperti di atas, maka cukuplah membaca Kambing Jantan sebagai sebuah bacaan ringan semata. Kalau sudah selesai, silakan review di goodreads atau blog pribadi seperti ini, kalau suka kasih bintang 4/5, kalau tidak suka juga bukan berarti bisa lempar kaleng Bir Bintang ke muka si Dika. Kalau yang nulis buku aja udah grow up, kenapa pembacanya tetap kekanak-kanakan?


Jogja, 25 Januari 2015
Previous Post Next Post

نموذج الاتصال