Koala Kumal (GagasMedia, 2015)

“Dik, kamu tahu gak istilah Mama untuk orang yang sudah pernah merasakan patah hati?”
“Apa, Ma?”
Nyokap menatap gue, lalu bilang, “Dewasa.” (hlm. 247)

Damn! Menurut saya, ini penutup yang sangat pas dipilih oleh Raditya Dika untuk buku ketujuhnya, Koala Kumal. Menjadi semacam pernyataan implisit bahwa “dewasa” adalah salah satu hal yang membedakan antara buku bersampul hijau ini dengan enam sebelumnya. Apa yang dituliskan Dika masih seputar kehidupannya sendiri, dengan berbagai ironi, ditanggapinya dari sudut pandang seseorang yang sudah bukan remaja lagi, yang harus cengeng, dan sebagainya itu.

Secara besar, Dika menceritakan inti dari Koala Kumal ada di bab terakhirnya, meskipun pada beberapa bab sebelum-sebelumnya, ia sesekali menceritakan mengenai proses penulisan buku ini juga. Buku ini tentang patah hati. Menurut KBBI patah hati itu adalah:

hati ki 1 cabar hati; hilang keberanian; 2 hilang kemauan; tidak mau berusaha (berkumpul) lagi; 3 kecewa krn putus percintaan; kecewa krn harapannya gagal

Patah hati tidak selalu berkaitan dengan hubungan cinta yang gagal di tengah jalan, bisa juga diterapkan dalam kondisi apa saja. Kisah-kisah yang senada dengan definisi di atas lah yang diangkat oleh Dika, mulai dari ia kecil hingga sebelum buku ini terbit.

Semisal, tentang persahabatannya di masa kecil dengan Dodo dan Bahri (Ada Jangwe di Kepalaku) yang menjadi beku karena mereka sudah berbeda dalam memandang sesuatu. Ketika bermain petasan menjadi retaknya keakraban di antara mereka bertiga dan Dika kembali memainkan layang-layang seperti yang biasa ia lakukan bersama sang ayah. Cerita ini diletakkan pada urutan pertama dan terbilang panjang dibandingkan dengan kisah-kisah sebelumnya.
Koala Kumal
Balada Lelaki Tomboi adalah cerita patah hati lainnya yang diletakkan pada urutan ketiga. Sebutan lelaki tomboi ini pada awalnya membuat saya langsung teringat dengan sosok perancang Ivan Gunawan yang dulu menyebut dirinya tomboi dan dia seorang lelaki. Tidak ada hubungannya dengan ceritanya Dika yang pernah berpacaran dengan cewek tomboi karena pada awalnya adalah tentang betapa sulitnya ia harus menonton sepakbola dengan pacar yang nggak paham dengan dunia bola itu sendiri. Lalu ada cewek yang namanya Deska yang suka dengan sepakbola, pendukung Arsenal. Padahal di luar sana, banyak banget cewek yang suka dengan sepakbola bahkan sama fanitiknya dengan cowok. Masalahnya, memang tidak ditakdirkan lewat dalam kehidupannya Dika kali. Ya mungkin mereka juga takdirnya dengan cowok-cowok yang nggak suka bola. Who knows.

Moral story dari cerita Balada Lelaki Tomboi sederhana aja, kamu nggak akan pernah bisa mengharapkan pasanganmu adalah seseorang yang benar-benar ukuran ideal kamu. Harus suka apa yang kamu suka. Apalagi memaksakan agar dirimu selalu selevel dengan pasanganmu. Karena mungkin Sang Pengatur Jodoh punya pertimbangan sendiri mengapa kamu tidak sama si A padahal kamu cinta banget, mengapa kamu sama si B yang menurut kamu nggak tipemu banget.

Dika menyelingi cerita patah hatinya dengan cerita tentang hewan peliharaannya, judulnya Kucing Story. Di bab ini membuka pengetahuan saya rupaya Dika ini pencinta kucing juga. Punya seekor scottish fold, kalau yang belum tahu bentuknya seperti apa, coba aja buka salah satu video di akun youtube Dika. Di rumah orang tuanya pun ada kucing persia bernama yang doyan tidur, maine coon bernama Lava dan suka mengubek-ubek tempat sampah, maupun kucing himalayan bernama Temi yang suka berantem dengan Lava (hlm. 100). Kucing kampung sepertinya tidak menarik minat Dika untuk dipeliharan ya. Awal mulanya cerita soal kucing adalah suatu ketika Dika bertemu dengan mantan pacar yang pada masa sebelumnya pernah ia hadiahkan seekor anjing shitzu (hlm.80). Kurang lebih gambaran spesies ini adalah yang badannya kecil dan mukanya ketutupan poni. Setelah ngobrol-ngobrol dengan si mantan yang merasa terhibur dengan bintang peliharaan, Dika pun terpikir untuk mencari peliharaan juga. Anjing keburu dieliminasi karena dilarang sama si asisten rumah tangga. Bikin malaikat nggak bisa masuk rumah katanya. (hlm. 85). Dia juga nggak mungkin beneran melihara kadal papua atau sugar glider dong (hlm. 86).

Maka kucing adalah pilihan. Setelah melihat-lihat dari berbagai jenis kucing yang dijual di peternakan kucing, pilihannya jatuh pada kucing yang sekarang tinggal sama Dika dan kelakuannya bak bos besar hingga dinamakan Bos. Dan demi menjaga kehormatan trah biar nggak bikin anak di luar sana, si Bos pun dikebiri.

Moral story? Agak disambung-sambungim antara kebiri dengan cinta jadi begini:

"Jika dikebiri, maka dia tidak punya dorongan seksual, maka dia tidak punya dorongan untuk mencintai lawan jenisnya. Maka ketika dia sudah tidak mencintai, mungkin dia tidak harus berurusan dengan hal-hal yang berhubungan dengan cina. Seperti misalnya, mantan pacar yang sering ketemu." (hlm. 106)

Bagi sebagian orang, melupakan mantan itu sepertinya jauh lebih sulit ketimbang melupakan tas Hermes yang hilang ya.

Setelah cerita tentang kucing, Dika menyelipkan satu cerita ringan di bab LB. Saya nggak bakal ngasih tahu LB itu singkatan dari apa, yang pasti, setting cerita ini adalah di negeri gajah putih saat Dika sedang syuting sebuah iklan. Dia iseng memasang sebuah aplikasi yang memang ditujukan untuk mencari jodoh secara instan. Tinggal nyari siapa yang memakai aplikasi tersebut di sekitar kita dan kirim tanda hijau kalau suka dan merah kalau gak suka (hlm. 108). Kalau si dia juga mengirim tanda hijau juga, nah bisa deh ngajak ketemuan di tempat terdekat. Dan Dika menemukan seorang gadis dari pencarian Tinder ini, tinggal baca deh kelanjutannya sampai akhir bab.

Dika kembali ke tema besar seputar patah hati setelah menyisipkan 3 bab, ringan Perempuan Tanpa nama, Menciptakan Miko, dan Lebih Seram dari Jurit Malam. Patah Hati Terhebat adalah cerita yang pernah dialami oleh salah satu sahabat Dika bernama Trisna. Cerita itu bergulir karena si Trisna cinta mati sama yang namanya Harry Potter. Apakah cewek sejenis Trisna ini pernah juga mengalami patah hati di dunia nyata? Jawabannya ada di sini dan terasa sangat emosional. Chemistry kuat antara Trisna dan Ruben mungkin kita pernah juga lihat di film romance di mana perlahan-lahan dua tokoh ini menemukan semakin banyak kesamaan di antara mereka, termasuk lagu Like Someone in Love (hlm. 196). Patah hatinya Trisna ini sebenarnya sudah berlalu sepuluh tahun berselang, tapi yang namanya serbuk-serbuk kenangannya masih menyisa di dalam ingatan dan akan mudah beterbangan jika sedikit angin saja bertiup di sekitarnya. Itu yang dirasakan Trisna dan orang-orang di luar sana.

Ada satu kalimat yang membuat saya memikirkannya cukup lama:

"... Kadang perubahannya membuat mereka jadi homo atau lesbian." (hlm. 208).

Itu dikategorikan ke dalam kelas perubahan yang dahsyat setelah mengalami patah hati, menurut Trisna. Barangkali hanya saya yang merasa kalimat itu agak sarkas, walaupun mungkin ada di dunia ini orang yang mengubah orientasi seksualnya sampai 180 derajat karena patah hati.Atau memang di luar sana pun ada homo atau lesbian yang mengubah orientasinya menjadi penyuka lawan jenis setelah patah hati? Silakan komen kalau kamu salah satu di antaranya. Mungkin kita bisa ngobrol.

Di bab selanjutnya masih juga tentang patah hati yang pernah dialami Dika karena alasan jarak yang memisahkan. Terdengar klasik karena beberapa orang di sekitar saja menjalani hubungan seperti itu dan baik-baik saja. Awalnya Dika yakin bisa bertahan, tapi rupanya hubungan kan nggak hanya bakal awet kalau dari satu pihak semata. Percayalah, banyak pasangan yang tidak mampu diuji dengan hambatan yang bernama jarak, apalah arti punya pasangan jika nggak bisa berada di dekat kita sementara ada orang lain yang selalu ada saat kita butuh?

Di Koala Kumal, banyak stiker penanda yang saya tempelkan di halaman tertentu supaya di saat menuliskan review ini, saya mudah menemukannya kembali. Beberapa di antaranya merujuk pada kalimat-kalimat yang saya beri predikat ada benarnya juga.

"Perlu berapa kali diselingkuhi agar kita kuat menghadapi patah hati?" (hlm. 68).

"Persis kayak jodoh ya," kata Avi. "Kadang di tempat yang gak diduga bisa ketemu, ya."

"Persis kayak jodoh juga," kata gue. "Kadang di tempat terbaik sekalipun bisa tidak ketemu." (hlm. 105).

Nah, selamat membaca buku Raditya Dika yang dieditori oleh Windy Ariestanti ini.


Jogja, 23 Januari 2015













Previous Post Next Post

نموذج الاتصال