Sine Qua Non (Gramedia, 2014)

Selama weekend ini, saya menantang diri sendiri untuk betah di kamar seharian dan membaca buku. Tantangan yang menyenangkan dan memuaskan diri sendiri juga. Dan satu lagi, bahwa alam bawah sadar ini mengakui adanya kebetulan. Kau percaya dengan sebuah kebetulan? Itu terjadi pada hidup siapa saja bukan?

Untuk mengisi dua hari libur ini, saya awali dengan membaca sebuah kumpulan cerpen dari seorang penulis novel romance legendaris Marga T berjudul Sine Qua Non. Jika kau seorang fans berat penulis kawakan satu ini, pasti bisa menebak-nebak tema besar yang diusung dalam karyanya. Hampir tidak pernah tidak, Marga T. melibatkan dunia kedokteran. Latar belakangnya adalah seorang tenaga medis yang bersekolah sampai ke luar negeri.

Bersampul ala layout majalah dan berwarna cokelat, buku setebal 252 halaman ini membawa kita melangkah jauh untuk melihat seperti dunia kedokteran itu adanya. Merasakan betapa kuatnya hierarki dalam institusi kaum jas putih. Ikut menyimak cerita-cerita seputar pasien dan penyakitnya. Dengan tetap memberikan pilihan pada pembaca, ingin terus menyimak sampai akhir atau menghentikannya.

Sebanyak 25 cerita yang termuat dalam buku ini, terbagi ke dalam 3 bagian. Bagian Pertama diberi judul Di Mana Waktu Berlalu (cuplikan masa perantauan). Sebanyak 9 cerita masuk dalam bagian pertama, semuanya pernah dimuat di sejumlah majalah dalam periode tahun 1964-1987, salah satunya Gadis.

Sejak mulai memahami karya Marga T., mulai pula saya mencatat dalam benak betapa dia punya ciri khas yang permanen dalam karya-karyanya, membuat pembaca berhati-hati jika membaca karyanya dengan kecepatan tinggi. Ia punya keberanian untuk melakukan lompatan setting yang tidak terduga. Seakan ini ditujukan agar pembaca tidak melakukan skip reading dengan ceroboh sehingga kebingungan di tengah jalan mengapa tokohnya begini dan begitu.

Cerpen "Kamar 27" bercerita tentang sebuah pertemuan mengharukan di rumah sakit setelah perpisahan selama hampir 7 tahun lamanya. Cerita klise di zaman sekarang, tapi untuk 51 tahun lalu menjadi barang langka, apalagi ini dari seorang penulis perempuan.

"Secercah Sinar Pagi" merupakan cerita nonfiksi yang memunculkan tokoh bernama Subandi seorang pasien menyebalkan penderita diabetes melitus, selain ada juga 3 tokoh sentral dokter ko-as yang namanya juga bakal muncul dalam cerita-cerita selanjutnya. Subandi hanya satu dari sekian pasien yang dihadapi oleh si Marga, Ani, dan BB. Cerita keduanya ini terasa agak membosankan karena terlalu panjang dan keterbatasan konflik.

Cerita selanjutnya berhubung untuk kebutuhan sebuah majalah remaja, maka temannya pun seputar kehidupan ABG yang identik dengan sikap semaunya sendiri. Cerita yang cukup renyah dan tetap asyik dinikmati sampai akhir seperti juga “Ketika Hati Susi Membeku” serta “Hatiku dan Hatimu”

Cerita “Di Mana Waktu Membeku” terasa sedikit horor terlebih dengan adanya prolog jika itu berdasarkan kisah nyata. Marga T. tidak berusaha untuk membuat pembaca terlalu terlilit dengan kemisteriusan yang berlebih. Pembaca bisa menebak apa yang terjadi dalam cerita itu dari awal sampai akhir, tapi tetap saja menyisakan nuansa yang membuat sedikit merinding.

Lanjut, cerpen “Dalam Ruang Tunggu” merupakan sebuah kisah yang sangat menggelitik dan menghibur pembaca. Tentang seorang gadis di sebuah stasiun di Zurich yang penasaran ingin melihat isi sebuah majalah dewasa. Antara penasaran dan malu karena tidak sendirian di depan majalah itu. Endingnya pun dibuat tidak kalah menghiburnya.

"Sebuah Noktah dalam Hati" adalah cerpen dengan konflik antara majikan dan pembantu rumah tangga. Cerita yang klise namun tetap mampu memaksa pembaca untuk mengikuti hingga akhir tanpa terlalu susah untuk menebak akan ditutup dengan cara bagaimana cerita ini.

Bagian Kedua diberi judul Lukisan Kehidupan, diisi 10 cerita pendek tentang kehidupan percintaan di atas remaja dan juga rumah tangga. Cerpen “Lukisan Kehidupan” berkisah tentang sosok Fiona yang tiba-tiba perangainya berubah dan dianggap membuat malu keluarga. Jawabannya ternyata sederhana, ada di akhir cerita. Marga T kembali menghadirkan cerita yang agak horor dengan judul "Gaun Sutra Ungu".

Bagian ketiga diberi tajuk The Djakarta Times. Sebanyak 6 dari 8 cerpen berbahasa Inggris di sini, dimuat di media tersebut sementara 2 lainnya masuk kategori 100 finalis Asia Week Competition. Cerpen-cerpen dalam versi bahasa Indonesianya tidak lain adalah yang masuk dalam dua bagian sebelumnya.


Jogja, 19 Januari 2015



























Previous Post Next Post

نموذج الاتصال