Menonton film karya Abbas Kiarostami akan membuat penonton sulit membedakan secara tepat dengan realitas. Kekuatan khas yang bakal ditemui dalam Through the Olive Trees.
Bencana gempa bumi lima hari yang menimpa suatu wilayah di Iran membuat penduduk sementara bernaung di tenda-tenda maupun mengungsi. Seorang sutradara bersama timnya tetap melakukan syuting dengan lokasi seadanya. Dari percakapan-percakapan tokohnya, cerita ini bergulir. Paling banyak adalah dari Hossein, seorang pemuda yang pernah bekerja sebagai buruh bangunan. Dia ini mencintai seorang gadis sejak pandangan pertama. Namanya Tahereh. Waktu itu dia sedang bekerja di sebelah rumah gadis itu. Lalu muncullah niatnya untuk menikahi Tahereh. Apa mau dikata, dia hanya pemuda miskin buta huruf dan tidak punya rumah. Ketika gempa bumi, kedua orang tua gadis itu tewas hingga tinggal bersama sang nenek. Si nenek ini tidak pernah bersedia melepas cucunya untuk pemuda yang tidak bermasa depan itu. Hossain tidak menyerah begitu saja. Yakin jika si gadis sudah memberikan sinyal cinta. Perkaranya, si gadis sangat pelit bicara. Bahkan ketika mereka menjadi lawan main dalam film. Hossein tetap berusaha meminta jawaban, tapi susahnya bukan main.
Sisi natural dalam film ini sangat terasa dan emosi yang terbangun dari tokoh Hossain yang sabar dan menunggu jawaban dari gadis pujaannya memang jadi sesuatu yang terjaga betul hingga akhir. Terlebih ketika sang sutradara memutuskan untuk mengganti adegan antara Tahereh dan Hossain yang tidak lain adalah untuk semakin mendekatkan keduanya.
Jogja, 17 Mei 2015
Tags
Film