Black Mirror Season 4 Episode 3

Hal yang pertama saya tonton via Telegram adalah San Junipero, salah satu episode dari miniseri, serial, atau apalah istilahnya Black Mirror yang intinya adalah selalu mengaitkan antara hubungan antarmanusia dan kecanggihan teknologi. Saya pernah nonton season pertama, dan astagfirullah, semakin ditonton semakin saya tidak mengerti jalan ceritanya. Ibarat IQ saya tiba-tiba hilang entah ke mana.

Sekarang, orang sedang merasa cemas sebab WhatsApp dianggap tidak bisa menjaga privasi, karena akan membagi data para pengguna kepada rekanan mereka, sehingga wacana beralih ke Telegram (ini maksudnya sebuah aplikasi chat di ponsel, bukan sarana komunikasi tahun 90-an yang dipakai untuk menyampaikan kabar penting. Mahal dan isinya sangat terbatas) yang notabene buatan Rusia, dirasa adalah alternatif.

Intinya, orang hendak meninggalkan teknologi buatan orang Amerika lalu beralih ke Rusia yang katanya lebih aman. Rusia? Aman? Yakin? Saya tetap belum percaya sepenuhnya bahwa ada teknologi dari sebuah negara yang akan amanah menjaga rahasia penggunanya. Jangan terlalu naif dong. Cukup band sajalah yang naif. Kalau katanya di Telegram bisa mendapatkan apa pun yang kita mau, coba ketik SEX atau PORN. Nggak bakalan muncul apa-apa, Cuk. Disensor. Ada kontrol di sana.   

Akhirnya, saya mengetik Mackenzie Davis di kolom pencarian. Lumayan banyak channel buatan para penggemar si jangkung satu itu. Salah satunya memuat satu serial yang pernah dia bintangi, yaitu Black Mirror. Berhubung durasinya hanya 1 jam 1 menit, ya saya tontonlah. Saya lumayan sering mendengar judul ini disebut-sebut, tapi lagi-lagi, image Black Mirror yang ceritanya tidak mudah dimengerti membuat saya berpikir “nanti-nantilah nontonnya”.

Dan benar, meskipun cerita di dalamnya romance dan manis, diawali dengan perkenalan Kelly (Gugu Mbatha-Raw) yang gehol abis dan Yorkie yang cupu bingit di sebuah pub atau diskotek bernama Tucker's kemudian pegang-pegang paha tapi tidak terjadi apa-apa, di beberapa kesempatan lainnya ada adegan Kelly meninju cermin lalu cerminnya pecah dan tangannya tidak berdarah padahal dia bukan titisan Bruce Lee, saya tahu pasti sesuatu yang tidak normal sedang terjadi. Sesuatu yang tidak nyata. Apa lagi kalau bukan intervensi rekayasa teknologi?

Kelly dan Yorkie hanya bertemu setiap Sabtu malam, batasnya pukul 23.59. Minggu berikutnya Yorkie datang mencari Kelly di tempat yang sama. Berulang terus. Berlangsung mulai era 80-an yang ditandai dengan musik dance, game Pac Man, dan dandanan ala Janet Jackson, Paula Abdul, Anggun zaman Tua-Tua Keladi, Inka Christie, dan sejenisnya. Beralih ke era 90-an ketika Alanis Morrissette ngehits banget, agak bergeser lagi ke era 2000-an dan Kyle Minogue dan segala pop kulturnya. 

Waktu berubah, tapi cinta mereka berdua abadi. Tidak lekang oleh zaman. Tidak terhapus oleh konspirasi ctrl+A delete. Ketergantungan Yorkie pada Kelly sudah semacam narkoba. Selalu dicari dan selalu ingin dinikmati sampai bubuk-bubuk terakhir. Peduli amat mereka berdua punya kehidupan sendiri, punya pasangan masing-masing. Sudah menikah dan punya anak. Kalau sudah cinta, Thanos pun tak mampu menghentikan. Bukankah begitu?

San Junipero mendapatkan rating 8,6 di IMDB, mendapatkan 2 penghargaan dari EMMY dan 1 dari BAFTA, tapi sepertinya tidak ada yang ingat dengan pemeran Kelly dan Yorkie yang mengantarkan cerita ini.

Sabar ya, Mackenzie, sepertinya kamu masih kurang meyakinkan jadi lesbian.

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال