Trailer film ini dirilis sekitar pertengahan Januari 2021. Cukup penasaran ingin nonton, tapi rilisnya masih awal Maret. Coba nyari ke sana-sini, termasuk di Telegram, ternyata memang belum ada file bocorannya. Ya sudah, saya tunggu sampai Maret. Di minggu ketiga Maret, di situs X sudah ada yang upload, tapi yang download masih sedikit. Entah belum pada tahu, atau tidak begitu tertarik karena settingnya sudah cukup jadul dan plot intinya sudah sangat jelas terwakili pada trailer.
Dari para pemainnya cukup menjanjikan. Ada Casey Affleck. Katherine
Waterston dan Vanessa Kirby yang kalau tidak tahu dua aktris ini berarti Anda
parah sekali, seperti saya.
Saya tidak akan bahas terlalu banyak tentang film ini, sebab
dari 1 jam 44 menit durasi, saya sudah “menguap akibat bosan” di 60 menit
pertama. Pembelaan dari saya adalah, mungkin tipikal film seperti ini sudah
tidak cocok lagi buat saya. Tidak banyak dinamika dari ceritanya itu sendiri.
Sebab dan akibatnya kayak semacam “oh ya dia begitu karena begitu”. Kenapa dua
orang ini bisa intim, karena dengan pasangan masing-masing sudah sama-sama
dingin dengan alasannya sendiri-sendiri.
Ceritanya ada dua pasutri. Pasangan pertama adalah Dryer dan
Abigail. Pasangan ini baru saja dilanda duka mendalam setelah anak satu-satunya
mereka meninggal karena sakit difteri, yang di masa itu tahun 1855, mungkin
belum tertangani dengan baik. Apalagi mereka tinggal di perdesaan yang jauh
dari jangkauan medis. Kayak semacam di pegunungan atau dataran tinggi yang
segala-galanya serbaterbatas. Kehilangan itu membuat Abigail bermuram durja.
Suaminya juga, namanya lelaki, kurang bisa menghibur. Lagi pula sehari-hari dia
punya pekerjaan yang membuatnya tidak bisa mendampingi sang istri
terus-menerus. Oh ya mereka ini punya peternakan sapi. Tapi jangan bayangkan
yang sapinya banyak lalu mereka tajir mlintir bergelimang harta. Hidup mereka
sangat bergantung dengan susu sapi dan hasil dari peternakan itu.
Pasangan kedua adalah pendatang baru. Finney dan Tallie.
Seumuran dengan Dryer dan Abigail. Sama-sama pasangan muda. Kalau antara dua
orang ini, mereka juga mulai “dingin” satu sama lain karena menurut Tallie, dia
belum bisa memberikan keturunan.
Dengan latar belakang mulai bosan dengan pasangan
masing-masing, keduanya ini pun mulai merasa getar-getar rasa cinta yang tumbuh
seiring dengan berjalannya waktu. Tidak terjadi dalam satu malam. Tallie ini
sering datang ke rumah Abigail, ngajak ngobrol kek, masak kek, menjahit,
benerin genteng, masang pipa, latihan tinju, dan sebagainya. Tallie itu adalah
semacam pencerahan bagi jiwa sedu Abigail yang sudah sebeku udara di awal tahun 1856. Kayak minyak yang menyalakan api.
Kayak kopi yang menaikkan asam lambung.
Abigail ini orangnya agak pendiam, tapi tangannya senang
bergerak dalam bentuk menulis. Dia punya buku diary, ukurannya gede kayak buku
catatan belanja bulanan emak saya di rumah. Di buku itu dia menuliskan apa saja
yang terjadi sehari-hari. Suaminya bukan tipe lelaki kepo yang pengen
mengintip-ngintip apa sih yang ditulis istrinya. Tapi Dryer mulai merasa bahwa
Tallie ini sepertinya istimewa di mata istrinya.
Sementara Tallie, sejak kenal dengan Abigail, sisi puitisnya
muncul ke permukaan. Dia membuat syair-syair mesra yang dia bacakan untuk
Abigail saat mereka berduaan dan memadu kasih. Dan tinggallah para lelaki
semakin tidak paham dengan istri-istri mereka.
Dengan cerita yang lambat seperti ini, saya pun habis
kesabaran. Mbok ya ada semacam kejutan apa gitu yang membuat para penonton
terkezut.
Oh ya, film ini diangkat dari salah satu cerpen milik karya Jim Shepard. Mungkin disebabkan ditulis seorang lelaki dengan mengangkat percintaan sepasang perempuan, menjadikan ceritanya kurang nampol, kurang rumit, dan kurang-kurang lainnya. Ini bukan melulu tentang kurang banyak adegan cinta yang penuh nafsu atau apa. Film dengan plot sepasang lesbian yang dibanjiri adegan intim superpanas juga bikin enek nontonnya. Mau saya sebutkan film yang rada-rada gitu? Nggak usah lah ya. Cari aja sendiri.