
Membaca karya Anton Chekov ini, membawa saya terbang jauh ke negara Rusia, sekian masa yang silam, ke dalam setting rumah sakit yang bernuansa muram, penuh gejolak pemberontakan yang sia-sia. Melalui tokoh Dokter Andrei Yefimich, saya dilenakan oleh alur cerita yang miris, ya, mungkin itu kata yang paling tepat untuk mengambarkan bagaimana sengsaranya hidup. Dalam cerpen dengan ketebalan 89 halaman, bergulirkan sebuah cerita panjang kehidupan sang dokter dengan pasien, sahabatnya, orang-orang di sekitarnya, sampai kritik-kritik sosialnya akan kebobrokan moral para borjuis Rusia. Kemunafikan dan korupsi yang diabaikan, tanpa ada solusi hukum. Yang dikorbankan adalah rakyat miskin, kesehatan menjadi nomor kesekian. Dokter tak peduli pada pasiennya. Orang-orang yang tidak benar-benar sakit jiwa dijebloskan ke ruang inap yang berkondisi buruk. Perlakuan semena-mena penjaga rumah sakit. Sementara orang-orang kaya bisa hidup enak, membuang hartanya sesuka hati, mencemooh mereka yang miskin. Itulah yang digambarkan Chekov dalam cerpen ini.
Ruang inap no. 6, menjadi penjara bagi mereka yang pikirannya dianggap terganggu. Tidak terawat dan pekarangannya dikelilingi semak burdok. (hlm 1.) Di sinilah, tinggal beberapa pasien Dokter Andrei, yang diperkenalkan satu per satu. Yang pertama adalah seorang borjuis jangkung kerempeng dengan kumis beruban dan mata merah habis menangis (hlm. 3). Seorang penderita TBC dan sibuk dengan dirinya sendiri.
Yang kedua adalah seorang pria tua berambut keriting yang lincah, terkadang tampak gelisah. Di siang hari, ia berjalan menghampiri satu jendela ke jendela lainnya dan di malam hari ia berdoa pada Tuhan. Seorang Yahudi bernama Moiseika. Ia menjadi bagian ruang inap setelah bengkel sepatu miliknya terbakar (hlm. 3). Setelah kehilangan harta beda, dan mungkin sebagian kewarasannya, Moiseika menjadi penghuni di rumah sakit, sekaligus pengemis di luar sana. Pihak rumah sakit mengizinkannya untuk mengumpulkan kopek demi kopek. Bahkan ia tidak malu meminta uang pada Dokter Andrei.
Pasien selanjutnya adalah seorang pemuda 30 tahun yang saya rasa tiba-tiba terserang paranoia. Sebelum menjadi pasien, di luar sana, ia mencurigai siapa pun yang dekat dengannya, merasa dimata-matai, menyembunyikan diri dari sesuatu yang tidak jelas. (hlm. 5). Lelaki ini seorang yang cerdas, punya idealisme tinggi mengenai kehidupan, sinis terhadap orang-orang kaya, tidak mempercayai siapa pun, dan emosinya labil. Di sisi lain, dia sosok yang tahu akan sopan santun, tentu saja karena terpelajar, pernah menjadi mahasiswa sekian tahun lalu dan sebenarnya berasal dari keluarga terpandang. Kakaknya mati karena TBC, ayahnya meninggal karena tifus, setelah itu Ivan dan ibunya terlunta-lunta. Ia mengais rezeki dari mengajar dengan bayaran minim, rasa kenya tidak pernah ia cicipi lagi. Kabar duka datang dari sang ibu. Akhirnya sempurna sudah ia menjadi sebatang kara. Ia sulit beradaptasi dengan lingkungan. Pria ini karakternya keras tapi sensitif. Membaca merupakan hal yang disukainya.
Awal mula ketidakwarasannya bermula ketika melihat seorang polisi menggiring tahanan. Terekam dalam kepalanya, bahkan membayangkan dirinya berada di posisi sang tahanan. Ia mulai ketakutan, ia tidak mau berada di pengadilan sebagai pesakitan, takut melakukan sesuatu yang salah (hlm. 10. Bangun paginya selalu diwarnai keringat dingin di dahi. Pikiran-pikiran buruk masih terus menghantuinya. Ivan tersiksa dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Curiga mereka suatu saat bisa memasukkannya ke penjara. Insomnia menjadi penyakit baru baginya. Puncak kegelisahan Ivan terjadi ketika di kota itu terjadi pembunuhan. Ivan gelisah, dia bukan pembunuh, tapi sangat takut difitnah menjadi pelakunya. Lalu dibawalah ia ke Doktrei Andrei (hlm. 14).
Ada satu lagi pasien di kamar itu, seorang petani lumpuh berbadan gemuk yang menyebarkan bau busuk. Tempat tidurnya terletak di sebelah kanan tempat tidur Ivan. Ia sering dipukuli oleh si pengawas kamar, Nikita, tampa ampun. Tapi pria itu tak bereaksi. Ia sudah tidak bisa merasa secara normal. (hlm. 15).
Ada satu lagi, mantan tukang sortir di kantor pos. Berwajah licik dan misterius. Menyembunyikan sebuah benda dari siapa pun, malu jika orang lain mengetahuinya. Selalu meracau mendapatkan berbagai bintang jasa seakan dirinya istimewa. (hlm. 16).
Ruang inap no. 6 adalah satu-satunya kamar yang dihuni oleh pasien kurang waras. Tempat yang sudah lama tidak mendapat perhatian dokter yang mulai jenuh dengan rutinitasnya mengobati pasien yang tidak ada habisnya datang dengan berbagai keluhan kesehatan. Tak ada famili yang sudi menjenguk, hanya seorang tukang cukur bernama Semyon Lazarich.
Lalu sebuah kabar beredar, Dokter Andrei, dokter senior di rumah sakit itu, mengunjungi ruang inap itu. Tumben, sepertinya ada sesuatu yang menggerakkan hatinya untuk melihat perkembangan para pasien. Sikap masa bodohnya memang keterlaluan. Dia tahu rumah sakit itu memiliki sistem dan orang-orang yang bobrok. Dan selama ini tidak mau tahu. Dua puluh tahun dia bekerja di rumah sakit itu. Andrei adalah seorang penganut Kristen yang taat. Tidak menikah dan memilih hidup bersama pembantu rumah tangga yang sudah beranak tiga. Ia menjadi dokter atas paksaan sang ayah, jauh di lubuk hatinya, ada keinginan kuat menjadi pendeta. Andrei berhadapan dengan sebuah situasi buruk sebuah rumah sakit. Di mana dokter sebelumnya memperjualbelikan alkohol, kamar inap dihuni juru rawat, alat-alat yang berantakan, bau, hewan-hewan kotor berseliweran. Ia tidak banyak bisa mengubah situasi itu. Karena ia berpikir logis, ada aral melintang yang tidak mudah dihancurkannya. Sistem. Sistem telanjur bobrok. Ia hanya akan membuang umur jika terus memaksa diri mengubah sistem yang awut-awutan. Akhirnya dialah yang berusaha beradaptasi, menerima semua realitas di depan mata. (hlm. 23).
Di balik kesibukannya sebagai dokter sebuah rumah sakit dengan jumlah pasien yang meningkat setiap harinya, di waktu luangnya, ia banyak menghabiskan buku dengan membaca. Lalu sahabatnya yang seorang kepala kantor pos, Mikhail Averyanich, datang dan menjadi teman menghabiskan petang. Mikhail adalah sosok yang baik, tetapi mudah naik darah ke orang lain. Keduanya lalu minum bir bersama dan saling bertukar cerita. Malam harinya, Mikhail berpamitan pulang.
Andrei memiliki rekan kerja seorang dokter muda bernama Yevgenyii Fedorich Khobotov. Dalam pikiran Yevgenyii, Andrei adalah dokter yang bekerja setengah hati, menelantarkan pasiennya begitu saja, dan... gila. Keinginannya adalah merebut posisi sang senior. Tudingan bukan tanpa alasan. Semenjak Andrei memulai kebiasaan barunya mengunjungi Ruang Inap no. 6,, perilakunya berubah. Diskusi-diskusi panjangnya dengan Ivan Dmitrich membuatnya terhanyut dan ketagihan. Ivan adalah pengkritisi yang blak-blakan. Kesengsaraan membuatnya menjadi sinis. Dipertanyakannya selalu alasan ia ditahan di sebuah tempat yang jauh dari kata layak. Ia semakin sakit ditempatkan bersama orang-orang yang tidak waras. Diskusi-diskusi penuh emosional memperlihatkan betapa Ivan membenci rumah sakit, dokter, petugas rumah sakit, dan segalanya.
Andrei yang berbicara dengan orang gila, bahkan seakan membenarkan ucapan pasiennya, membuat dirinya menjadi bahan kasak-kusuk. Siapa pun menandangnya aneh. Andrei dianggap sudah aneh. Bahkan ia dipanggil oleh walikota. Dirinya diminta menghadap untuk dites kejiwaannya. Menyadari itu, dia pun marah. Orang-orang hanya mengada-ngada. Dia mengaku tidak gila.
Sahabatnya, Mikhail, demi membuat sahabatnya terhibur, mengajaknya jalan-jalan. Tujuannya sangatlah baik, agar Andrei yang diminta mengajukan surat pensiun dari rumah sakit, tidak merasa tertekan, Apa mau dikata, usaha itu tidak sepenuhnya berjalan sesuai keinginan. Mikhail, selama menjadi teman seperjalanan, dianggap Andrei begitu ceriwis, tidak berhenti bicara, hingga dia memilih tidur membelakangi Mikhail sampai sahabatnya itu capek dan memilih jalan-jalan sendiri. Mikhail tidak hanya menjengkelkan, tapi juga seorang penjudi yang buruk. Dia sering kalah dan meminjam uang pada Andrei. Soal mengembalikan, entah kapan itu dilakukannya.
Sekembalinya ke kota, banyak yang berubah, posisi Andrei sudah digantikan Yevgenyii, ia menumpang di Rumah Nyonya Belovaya, tidak punya uang dan menyedihkan. Tanpa harta.
Menjelang akhir hayatnya, kehidupan Andrei semakin menyedihkan, dengan dijebloskannya ia ke Ruang Inap no. 6.
Chekov memainkan alurnya dengan begitu cantik. Ketenangannya dalam mengadirkan detail demi detail membuat saya merasa haus danharus membaca hingga akhir. Bahasa-bahasa yang ia gunakan pun tidak bertele-tele. Dalam satu cerpen ini, saya bisa membayangkan bagaimana keadaan Rusia saat itu. Bahkan Austria dikatakan jauh lebih lebat dari segalanya. Wina punya keteraturan yang jauh lebih membanggakan. berbeda dengan sekarang.
Pembahasan Mengenai Cerpen Riwayat yang Membosankan Catatan Seorang Tua dan Cerita-Cerita Pendek Lain dalam Antologi Ruang Inap no. 6.
Yogyakarta, 4 Juli 2014
Tags
Buku