City Tour Surabaya


Di awal bulan Maret ini, saya diajak teman berjalan-jalan di sejumlah spot di kota Surabaya sembari menunggu keberangkatan bus saya ke Yogyakarta. Teman saya itu dengan senang hati menjemput saya di pagi hari di Terminal Bungurasih/Purabaya pukul 09.00. Kami sempat janjian pukul 08.00 tapi dengan perjalanan panjang dari Madura membuat mata saya siap melek pukul 08.00. Saya di-drop rombongan kantor ke Bungurasih pukul 03.00. Saya cuci muka, menunggu subuh, lalu tidur di bangku ruang tunggu terminal sampai pukul 06.30. Itu pun karena dibangunkan petugas. Rupanya ada larangan tidur berbaring di terminal ketika hari sudah terang. Saya lalu berubah posisi jadi duduk dan menetralkan rasa ngantuk sejenak. Lalu beranjak mandi dan sarapan.

Nino, teman lama saya, menemui saya saat sarapan di salah satu warung soto. Lalu kami pun mulai jalan. Pertama-tama kami mampir untuk foto-foto di depan Kebun Binatang Surabaya (KBS), katanya di sana tuh ikonnya kota Surabaya. Banyak juga yang antre foto di sana, jadi harus nyelip-nyelip.

City Tour Surabaya Tujuan berikutnya adalah Monumen Tugu Pahlawan. Pasti pada tahu peristiwa 10 November itu dong. Untuk itu dibuatlah tugu setinggi 41,15 meter. Areanya luas dengan parkiran yang cukup untuk puluhan motor dan mobil. Tidak ada tiket masuk.

Untuk masuk ke area MTP, ada dua jalan, lewat parkiran atau lewat gapura cokelat yang sudah dijejali para pedagang makanan dan minuman. Berjarak sekitar 15 langkah, ada patung Soekarno dan Hatta, Presiden pertama dan Wakil Presiden Indonesia. Berjalan lagi, saya melihat hamparan lapangan berlapis rumput hijau yang dipotong pendek. Ada tugu seperti Monas yang berdiri gagah juga dengan tiang bendera di dekatnya. Terlihat beberapa anak berseragam bersama gurunya di sana dan juga beberapa orang lain yang duduk-duduk dekat tugu maupun di bawah pepohonan yang rindang.

Kami kemudian melihat spot Makam Pahlawan Tak Dikenal lalu menyusuri bagian taman yang terawat apik dan teduh. Kami di sana ketika Surabaya masih pagi, tapi teriknya luar biasa. Satu per satu patung pahlawan yang diletakkan di antara pepohonan itu kami datangi.

Beristirahat sejenak, kami duduk-duduk di bangku di bawah pohon kigelia (Kigelia pinata) yang rimbun. Di sebelahnya ada pohon flamboyan (Delonix regia) yang juga dijadikan pengunjung sebagai tempat rehat sejenak.

City Tour Surabaya

Tempat selanjutnya yang kami datangi adalah Monumen Kapal Selam alias Monkasel. Monumen ini memang sesuai dengan namanya, monumen kapal selam. Jangan membayangkan mpek-mpek kapal selam yang imut tapi ini kapal selam beneran buatan negara Rusia yang dipakai tentara kita sewaktu berperang di lautan. Warna bodinya hijau-hitam. Tiket masuknya Rp10.000 aja. Saya berusaha memotret keseluruhan kapal ini dari jauh, tapi saking raksasanya jadi tidak bisa.

Kami pun memasuki bagian kapal. Pengunjung diminta untuk memperlihatkan tiket masuk kepada petugas untuk bisa menyusuri bagian dalam. Saya berdecak kagum, kapal ini benar-benar penuh dengan kabel, tombol, mesin yang saya tidak tahu secara detail apa fungsinya. Tiap bagian kapal dipisahkan oleh sebuah pintu bulat yang buat orang dewasa harus hati-hati ketika melewatinya. Saya melihat tempat tidur para perwira yang menurut saya sangat sederhana. Demikian pula tempat tidur komandannya terlihat sedikit hanya karena terletak di dalam satu ruangan sendiri. Ruang terakhir yang saya lihat di mana pintu keluar berada adalah tempat tersimpannya terpedo.

Di sebelah Monkasel terdapat kolam renang anak-anak, tiket masuknya Rp8.000. Ada pula gazebo-gazebo untuk tempat beristirahat sejenak.

Menjelang masuk waktu Zhuhur, Nino mampir di sebuah warung es di Jalan RA Kartini 139. Dia membelikan Es Dadu, alias es degan, avokad, durian. Saya minta tanpa durian. Es itu baru kami nikmati selesai mengisi perut di Bebek Goreng H Slamet. Bebek goreng yang dihidangkan sangat nikmat sampai ke tulang-tulangnya. Ada beberapa pilihan sambal, mulai korek, matah, mangga, hingga lalapan pun tersedia gratis.

City Tour Surabaya
Sebelum melanjutkan tur ke Taman Bungkul, kami shalat dulu mushala Surabaya Town Square (Sutos), tempat Nino bekerja. Nah, Taman Bungkul ini adalah kesayangan Ibu Risma, Wali Kota Surabaya. Taman kota yang “hidup” 24 jam. Pedagang-pedagang kaki lima disediakan tempat berjualan sehingga tidak memasuki area taman yang sejuk dan penuh dengan berbagai spesies tanaman. Kami menyusuri tempat ini dan mencoba area terapi batu dengan kaki telanjang. Katanya, kalau ketika menginjak batu, kaki terasa sakit, berarti kita punya penyakit. Sayangnya, tidak ada penjelasan lebih lanjut, rasa sakit seperti apa yang dimaksud karena tentu saja kalau tidak terbiasa menginjak batu, pastilah kaki terasa sakit.

Menjelang sore, langit makin mendung dan sepanjang perjalanan menuju Bungurasih, hujan turun dengan lebat dan tidak perlu lama membuat jalanan tergenang hingga jalanan menjadi macet. Bahkan ketika saya sudah duduk manis di dalam bus Eka, hujan terus turun dan perjalanan sedikit terhambat sampai ke Mojokerto. Kemacetan panjang terjadi di sekitar Ngawi setelah kami berhenti makan. Ada mobil yang mogok dan tidak ada petugas polisi yang mengatur lalu lintas. Tapi dengan penuh percaya diri, sopir dengan lincahnya mencari celah-celah untuk mendahului kendaraan lain. Yah, yang namanya bus malam memang begitu, sopir harus lincah dan siap-siap berada di kendaraan yang akan senantiasa bergoyang-goyang, lalu mengerem mendadak.

Saya tiba di Yogyakarta pukul 00.30, sesuai dengan perkiraan saya ketika berangkat dari Surabaya.


Yogyakarta, 2 Maret 2015























































Previous Post Next Post

نموذج الاتصال