Criminal: United Kingdom (2019-)


Berbeda dari ulasan serial TV sebelumnya, The Sinner, Criminal: United Kingdom menawarkan proses interogasi tersangka pelaku kejahatan. Setting tempat utama adalah ruang interogasi dan ruang yang dibatasi oleh dinding dan kaca satu arah (one-way mirror). Semua yang terjadi dalam ruang interogasi, terlihat dari ruangan itu, termasuk reaksi psikologis tersangka. 
Sebelum saya mulai mengulas, perlu tahu bahwa Criminal merupakan antologi kisah interogasi dari empat negara Eropa, yaitu Prancis, Spanyol, Jerman, dan Inggris alias United Kingdom. Masing-masing dengan bahasanya sendiri. Ditayangkan oleh Netflix.
Ini merupakan salah satu serial TV bergenre crime yang direkomendasikan oleh Google ketika saya membutuhkan informasi tersebut. 
Yang membuat saya makin tertarik untuk menonton adalah sosok David Tenant. Aktor Inggris yang bermain sebagai apa pun cocok-cocok saja. Detektif, kriminal berdarah dingin, sosok yang humoris. Sebut peran apa saja.
Tapi, di serial ini, sialnya saya baru tahu belakangan, dia hanya main di satu episode. Karena tersangka tiap episode selalu berbeda.
Serial ini bisa menjadi serial membosankan, bisa pula sebaliknya, tergantung selera penonton, cocok atau tidak cocok. Sebab, di tiap episodenya tidak pernah jauh-jauh dari ruang interogasi. Tujuan akhirnya hanyalah untuk mengetahui apakah si tersangka benar-benar melakukan perbuatan kriminal itu atau tidak, dengan teknis psikologis tertentu.
Artinya, jangan harap akan ada adegan kekerasan di dalam ruangan tersebut. Tersangka pun didampingi oleh pengacara yang tugasnya adalah memastikan kliennya tidak mendapat hukuman berat.
Sebelum mengupas 3 kasus, setidaknya perlu tahu terlebih dahulu, isi dari tim yang menginterogasi. Mereka masing-masing mendapat jatah untuk menginterogasi, meskipun kemudian kita bisa menilai mana yang memang punya skill paling mumpuni untuk menghadapi tersangka.
Yang pertama adalah Natalie Hobbs. Pimpinan tim interogasi yang mengenal karakter masing-masing anak buahnya. Dia tidak asal mengirim anggotanya ke dalam ruang interogasi. Meskipun memiliki jabatan tertinggi, dia tidak selalu turun ke lapangan. Kontrol penuh ada di tangannya. 
Lalu ada Tony Myerscough. Ini termasuk senior dalam tim tersebut. Pembawaannya tenang dan sangat sabar menghadapi tersangka yang memilih tutup mulut. 
Lainnya adalah Paul Ottager, Hugo Duffy, Vanessa Warren, dan Kyle Petit. Kyle boleh dibilang paling junior di antara yang lainnya.
Tidak semua tersangka pasti bersalah. Itu kata kuncinya. Pihak yang menginterogasi tidak bisa memandang tersangka sebagai kriminal dan bersikap subjektif. Belum tentu dia pelakunya. Dan satu-satunya cara untuk menentukan siapa pelakunya adalah melalui proses interogasi yang bisa memakan waktu hingga puluhan jam, seperti ketika menginterogasi Dokter Edgar Fallon. Mendekati 24 jam, Edgar terus berkata "no comment". Ini sangat menyebalkan. 
Apa sih susahnya menjawab? Itu boleh jadi ada dalam pikiran penonton. Kalau tidak bersalah, bilang saja tidak salah. Kalau salah, segera saja mengaku. Toh meskipun dihukum, akan menjadi ringan dengan mengaku.
Edgar sosok yang sangat tenang. Kemungkinan dia tidak bersalah sangat kuat, terlebih dia mencurigai pelatih anaknya sebagai pemerkosa dan pembunuh anaknya. Alibinya kuat. Jika sampai 24 jam ia bersikeras "no comment" ia bisa bebas melenggang pergi. Sebab, polisi tidak menemukan bukti. Ini bukan soal mencari keadilan. Keadilan terletak di persidangan. Ditentukan hakim dan juri. 
Ya, bukti. 
Perbuatan kriminal yang tidak didukung bukti kuat membuat proses hukum berjalan lambat. Berbeda halnya jika si pelaku tertangkap tangan melakukan kriminal. Maka, jangan heran ketika seorang pelaku bisa bebas berkeliaran meskipun ada dugaan kuat mengarah padanya.
Dugaan belaka tidak bisa dijadikan dasar dari tuntutan hukum. Asas praduga tak bersalah tidak bisa diabaikan.
Kasus kedua sedikit berbeda. Adalah tentang seorang perempuan yang mengaku dirinya meracuni seorang pria yang juga pacar adiknya, hingga harus masuk rumah sakit. Jika interogasi pertama dilakukan oleh Tony dan Hugo, Hugo kemudian digantikan Paul, interogasi kedua dilakukan oleh Natalie dan Vanessa. Mungkin karena perempuan, maka dihadapi oleh detektif perempuan juga. Ini hanya asumsi saya, sebab pada interogasi setelahnya, Hugo dan Kyle yang maju untuk menghadapi seorang sopir trailer yang mengangkut imigran Suriah.
Pendekatan psikologis yang dilakukan Natalie berbeda dengan cara Tony. Ia mengamati dari gestur dan menganalisis kalimat-kalimat yang keluar dari mulut Stacey. Hanya dalam waktu singkat, Stacey memberikan pengakuan. Saya pikir itulah endingnya, rupanya Natalie tidak naif. Pengalaman membuat Natalie bisa membedakan mana sebuah pengakuan asli dan mana yang sengaja dibuat seolah-olah kebenaran.
Kasus ketiga, boleh dibilang berbeda dengan dua kasus sebelumnya. Masuknya imigran gelap merupakan "masalah" pelik di beberapa negara Eropa. Dahsyatnya konflik yang merebak di Timur Tengah menjadi pemicu. Di zaman Hitler, orang-orang Yahudi terpaksa kocar-kacir demi menghindari kejaran NAZI, sekarang bangsa Arab yang mengalami itu. Konflik Suriah salah satunya. Jika tidak ingin mati dalam daerah konflik, solusinya adalah meninggalkan kampung halaman. 
Tapi, jika jumlah imigran begitu banyak, negara yang didatangi kan lama-lama kerepotan juga. Itulah sebabnya ketika yang legal dibatasi, yang ilegal membludak. Tindakan kriminal yang beraroma rasis mulai tercium ke permukaan. Padahal, sebelum gelombang imigran meningkat, perkara rasisme sudah kuat dari dulu. 
Negara-negara Eropa menjadi tempat tujuan para imigran untuk mencari aman. Mereka dimasukkan dalam truk-truk dan dibawa menyeberangi perbatasan. Di dalam perjalanan, banyak yang meregang nyawa karena kelaparan dan kedinginan. Mereka pun juga rawan menjadi korban trafficking oleh pihak-pihak tertentu. Ibarat keluar dari kandang buaya, masuk ke kandang macan.
Jamal diduga membawa trailer berisi imigran. Lalu karena ketakutan tertangkap petugas, ia meninggalkan truknya di sebuah tempat.
Tapi, di mana?
Hugo bahkan bergadang demi mempelajari profil Jamal Muthassin dan rute truk yang dikendarainya. Muncul tanda tanya besar tentang keberadaan truk itu, sebab Jamal diduga sengaja menghilangkan kartu perekam jejak. 
Jika truk itu tidak cepat ditemukan, besar kemungkinan para imigran kehilangan nyawa. Ini akan menjadi masalah HAM yang berujung ke konflik serius antarnegara. 
Masalahnya, Jamal tidak mau buka mulut dengan alasan, jika ia memberikan informasi, polisi bisa langsung menyelamatkan para imigran itu, tapi apa polisi bisa menjadi keselamatan keluarganya?
Tentu ada pihak yang tidak ingin terangkat ke permukaan. Pihak yang bisa melakukan apa saja.
Interogasi ini agak sedikit bermasalah ketika pengacara mempertanyakan minuman dalam mug milik Hugo. Sekilas, tidak ada kaitannya dengan Jamal. Tapi pengacara, yang memang bertugas mencari celah, berhasil menyudutkan Hugo dengan telak dengan hanya menduga bahwa minuman yang berada dalam gelas mengandung alkohol. Saya beri tepuk tangan atas kelihaian itu. Rupanya yang belajar ilmu psikologi tidak hanya polisi. Pengacara juga perlu menguasainya demi menyelamatkan klien. Konsumsi alkohol di jam kerja merupakan pelanggaran berat di negara itu. 
Seperti yang saya bilang di awal, serial ini bisa dianggap seru bagi orang yang menyukai hal-hal berbau psikologi. Membosankan bagi yang menyukai banyak adegan aksi, atau paling tidak proses investigasi di TKP.

Post a Comment

Previous Post Next Post