Izzy Gets the F*ck Across Town (2017); Merusuhi Pesta Pertunangan Mantan


Berperan jadi jagoan, sudah pernah. Jadi, anak politikus yang menyembunyikan identitas seksualnya, sudah juga. Jadi cewek cupu banget, itu pun sudah. Jadi putri duyung, hmm yeah.  Film Mackenzie Davis yang kali ini saya tonton agak beda, karena adalah film indie yang bagi beberapa aktris merupakan wadah untuk mengeksplorasi kemampuan akting sedalam-dalamnya. Bisa dibilang, dia jalurnya memang memulai dari yang indie-indie dulu. Film dengan kamera yang bergoyang itu sudah biasa. Bantuan CGI secukupnya saja. Dan sisanya adalah perkara akting.

Mencari file film Izzy Gets the F*ck Across Town susahnya bukan main. Beberapa hari lalu saya sempat menonton sepertiga bagian di YouTube Movies lalu ketika saya ingin menonton lanjutannya, tiba-tiba tidak bisa saya akses. Bahkan Dewa VPN pun—macam saya sedang berburu video bokep—tidak bisa membantu. Untung saja ada yang mengupload ulang ke YouTube dan hebatnya tidak kena take down yang punya rumah. Kalau tidak, akan saya take down dari hape saya YouTube itu. Bercanda. Serius. Nggak, bercanda kok. Lagi pula, bagaimana cara uninstall YouTube dari Android?

Ini film kelima Mackenzie yang sudah saya tonton, setelah Happiest Season, Terminator Dark Fate, San Junipero, dan Tully. Saya masih bertanya-tanya, mengapa dia sangat lambat terkenalnya. Dia sering satu layar dengan aktor papan atas Hollywood, soal akting, dia tidak mikir kalau: ah nanti aku tidak terlihat cantik jika menggunakan kacamata bulat dan memperlihatkan wajah innocent, atau tampil lusuh dan cuma pakai singlet sama celana panjang doang, atau karakter yang bisa salting sepanjang film saat harus jadi pacarnya Kristen Stewart? Apakah persaingan Hollywood terlalu keras?

Atau, Mackenzie sendiri yang tidak mau asal terima tawaran skenario? Jawab, Mackenzie! Kenapa!

Untuk film ini, Mackenzie tidak hanya jadi pemain, tapi juga sebagai produser. Disutradarai oleh Christian Papierniak, yang kalau saya lihat di IMDB, lebih banyak membuat video game ketimbang film. Durasinya cukup panjang, 2 jam lebih. Dialog-dialognya juga panjang, khususnya yang harus diucapkan Izzy. Bisa dibilang, tokoh sentralnya adalah si Izzy. Seorang pemain band, yang hidupnya sedang terpuruk, bekerja apa aja asal dapat duit, ditambah lagi mantan pacarnya yang bernama Roger akan bertunangan dengan temannya si Izzy yang bernama Whitney.

Izzy ingin datang untuk mengucapkan selamat dan memberi kado menghentikan acaranya itu.

Izzy adalah orang yang percaya dengan takdir, cukup lucu ketika dia kemudian bermain di film Terminator Dark Fate. Sehingga ketika pagi itu dia terbangun seranjang dengan seorang lelaki yang adalah pilot, dia percaya bahwa itu adalah takdir. Film ini memang banyak absurdnya, seperti tokoh perempuan yang selalu berdiri di depan bengkelnya Dick, teman Izzy, yang berbulan-bulan disuruh memperbaiki mobil Izzy tidak juga selesai-selesai eh ujuk-ujuk mobilnya bisa jalan.

Setting waktu sepanjang film ini sebagian besar adalah di hari yang sama, dari saat pagi hari Izzy mengetahui pesta pertunangan sang mantan hingga dia berhasil menemui sang mantan dengan drama ala orang yang belum bisa ridho terhadap takdir bahwa lelaki yang dia cintai akan bersama perempuan lain, itu pun sahabatnya sendiri, di malam harinya.

Sebagai orang yang masih asing dengan Los Angeles, Izzy berusaha melakukan apa pun untuk sampai ke Loz Feliz. Karena tidak punya mobil, awalnya dia naik sepeda. Tapi jarak yang dia tempuh sepertinya tidaklah dekat, dan lagi Izzy bukanlah atlet Tour de France yang betisnya sekeras kayu. Ditambah dirinya dalam keadaan setengah mabuk. Dia yang naik sepeda, saya yang khawatir doi ketabrak mobil atau nyungsep ke selokan. Dia lalu ke rumah salah seorang teman, ceritanya mau minjam mobil tapi temannya, Walt, lagi fokus nungguin teman kencannya yang pingsan di rumahnya, ada sedikit drama di situ. Lalu begitu teman kencannya sadar, Izzy dikasih tumpangan tapi kayaknya emang nggak niat nolong secara si Agatha (Alia Shawkat) malah berhenti di depan sebuah rumah buat maling bareng pacarnya. Lalu pacarnya nusukin suntik ke kakinya Izzy lalu mereka berdua minggat gitu aja. Sama tetangga orang yang dirampok Agatha, dia dikasih tunjuk arah ke Loz Feliz dan dipinjamkan otoped plus peta. Bayangkan, dengan postur jangkung, Izzy pergi pakai otoped.

Pengen merusuhi pesta tunangan mantan kok jalannya gitu amat?

Tapi setidaknya, ketika dia bertemu sang kakak, Virginia (Carrie Coon), walaupun mereka tidak akur, Izzy bisa dapat pinjaman mobil. Sempat ngejam juga sama kakaknya, dan suaranya Mackenzie tidak begitu buruk, tapi tidak perlulah sampai bikin album—demi menghindari hujatan netizen barbar.

Sebagai satu-satunya karakter utama, film ini menggantungkan nasib di pundak Mackenzie semata. Dia tahu, ini kesempatan untuk mengeluarkan semua kemampuan dalam rangka merepresentasikan tokohnya, tidak cuma dari dialog. Dia punya ekspresi wajah yang hidup. Yang berubah-ubah sesuai dengan yang dibutuhkan untuk menghidupkan karakter. Mengenakan baju ala petugas katering yang banyak noda sana-sini, rambut acak-acakan, merokok, nenggak alkohol, khas anak band indie yang gagal di karier bermusik.

Untuk aktingnya yang teramat faktap ini, Napa Valley Film Festival dan Tacoma Film Festival memberinya penghargaan yang pantas. Dua proyek film Mackenzie yang sedang dia jalani bergenre scifi, judulnya Alpha Gang dan Station Eleven. Apakah dia beradegan romantis dengan Sofia Boutella atau malah Nicholas Hoult, sabar menunggu sajalah.

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال