Berperan jadi jagoan, sudah pernah. Jadi, anak politikus yang menyembunyikan identitas seksualnya, sudah juga. Jadi cewek cupu banget, itu pun sudah. Jadi putri duyung, hmm yeah. Film Mackenzie Davis yang kali ini saya tonton agak beda, karena adalah film indie yang bagi beberapa aktris merupakan wadah untuk mengeksplorasi kemampuan akting sedalam-dalamnya. Bisa dibilang, dia jalurnya memang memulai dari yang indie-indie dulu. Film dengan kamera yang bergoyang itu sudah biasa. Bantuan CGI secukupnya saja. Dan sisanya adalah perkara akting.
Mencari file film Izzy Gets the F*ck Across Town susahnya
bukan main. Beberapa hari lalu saya sempat menonton sepertiga bagian di YouTube
Movies lalu ketika saya ingin menonton lanjutannya, tiba-tiba tidak bisa saya
akses. Bahkan Dewa VPN pun—macam saya sedang berburu video bokep—tidak bisa
membantu. Untung saja ada yang mengupload ulang ke YouTube dan hebatnya tidak
kena take down yang punya rumah. Kalau tidak, akan saya take down dari hape
saya YouTube itu. Bercanda. Serius. Nggak, bercanda kok. Lagi pula, bagaimana
cara uninstall YouTube dari Android?
Ini film kelima Mackenzie yang sudah saya tonton, setelah
Happiest Season, Terminator Dark Fate, San Junipero, dan Tully. Saya masih
bertanya-tanya, mengapa dia sangat lambat terkenalnya. Dia sering satu layar
dengan aktor papan atas Hollywood, soal akting, dia tidak mikir kalau: ah nanti
aku tidak terlihat cantik jika menggunakan kacamata bulat dan memperlihatkan
wajah innocent, atau tampil lusuh dan cuma pakai singlet sama celana panjang
doang, atau karakter yang bisa salting sepanjang film saat harus jadi pacarnya
Kristen Stewart? Apakah persaingan Hollywood terlalu keras?
Atau, Mackenzie sendiri yang tidak mau asal terima tawaran
skenario? Jawab, Mackenzie! Kenapa!
Untuk film ini, Mackenzie tidak hanya jadi pemain, tapi juga
sebagai produser. Disutradarai oleh Christian Papierniak, yang kalau saya lihat
di IMDB, lebih banyak membuat video game ketimbang film. Durasinya cukup
panjang, 2 jam lebih. Dialog-dialognya juga panjang, khususnya yang harus
diucapkan Izzy. Bisa dibilang, tokoh sentralnya adalah si Izzy. Seorang pemain
band, yang hidupnya sedang terpuruk, bekerja apa aja asal dapat duit, ditambah
lagi mantan pacarnya yang bernama Roger akan bertunangan dengan temannya si
Izzy yang bernama Whitney.
Izzy ingin datang untuk mengucapkan selamat dan memberi
kado menghentikan acaranya itu.
Izzy adalah orang yang percaya dengan takdir, cukup lucu
ketika dia kemudian bermain di film Terminator Dark Fate. Sehingga ketika pagi
itu dia terbangun seranjang dengan seorang lelaki yang adalah pilot, dia
percaya bahwa itu adalah takdir. Film ini memang banyak absurdnya, seperti
tokoh perempuan yang selalu berdiri di depan bengkelnya Dick, teman Izzy, yang
berbulan-bulan disuruh memperbaiki mobil Izzy tidak juga selesai-selesai eh
ujuk-ujuk mobilnya bisa jalan.
Setting waktu sepanjang film ini sebagian besar adalah di
hari yang sama, dari saat pagi hari Izzy mengetahui pesta pertunangan sang
mantan hingga dia berhasil menemui sang mantan dengan drama ala orang yang
belum bisa ridho terhadap takdir bahwa lelaki yang dia cintai akan bersama
perempuan lain, itu pun sahabatnya sendiri, di malam harinya.
Sebagai orang yang masih asing dengan Los Angeles, Izzy
berusaha melakukan apa pun untuk sampai ke Loz Feliz. Karena tidak punya mobil,
awalnya dia naik sepeda. Tapi jarak yang dia tempuh sepertinya tidaklah dekat,
dan lagi Izzy bukanlah atlet Tour de France yang betisnya sekeras kayu. Ditambah
dirinya dalam keadaan setengah mabuk. Dia yang naik sepeda, saya yang khawatir
doi ketabrak mobil atau nyungsep ke selokan. Dia lalu ke rumah salah seorang
teman, ceritanya mau minjam mobil tapi temannya, Walt, lagi fokus nungguin
teman kencannya yang pingsan di rumahnya, ada sedikit drama di situ. Lalu
begitu teman kencannya sadar, Izzy dikasih tumpangan tapi kayaknya emang nggak
niat nolong secara si Agatha (Alia Shawkat) malah berhenti di depan sebuah
rumah buat maling bareng pacarnya. Lalu pacarnya nusukin suntik ke kakinya Izzy
lalu mereka berdua minggat gitu aja. Sama tetangga orang yang dirampok Agatha,
dia dikasih tunjuk arah ke Loz Feliz dan dipinjamkan otoped plus peta.
Bayangkan, dengan postur jangkung, Izzy pergi pakai otoped.
Pengen merusuhi pesta tunangan mantan kok jalannya gitu
amat?
Tapi setidaknya, ketika dia bertemu sang kakak, Virginia (Carrie
Coon), walaupun mereka tidak akur, Izzy bisa dapat pinjaman mobil. Sempat
ngejam juga sama kakaknya, dan suaranya Mackenzie tidak begitu buruk, tapi
tidak perlulah sampai bikin album—demi menghindari hujatan netizen barbar.
Sebagai satu-satunya karakter utama, film ini menggantungkan
nasib di pundak Mackenzie semata. Dia tahu, ini kesempatan untuk mengeluarkan
semua kemampuan dalam rangka merepresentasikan tokohnya, tidak cuma dari
dialog. Dia punya ekspresi wajah yang hidup. Yang berubah-ubah sesuai dengan
yang dibutuhkan untuk menghidupkan karakter. Mengenakan baju ala petugas
katering yang banyak noda sana-sini, rambut acak-acakan, merokok, nenggak
alkohol, khas anak band indie yang gagal di karier bermusik.
Untuk aktingnya yang teramat faktap ini, Napa Valley Film
Festival dan Tacoma Film Festival memberinya penghargaan yang pantas. Dua
proyek film Mackenzie yang sedang dia jalani bergenre scifi, judulnya Alpha
Gang dan Station Eleven. Apakah dia beradegan romantis dengan Sofia Boutella
atau malah Nicholas Hoult, sabar menunggu sajalah.