Terminator: Dark Fate ini pada awalnya direncanakan ke bentuk trilogi. Tapi, belakangan dikabarkan bahwa rencana tersebut dibatalkan. Saya bukanlah loyalis franchise Terminator dan rerobotan lainnya. Bagi penonton random macam saya, memang perlu membaca source yang mencukupi untuk sekadar paham pondasi cerita, ini alur kisahnya seperti apa. Pada prinsipnya, antara satu film dan film selanjutnya, pastilah ada poin yang berkelanjutan dengan tokoh yang tidak sedikit. Trivia di IMDB sangat berlimpah dan malah membuat saya makin pusing membacanya.
Jadi, mari lupakan saja soal kelas sejarah Terminator.
Secara garis besar, tokoh utama dalam Terminator sudah tentu
Arnold Schwarzenegger. Dia adalah robot yang didesain untuk menghancurkan manusia
sehingga di masa depan, musuh manusia bukanlah Dajjal tapi Artificial
Intelligence alias kecerdasan buatan. Konon, AI memang diciptakan oleh manusia,
oleh kecerdasan manusia. Kemudian dengan pengembangan demi pengembangan, AI semakin cerdas
dan mulai ada maunya. Meniru manusia yang banyak maunya.
Di tahun ketika Rev-9 datang yaitu tahun 2020, yang saya hitung 22 tahun setelah penembakan brutal John Connor oleh T-800
(Arnold Schwarzenegger) di depan Sarah Connor sang ibu pada tahun 1998 (saya
catat beneran lho ini), ada seorang warga sipil yang harus dilindungi dengan
sebaik-baiknya oleh seorang prajurit dari kalangan manusia berkekuatan super
bernama Grace (Mackenzie Davis) yang berasal dari tahun 2042. Grace lebih dulu tiba di Mexico City, tanpa busana, jatuh dari jembatan lalu pingsan. Belum apa-apa udah semaput.
Sementara Rev-9, juga telanjang sih, tapi mendaratnya keren, di hari berikutnya.
Ke Grace dulu.
Ada sepasang kekasih yang sedang
mesra-mesraan menemukan Grace di suatu malam lalu menolongnya. Kemudian datang
polisi dan melihat keduanya memapah seorang cewek kulit putih telanjang. Kan polisi mikirnya,
ini cewek pasti habis dikasih obat atau diapa-apain sama si cowok. Ketika
polisi memegang Grace, Grace langsung mengenali pistol dan menyerang
polisi-polisi di depannya dengan cepat. Setelah itu, dia minta baju dan sepatu
yang dikenakan si cowok yang nolongin dia. Ama mobilnya juga. Emang bangsat sih.
Oke tidak usah mempertanyakan bagaimana mungkin pakaian si cowok pas di
tubuhnya Grace. Karena setiap kali dia melucuti pakaian orang—dan selalu laki-laki—nggak
ada namanya kekecilan padahal kakinya kan panjang sementara orang-orang Mexico
kan badannya rata-rata lebih pendek.
Keesokan harinya, datanglah Rev-9 (Gabriel Luna), Terminator
berdarah dingin dan nggak mati-mati meski udah ditembak, dibakar, ditusuk, dan
dimutilasi, ke flatnya Dani (Natalia Reyes). Berhubung Dani udah pergi kerja
sama adiknya, Diego, Rev-9 hanya ketemu bapak si Dani dan meminjam bentuk tubuh
bapaknya. Cukup dengan menyentuh. Rev-9 tidak hanya badannya kembali
ke bentuk semula meski sudah dihancurkan, pakaiannya juga. Rapi seperti semula.
Rev-9 dan Grace punya tujuan sama, mencari Dani ke tempat
kerjanya. Rev-9 meniru badan bapaknya Dani, sementara Grace mengenakan seragam
petugas keamanan membawa senjata laras panjang. Sebelum sempat Rev-9 menembak
Dani yang mengira itu adalah ayahnya, Grace lebih gesit menembak Rev-9. Lalu
mereka duel. Sama-sama jago, tapi toh tetap Grace punya keterbatasan
sebagaimana manusia. Dia bisa terluka dan butuh waktu untuk pemulihan.
Selama mereka baku hantam, tidak usah bertanya ke mana para
sekuriti pabrik sebab sama sekali tidak ada yang menginterupsi.
Grace berhasil membawa lari Dani dan Diego. Terjadi
kejar-kejaran mobil di jalan, menabrak mobil apa pun yang menghalangi. Ketika
Dani dan Grace terkepung oleh Rev-9 dan robot tiruannya, datanglah Sarah Connor. Perempuan
ini dalam histori musuh Terminator adalah legenda. Dulu dia berperang
melawan Skynet yang sekarang musuhnya bernama Legion.
Meskipun sudah ditolong Sarah, Grace malah mencuri mobilnya
Sarah dan mengajak Dani pergi. Sebab Grace tidak mengenal perempuan tua dengan
senjata otomatis dan bertubi-tubi menembaki dan meledakkan Rev-9. Memang bangsat si Grace.
Si prajurit hibrida Grace tiba-tiba melemah di perjalanan.
Dari yang gagah perkasa, jadi sempoyongan kayak kebanyakan nenggak topi miring.
Tubuhnya memang didesain untuk pertarungan short time. Perlu obat kuat agar kembali prima.
Obat-obatannya pun segambreng. Untung saja, di masa-masa kritis, Sarah menemukan mereka dan menangani
Grace di dalam sebuah kamar hotel. Dia meracik sejumlah obat-obatan untuk Grace yang
pingsan di apotek. Ada sedikit kilas balik kenapa Grace sukarela menjalani
penguatan (augmented istilah yang dia pakai). Sewaktu di masa depan, manusia
biasa mustahil bertahan dari robot-robot canggih Legion. Kalau tidak begitu,
bagaimana bisa melindungi manusia kalau daya tahannya tidak dibuat berkali-kali
lipat hampir menyerupai Terminator. Proses augmented tidak hanya
menguatkan fisik, tapi juga membuat daya penglihatannya sangat tajam, pendengarannya
juga. Minumnya masih air putih sih, bukan air aki.
Sarah Connor tidak ujuk-ujuk datang. Ada pesan-pesan
misterius yang terkirim untuknya dengan dibubuhi penutup: For John. Begitu tahu
siapa pengirim pesannya, Sarah muntap. Sosok yang ada di hadapannya tidak lain adalah
robot laknat yang sudah membunuh anaknya.
Jika Sarah menyimpan kebencian begitu dalam kepada Carl,
lalu apa alasan dari Grace mati-matian melindungi Dani? Oh itu rahasia. Dan sejak ketika tahu jawabannya, saya setelah menonton film ini tiba-tiba insomnia.
Tidak bisa tidur memikirkan: ini timeline gimana sih sebenarnya? Dari sekian
banyak film yang melibatkan perpindahan dimensi waktu, ini yang membuat saya
tidak mampu merasionalkannya. Apa yang saya lewatkan sehingga tidak bisa
menerima cerita ini? Di bagian mananya?
Adegan-adegan action yang ada di sepanjang film, terutama ketika Grace dan Rev-9 head to head emang keren abis. Koreografinya nggak bosenin, durasinya panjang pula. Mackenzie Davis cuma perlu tampil dengan rambut pendek tanpa perlu bersikap sok maskulin dan cara bicara dibuat-buat agar terlihat gagah. Saya rasa dia pun menyadari, punya perawakan jangkung dan tubuh androgini adalah poin plus saat main sebagai tokoh bad ass, yang pas diem aja cakep, yang mampu membuat para perempuan ternganga sampai meneteskan liur. Kok jijik ya?
Soal goofs atau detail yang keselip, untuk film tipe seperti ini sudah dipastikan banyak, entah itu yang terdata di IMDB, di ulasan orang, atau di mana pun. Entah soal posisi tangan yang berubah, luka yang hilang, muka yang awalnya berdebu jadi bersih entah kapan si Grace cuci muka. Bagi orang yang sebatas penikmat film, hal-hal remeh begituan tentu saja akan diabaikan.