Terminator: Dark Fate (2019); Masa Depan Dunia Ada di Tangan Dani

Terminator: Dark Fate ini pada awalnya direncanakan ke bentuk trilogi. Tapi, belakangan dikabarkan bahwa rencana tersebut dibatalkan. Saya bukanlah loyalis franchise Terminator dan rerobotan lainnya. Bagi penonton random macam saya, memang perlu membaca source yang mencukupi untuk sekadar paham pondasi cerita, ini alur kisahnya seperti apa. Pada prinsipnya, antara satu film dan film selanjutnya, pastilah ada poin yang berkelanjutan dengan tokoh yang tidak sedikit. Trivia di IMDB sangat berlimpah dan malah membuat saya makin pusing membacanya.

Jadi, mari lupakan saja soal kelas sejarah Terminator.

Secara garis besar, tokoh utama dalam Terminator sudah tentu Arnold Schwarzenegger. Dia adalah robot yang didesain untuk menghancurkan manusia sehingga di masa depan, musuh manusia bukanlah Dajjal tapi Artificial Intelligence alias kecerdasan buatan. Konon, AI memang diciptakan oleh manusia, oleh kecerdasan manusia. Kemudian dengan pengembangan demi pengembangan, AI semakin cerdas dan mulai ada maunya. Meniru manusia yang banyak maunya.

Di tahun ketika Rev-9 datang yaitu tahun 2020, yang saya hitung 22 tahun setelah penembakan brutal John Connor oleh T-800 (Arnold Schwarzenegger) di depan Sarah Connor sang ibu pada tahun 1998 (saya catat beneran lho ini), ada seorang warga sipil yang harus dilindungi dengan sebaik-baiknya oleh seorang prajurit dari kalangan manusia berkekuatan super bernama Grace (Mackenzie Davis) yang berasal dari tahun 2042. Grace lebih dulu tiba di Mexico City, tanpa busana, jatuh dari jembatan lalu pingsan. Belum apa-apa udah semaput. Sementara Rev-9, juga telanjang sih, tapi mendaratnya keren, di hari berikutnya.

Ke Grace dulu. 

Ada sepasang kekasih yang sedang mesra-mesraan menemukan Grace di suatu malam lalu menolongnya. Kemudian datang polisi dan melihat keduanya memapah seorang cewek kulit putih telanjang. Kan polisi mikirnya, ini cewek pasti habis dikasih obat atau diapa-apain sama si cowok. Ketika polisi memegang Grace, Grace langsung mengenali pistol dan menyerang polisi-polisi di depannya dengan cepat. Setelah itu, dia minta baju dan sepatu yang dikenakan si cowok yang nolongin dia. Ama mobilnya juga. Emang bangsat sih. Oke tidak usah mempertanyakan bagaimana mungkin pakaian si cowok pas di tubuhnya Grace. Karena setiap kali dia melucuti pakaian orang—dan selalu laki-laki—nggak ada namanya kekecilan padahal kakinya kan panjang sementara orang-orang Mexico kan badannya rata-rata lebih pendek.     

Keesokan harinya, datanglah Rev-9 (Gabriel Luna), Terminator berdarah dingin dan nggak mati-mati meski udah ditembak, dibakar, ditusuk, dan dimutilasi, ke flatnya Dani (Natalia Reyes). Berhubung Dani udah pergi kerja sama adiknya, Diego, Rev-9 hanya ketemu bapak si Dani dan meminjam bentuk tubuh bapaknya. Cukup dengan menyentuh. Rev-9 tidak hanya badannya kembali ke bentuk semula meski sudah dihancurkan, pakaiannya juga. Rapi seperti semula.

Rev-9 dan Grace punya tujuan sama, mencari Dani ke tempat kerjanya. Rev-9 meniru badan bapaknya Dani, sementara Grace mengenakan seragam petugas keamanan membawa senjata laras panjang. Sebelum sempat Rev-9 menembak Dani yang mengira itu adalah ayahnya, Grace lebih gesit menembak Rev-9. Lalu mereka duel. Sama-sama jago, tapi toh tetap Grace punya keterbatasan sebagaimana manusia. Dia bisa terluka dan butuh waktu untuk pemulihan.

Selama mereka baku hantam, tidak usah bertanya ke mana para sekuriti pabrik sebab sama sekali tidak ada yang menginterupsi.  

Grace berhasil membawa lari Dani dan Diego. Terjadi kejar-kejaran mobil di jalan, menabrak mobil apa pun yang menghalangi. Ketika Dani dan Grace terkepung oleh Rev-9 dan robot tiruannya, datanglah Sarah Connor. Perempuan ini dalam histori musuh Terminator adalah legenda. Dulu dia berperang melawan Skynet yang sekarang musuhnya bernama Legion.

Meskipun sudah ditolong Sarah, Grace malah mencuri mobilnya Sarah dan mengajak Dani pergi. Sebab Grace tidak mengenal perempuan tua dengan senjata otomatis dan bertubi-tubi menembaki dan meledakkan Rev-9. Memang bangsat si Grace.

Si prajurit hibrida Grace tiba-tiba melemah di perjalanan. Dari yang gagah perkasa, jadi sempoyongan kayak kebanyakan nenggak topi miring. Tubuhnya memang didesain untuk pertarungan short time. Perlu obat kuat agar kembali prima. Obat-obatannya pun segambreng. Untung saja, di masa-masa kritis, Sarah menemukan mereka dan menangani Grace di dalam sebuah kamar hotel. Dia meracik sejumlah obat-obatan untuk Grace yang pingsan di apotek. Ada sedikit kilas balik kenapa Grace sukarela menjalani penguatan (augmented istilah yang dia pakai). Sewaktu di masa depan, manusia biasa mustahil bertahan dari robot-robot canggih Legion. Kalau tidak begitu, bagaimana bisa melindungi manusia kalau daya tahannya tidak dibuat berkali-kali lipat hampir menyerupai Terminator. Proses augmented tidak hanya menguatkan fisik, tapi juga membuat daya penglihatannya sangat tajam, pendengarannya juga. Minumnya masih air putih sih, bukan air aki.

Sarah Connor tidak ujuk-ujuk datang. Ada pesan-pesan misterius yang terkirim untuknya dengan dibubuhi penutup: For John. Begitu tahu siapa pengirim pesannya, Sarah muntap. Sosok yang ada di hadapannya tidak lain adalah robot laknat yang sudah membunuh anaknya.

Jika Sarah menyimpan kebencian begitu dalam kepada Carl, lalu apa alasan dari Grace mati-matian melindungi Dani? Oh itu rahasia. Dan sejak ketika tahu jawabannya, saya setelah menonton film ini tiba-tiba insomnia. Tidak bisa tidur memikirkan: ini timeline gimana sih sebenarnya? Dari sekian banyak film yang melibatkan perpindahan dimensi waktu, ini yang membuat saya tidak mampu merasionalkannya. Apa yang saya lewatkan sehingga tidak bisa menerima cerita ini? Di bagian mananya?

Adegan-adegan action yang ada di sepanjang film, terutama ketika Grace dan Rev-9 head to head emang keren abis. Koreografinya nggak bosenin, durasinya panjang pula. Mackenzie Davis cuma perlu tampil dengan rambut pendek tanpa perlu bersikap sok maskulin dan cara bicara dibuat-buat agar terlihat gagah. Saya rasa dia pun menyadari, punya perawakan jangkung dan tubuh androgini adalah poin plus saat main sebagai tokoh bad ass, yang pas diem aja cakep, yang mampu membuat para perempuan ternganga sampai meneteskan liur. Kok jijik ya?

Soal goofs atau detail yang keselip, untuk film tipe seperti ini sudah dipastikan banyak, entah itu yang terdata di IMDB, di ulasan orang, atau di mana pun. Entah soal posisi tangan yang berubah, luka yang hilang, muka yang awalnya berdebu jadi bersih entah kapan si Grace cuci muka. Bagi orang yang sebatas penikmat film, hal-hal remeh begituan tentu saja akan diabaikan.

Post a Comment

Previous Post Next Post