Mare of Easttown (2021– ); Kisah Detektif di Kota Kecil Penuh Rahasia



Film terbaru Kate Winslet yang saya tonton akhir tahun lalu, Ammonite, memang beda jauh dengan serial TV bergenre mystery-crime yang tayang perdana 18 April 2021 di HBOMAX ini. Mare of Easttown berlokasi di Amerika Serikat bersetting waktu masa kini, ditandai dengan hampir semua orang sudah memegang iPhone tiga kamera alias seri 12 yang harganya … mahal. Sedikit persamaannya adalah setting tempatnya juga sebuah kota kecil yang mana semua orang itu saling kenal bahkan punya hubungan kekerabatan.

Lawan main Kate sangat banyak. Tapi jika fokus menontonnya, saya bahkan nyambi main Shopee Candy, tetap bisa menghafal perannya masing-masing. Kalaupun ada kemiripan wajah antara beberapa tokoh, itu tidak terlalu mengganggu.

Easttown merupakan sebuah kota kecil yang terletak di Pennsylvania, yang menurut hasil sensus penduduk tahun 2010, populasinya hanya 10.447 jiwa. Tidak begitu padat, alamnya masih bagus dan itu dimanfaatkan sepanjang pengambilan gambar, termasuk sebagai lokasi terjadinya pembunuhan.

Apakah Kate berbicara dengan dialek Selatan yang kental? Tentu tidak, sebab Pennsylvania tidak termasuk wilayah Selatan, tetapi ya, penduduknya juga terbilang religius, ditandai dengan adanya tokoh pendeta yang kalau dikira hanya sebatas penanda identitas, itu tidak benar. Tokoh-tokoh yang penonton sangka hanya berfungsi untuk melatih ketajaman daya ingat, ternyata di episode kemudian rahasianya terkuak, entah berkaitan dengan skandal cinta maupun kriminal. Jadi, duduk diam dan nikmati saja alur ceritanya, serial ini seru walaupun tidak banyak adegan ranjang, apalagi berharap Kate akan mengulangi adegan seperti di Ammonite.

Tokoh Mare yang diperankan Kate mengingatkan saya kepada Detektif Robin Griffin (Top of the Lake) yang diperankan Elisabeth Moss tidak lama sebelum serial The Handmaid’s Tale yang sangat wadidaw itu. Di masa sekolah, Mare mendapat julukan Lady Hawk karena ketajamannya saat melempar bola basket ke dalam ring. Tidak perlu terlalu banyak nostalgia bagaimana kehebatan Mare, yang pasti, penonton dapat memahaminya dari begitu antusiasnya orang-orang saat reuni sekolah yang ke-25, dan tim basket kebanggaan didatangkan. Mare punya teman basket yang masih akrab sampai sekarang bernama Lori dan juga teman yang benci setengah mati kepadanya, Dawn, karena sudah setahun, anaknya yang hilang belum juga mampu ditemukan oleh polisi, yang mana, kasus itu ditangani Mare. Ini membuat segelintir masyarakat berdemo dan menganggap Mare tidak kompeten menangani kasus hingga kemudian didatangkanlah seorang detektif muda yang dianggap akan bisa memecahkan misteri ini.

Katie, putri Dawn, dinyatakan hilang. Tidak ada jejak yang ditemukan polisi. Masih hidup atau sudah mati, juga sama gelapnya. Easttown bukan kota yang damai-damai saja. Ada warga yang mengeluhkan cucunya yang diintip dari rumah sebelah. Ada pasangan pasangan mudan berkonflik karena anak. Ada pacar yang cemburuan dengan mantan kekasih pacarnya. Ada orang yang menghamili anak orang, ada yang mau main hakim sendiri, ada yang kecanduan narkotika. Wajar rasanya, dengan personel yang terbatas, kepolisian kewalahan.

Termasuk Mare, yang kehilangan anak dan harus rebutan hak asuh dengan ibu cucunya. Belum lagi dia harus menyiapkan mental mantan suaminya menjalin hubungan dengan tetangga sebelah. Anaknya yang remaja labil adalah lesbian. Hm, soal lesbiannya tidak dipermasalahkan sebenarnya. Mare juga cukup lama tidak membuka hati kepada pria lain. Di episode pertama, penonton belum akan melihat jaringan begitu rumit antara satu tokoh dengan lain. Nikmati saja dulu. Seperti halnya, How to Get Away with Murder, kebusukan demi kebusukan akan muncul ke permukaan dan membuat penonton berharap, satu episode tidak segera berakhir sebab serial ini masih ongoing statusnya.

Mare juga punya kebusukan. Dia tidak ditampilkan sebagai protagonis tanpa dosa sama sekali. Salah satu yang dilakukannya adalah menghapus rekaman CCTV yang memperlihatkan seorang pemuda yang melakukan vandalisme.

Hadirnya detektif Colin Zabel, di satu sisi meringankan kerja Mare, tapi di sisi lain, lagi-lagi soal antagonis-protagonis, Mare mencium sesuatu yang tidak beres. Ada sesuatu yang disembunyikan Colin tentang bagaimana dia bisa mengungkap kasus sebelumnya. Tentu saja Mare tidak terang-terangan memperlihatkan itu, masih disimpannya sendiri.

Serial ini tidak hanya mengungkap soal tanda tanya hilangnya Katie, tapi terjadi pembunuhan lain, yang korbannya adalah Erin seorang gadis beranak satu, yang di malam sebelumnya dipukuli pacar baru mantan kekasihnya yang cemburuan. Dia ditemukan di sungai dengan salah satu jari terpotong dan dahi tertembus peluru. Hanya mengenakan celana dalam, tapi tidak ada tanda-tanda pemerkosaan. Penonton dibuat curiga kepada Dylan, si mantan pacar, karena punya motif, yaitu merasa terbebani dengan anak bayinya yang harus dioperasi telinganya dengan biaya tidak sedikit. Pacar baru Dylan, Brianna, juga tidak luput dari interogasi setelah Mare melihat rekaman catfish di hutan lalu dilerai oleh Siobhan, anak Mare, dan teman segengnya. Juga curiga kepada Kenny, ayah Erin, karena pria ini kelakuannya mencurigakan sekali dan dia memiliki senjata. Dan selanjutnya penonton makin dikacaukan dengan tokoh diaken, yang paling terakhir dihubungi Erin sebelum tewas. Diaken ini mengaku kedekatannya dengan Erin tapi ingin menutup-nutupi sesuatu.

Satu tindak kriminal memperlihatkan betapa menjadi pemicu dari tindakan kriminal lainnya. Ketika polisi dianggap bergerak lamban, maka main hakim sendiri adalah solusinya. Orang-orang menaruh curiga satu sama lain. Pelakunya bisa siapa saja. Motifnya bisa apa saja. Meskipun mereka punya hubungan kekerabatan, tetapi itu menjadi tidak berarti lagi. Orang-orang merasa waswas. Kejahatan berikutnya bisa terjadi kapan dan di mana saja dan pelaku siapa saja. Apakah Mare akan mampu mencegah ledakan yang berasal dari percikan api kecil semata atau malah menyerah kewalahan.

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال