UNFAEDAH PODCAST; Podcast yang Justru Berfaedah


Sesekali saya mau bahas podcast, yang mana, pandemi membuat satu budaya baru menguat di masyarakat Indonesia, yaitu mendengarkan orang berbicara dalam durasi mulai dari yang hanya sepuluh menitan sampai berjam-jam tanpa harus melihat siapa yang berbicara. Sebagaimana Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan: Lihat apa yang dibicarakan, bukan siapa yang berbicara.

Kurang lebih filosofinya, berfokuslah pada konten bukan bungkus karena bungkus bisa menipu. Misal beli barang dari marketplace, kelihatannya dibungkus dengan bubble wrap, ehlahdalah, dalamnya penyok. Maka, jangan kasih bintang sebelum benar-benar melihat barang. Biasakan membuat video unboxing agar lebih mudah jika minta retur.

Memang tidak semua hal cukup puas jika hanya didengarkan tanpa harus melihat orangnya. Film, misalnya, film bokep eh film yang tidak banyak dialognya seperti film bisu. Trus ente mau dengerin apa? Jadi memang, podcast ini dengan segala perhitungan sangat cermat agar kompatibel dengan target utamanya, yaitu manusia, manusia yang kesepian, manusia yang kerja tidak bisa dalam suasana hening, manusia yang butuh pengantar tidur, manusia yang jarang bicara, manusia yang … tipe semacam itulah. Di luar negeri, mendengarkan podcast bukan hobi baru, di negara +62 hoho, seperti saya bilang di awal, butuh sedikit pemaksaan dengan bantuan hadirnya pandemi bangsat yang mengurung orang di dalam rumah dan harus mencari cara agar tidak mati bosan. Memasak sudah, renovasi rumah sudah, sepedaan sudah, nonton Netflix sampai mata kering sudah. Apa lagi? Apa lagi hal yang bisa dilakukan dengan rebahan? Ya, mendengarkan orang ngomong.

Asal tahu saja, tidak semua orang punya ketabahan dalam mendengarkan. Maunya bersuara. Walaupun yang dikatakan juga tidak berkualitas. Spotify ingin membatu manusia agar lebih banyak mendengarkan ketimbang bacot. Selain menyediakan jasa memutarkan lagu-lagu kesukaan, mereka pun mulai memasukkan podcast.

Selama ini, podcast yang saya ikuti terus adalah #closethedoor punya Deddy Corbuzier, walaupun itu audio visual, bisa dibilang, didengarkan saja sudah cukup. Memang tidak setiap episode saya suka, terutama kalau sudah orang-orang dari pemerintah yang tidak terlalu bagus kemampuan komunikasinya. Mbok ya kalau otak tidak memadai, segera turun jabatan saja, masih banyak putra bangsa yang lebih pantas. Sorry to say, tapi semua orang juga sudah tahu.

Tidak sedikit orang yang termotivasi membuat podcast dengan konten yang beragam pula. Kalau membuka kategori Top Podcasts, ada Rintik Sedu seorang penyair muda yang ini sasarannya jelas gen kelahiran tahun 2000-an. Saya berusaha tahan mendengarkan tapi akhirnya menyerah juga. Usia memang tidak bisa bohong. Ada PODKESMAS, yang bisa dibilang membayang-bayangi Rintik Sedu. Butuh empat lelaki dewasa untuk menarik pendengar agar tidak semuanya menggalau bersama si Rintik Sedu. Ada AGAK LAEN! Yang isinya empat lelaki Batak—yang satu grup dengan PODKESMAS—yang juga berusaha menumbangkan Rintik Sedu dari posisi teratas. Saya tidak sebut satu per satu 50 besar podcast lho ya. Yang saya sempat dengar dan sesuai selera saya saja.

Lanjut dengan Podcastery Jurnalrisa yang satu tipe dengan, Do You See What I See, Podcast Malam Kliwon, Kisah Horor The Sacred Riana, Podcast Bagi Horror, dan Lewat Tengah Malam. Isinya kisah-kisah misteri lebih ke horor. Ini buat kamu yang sangat pemberani maupun yang sangat penakut tapi kepo dengan hantu. Di Youtube juga ada banyak konten yang seperti ini, termasuk Kisah Tanah Jawa yang famous itu. Saya sempat mengikuti beberapa episode lalu bosan. Tahu sendiri, hantu di Indonesia kan cuma itu-itu aja. Apa tidak ada yang punya ide kolab gitu sama hantu Rumania?

Yang juga misteri tapi lebih ke kriminal. Tidak begitu banyak dan bervariasi dibandingkan di Youtube. Ada Lenyap dan Pembunuh Berantai. Kalau Nessie Judge saya lebih prefer audio visual. Setiap ekspresi wajah dia itu penting untuk dilihat.

Nah, ini adalah podcast-podcast yang isinya jebolan penyiar-penyiar radio, ada yang masih di radio, ada juga yang sudah pensiun dini. Saya mulai dari satu yang langsung jadi favorit saya adalah MENDOAN. Ini podcast yang sangat Surabaya. Agak kasar bahasanya—hm tapi sebenarnya sama sih dengan yang dari Jakarta—tapi lucu. Di sana cuma ada dua orang, Dono dan Tian. Keduanya berkarakter tapi tidak saling melemahkan. Dono ini mewakili citra bapack-bapack yang dulu—mungkin—pernah nakal kayak anak muda lain, lalu sekarang lebih terkontrol. Tian, yang juga vokalis band, lebih ke citra pria bebas. Bebas ngewe. Baru-baru ini dia lamaran, dan setelah nikah, dia hanya bisa ngewe dengan istrinya saja, dan mungkin pendengarnya yang jomlo tapi sok-sokan merasa fakboi akan sulit relate lagi dengannya. Makanya nikah woy!

PODKESMAS sebenarnya bisa dibilang jebolan penyiar, tapi tadi saya sudah bahas, jadi lanjut ke Rapot. Semalam saya nonton kolab mereka di channel Gofar. Memang beda sih ya, ketika penyiar di depan mic dengan orang awam. Bukan hanya dari cara mereka mengatur napas, tapi juga bicara, dan memilih kata-kata. Bandingkan dengan artis-artis yang maksa bikin podcast tapi dengan ego yang masih merasa sebagai bintang—ingin selalu terlihat berkilau di langit malam, sehingga berusaha mendominasi, lebih banyak bicara, lebih banyak memamerkan dirinya, narsistik kelas dewa, dan sebagainya—empat penyiar ini terukur kualitasnya. Penyiar adalah profesi yang butuh skill komunikasi ketimbang tampang. Betapa sering saya terkecoh dengan penyiar bersuara cantik dan ganteng, tapi ketika melihat orangnya, imajinasi saja berantakan sudah. Ini memang tidak berlaku untuk Desta. Sejak dari awal kerja, saya hampir setiap pagi mendengarkan Desta dan Gina. Mereka sekarang punya podcast masing-masing. Desta punya DESTAnya Siapa? Dan Gina bareng suaminya bikin KinosGina. Saya cuma dengerin 1-2 episode. Kurang cocok aja.

Dan yang pengen saya bahas sekarang adalah UNFAEDAH PODCAST. Ini dia yang saya dengerin satu per satu episodenya dari yang paling baru, episode 85, sampai yang lama—yang belum gabung secara eksklusif dengan Spotify. Ini basisnya bukan semua penyiar radio, tapi sebenarnya mereka adalah petinggi Lawless Jakarta, sebuah jaringan resto burger bernuansa punk yang ngehits di ibu kota. Masih Jakarta, belum pindah, kan?

Mereka terdiri dari lima lelaki dewasa, yang juga tentunya bertujuan merebut takhta Top Podcast dari Rintik Sedu, yang mana mereka adalah Gofar Hilman, Sammy Bramantyo, Arian13, Yusuf “Lord Ucup” Abdul Jamil, dan Ronie. Gofar saya tahu, sisanya tidak, karena ada yang berasal dari band metal Seringai yaitu, Arian 13 dan Sammy, yang saya buta dengan lagu-lagu mereka.

Tapi percayalah, meskipun musik-musik yang dimasukkan dalam podcast ini sangat keras, tapi Kpopers waras bisa kok ikut menyimak. Mereka tidak memakai dialek daerah dan cara berbicaranya sangat baik—dan yang terpenting—lucu—banget. Tapi kasar. Bodo amat. Mereka kasar bukan berarti ente juga ikut-ikutan dong. Instagram ama rokok aja ada filter, masa ente ngga?

Di awal saya tidak punya ekspektasi terlalu tinggi dengan podcast ini. Soalnya saya udah judging nggak relate dengan punk dan gaya hidup bebasnya Gofar—oh come on—everyone knows. Tapi kembali ke konsep, dengerin kontennya tanpa perlu menilai siapa yang ngomong. Mereka ini kadang ada kalanya tidak tampil dengan formasi lengkap, ya namanya juga pada punya kerjaan, emang saya, libur kantor sebulan, tapi ramenya tetap sama. Lucunya tetap lucu. Topiknya kadang yang receh sampai yang sedang viral. Mereka tiap episode ada topik besar, tapi tidak menutup kesempatan, beralih ke topik lain. Mengalir aja. Mereka kayak tidak punya kewajiban untuk jaga imej, walaupun apa yang mereka katakan, berkaitan dengan relationship, keluarga, pertemanan, orang-orang di sekitar mereka, dan sebagainya. Kalau seleb yang maksa punya podcast, mana bakal rela tampil apa adanya?

Selain tentang relationship, mereka juga sangat open minded dengan hal-hal yang berbau otomotif sampai pop culture yang saya pikir mereka tidak akan tahu itu. Ternyata tahu. Dan dikarenakan pertemanan yang sangat lama, mereka bisa sangat cepat menyambung omongan antara satu dengan yang lain. Bahkan, saya antara pengen nahan ngakak sama awkward, saat mereka bercanda tentang orang tua mereka yang sudah meninggal. Dan mereka tidak ada yang namanya kemudian walk out karena tersinggung. Ini aplikasi dari dark comedy yang tidak tanggung-tanggung. Sarkas sekalian.

Dan masih sampai sekarang, saya tidak bisa membedakan antara suara Gofar dengan Sammy atau siapalah itu. Jadi yang bisa membuat saya paham ini bukan Gofar adalah ketika sudah menyebut anak dan istri.

Banyak podcast Spotify yang tidak cocok untuk anak di bawah umur, termasuk UNFAEDAH ini. Jadi kalau masih bocil, bobo masih minta ditemenin ama papa mama, makan masih disuapin, tidur masih di ayunan, carilah podcast yang isinya dongeng dan sejenisnya. Kalian mungkin baru hanya mampu menyerap sampah dan mengabaikan intisarinya, berbeda dengan orang dewasa, yang menyerap keduanya lalu membuang yang buruk, atau jadi haters karena DM tidak pernah ditanggapi.

Selain sering menyebut tentang miras yang haram ditenggak, anjing Gofar yang liurnya najis jadi haram juga, mereka pun kadang bercanda tentang sodomi-sodomian dan mengelus tetek teman cowok yang buat telinga orang normal menganggap, ini orang-orang rada homo apa ya. Anak kecil yang masih naif menganggap sodomi itu biasa, sehingga jadilah dia …. Jadi, please, parents, do your best parenting. Kalau mau dengerin podcast ini, mbok ya jangan di dekat anak ente. Ente mungkin nggak kebawa, anak ente yakin ga penasaran nyoba-yoba eh ternyata enak. Anak akan meniru apa yang dilihat dan didengarnya, kan? 

Terakhir, menurut saya, mati karena bosan itu adalah sangat-sangat tidak terhormat. Ada banyak pilihan di dunia ini. Kalau nggak cocok dengan yang satu, bisa pilih yang lain, dan seterusnya. Kalau ternyata, kamu lebih cocok dengan Rintik Sedu, saya bisa apa?

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال