Britney vs Spears (2021): 13 Tahun Kebebasan si Kesayangan Amerika yang Terenggut

 


Jauh sebelum era musik Kpop menguasai hati sepertiga populasi generasi muda dunia, sesekali diwarnai pertarungan sengit penggemar BTS dan NCT entah dalam hal apa juga, mari mundur agak jauh ke tahun 1999. Di tahun itulah saya merasakan gejolak yang dirasakan anak-anak muda zaman sekarang, punya idola, merasa idolanya lebih keren dari artis lainnya. Dan ada satu template yang tidak berubah, akan selalu ada kubu yang muncul dan sama-sama kuat pendukungnya.

Tahun 1999, setahun setelah rezim Orba tumbang, di Amerika yang tidak terdampak panasnya konflik di Indonesia, tiba-tiba memperkenalkan salah satu penyanyi remaja yang bersuara seperti …  saya sulit menggambarkan secara detail … anak-anak atau semacam itulah, melalui MTV, melalui sebuah video klip berjudul Baby One More Time. Lagu yang saya tidak terlalu ambil pusing liriknya apa, yang pasti, penyanyinya adalah seorang remaja seusia kakak saya yang nomor tiga, berkulit gelap, rambut dikepang dua ala Siti Nurbaya, menyanyi sambil menarik bersama mengenakan seragam sekolah swasta. Lagunya pop, musiknya ala Backstreet Boys. Britney Spears.

Tidak lama setelah dia muncul, Christina Aguilera pun merilis Genie in the Bottle dengan klip yang bukan ala sekolahan, agak dewasa. Mereka berdua hanya berbeda setahun, tapi sedari awal, Christina Aguilera sepertinya memang mengincar penggemar yang dewasa muda. Britney dengan imej polos, Christina dengan imej agak bitchy. Saya akhirnya lebih suka Christina, di samping suaranya juga lebih kuat, walaupun soal dance dia nggak seheboh Britney.

Mulai di masa itu hingga Christina semakin lama semakin menampilkan kesan binal, saya tetap berada di kubunya dia. Tapi saya tidak menampik bahwa soal cetak-mencetak lagu hits, Britney jauh lebih unggul. Mulai dari yang beatnya cepat hingga yang menye-menye, mulai dari yang berseragam sekolah sampai pakai baju transparan, koreografinya sudah makin panas, Britney itu genius.

Mereka sudah menikah dan jarang mengeluarkan lagu baru, dan saya semakin tumbuh dewasa dan sibuk kuliah, dua putri dari kerajaan pop ini sepertinya sudah sadar diri bahwa pengganti mereka sudah bermunculan dan menawarkan yang lebih segar. Termasuk persaingan antara mereka berdua, tenggelam dengan perseteruan Taylor Swift dan Katy Perry. Sebagaimana saya pro dengan yang berambut pirang, saya jelas pro-Taylor.

Apa kabarnya Britney? Di mata saya, dia memang sudah tertutupi oleh gemerlap Taylor Swift, tapi kariernya sebenarnya tidak redup-redup amat kok. Dia tetap merilis album, dia jadi juri salah satu acara pencarian bakat di Amerika, dia melakukan konser dunia, dan punya show bergengsi di Las Vegas. Dia pernah menjadi trending di Twitter untuk sesuatu yang saya tidak paham. Saya baru paham detailnya setelah menonton sebuah film dokumenter berjudul Britney vs Spears. Sebelumnya saya menonton ulasan singkat versi Nessie Judge, di chanel Youtube Netflix. Karena penasaran, saya pun mendownloadnya.

Dokumenter yang tidak begitu panjang, hanya berdurasi 1 jam 33 menit, tapi juga untuk merangkum 13 tahun penderitaan seorang pop star yang disebut-sebut sebagai America’s Sweetheart. Taylor Swift setahu saya tidak bisa mencapai level itu karena haters-nya segudang, dan buzzer-nya Katy Perry begitu militan.

Di dokumenter ini, mengambil sudut pandang seorang jurnalis yang pernah membuat cover story Britney Spears untuk majalah musik Rolling Stone, Jenny Eliscu. Film ini dibuat oleh Erin Lee Carr. Dengan mengumpulkan begitu banyak data dari banyak sumber yang mana, ada yang bersedia membuka identitasnya, ada pula yang tidak. Tentu karena tidak semua orang bersedia menanggung risiko besar jika bersuara, sementara di pihak seberang ada sejumlah pengacara powerful yang pasang badan. Mungkin itulah yang menjadi alasan Britney perlu waktu sangat panjang untuk mendapatkan kembali haknya sebagai manusia setelah direnggut paksa oleh sang ayah dan tim penasihat hukumnya plus manusia haus uang.

Awal bencana besar ini terpicu dari kasus perceraian Britney dan Kevin Federline yang alot tahun 2007. Pihak Kevin menginginkan hak asuh atas dua anak hasil pernikahan pasangan tersebut. Karena stres dan juga konsumsi obat-obatan penenang, kayak semacam menjadi kendala bagi Britney untuk memenangkan persidangan. Dia pun mengalami masa kegelapan, di mana dia sering melakukan pelanggaran, semacam berkendara dengan kecepatan tinggi, berperilaku buruk kepada paparazzi, kurang lebih sama dengan kelakuan Justin Bieber ketika tengah naik daun.

Mungkin awalnya sang ayah cemas dengan kelakuan Britney, tapi mungkin niat itu menjadi tidak murni sebatas perhatian seorang ayah kepada putrinya, namun berkembang menjadi tamak dan mata duitan. Bagaimanapun juga, Britney adalah penyanyi produktif yang penghasilannya jutaan dolar dari banyak sumber. Inilah yang membuat ayahnya gelap mata dan memanfaatkan sisi rapuh anaknya dengan mengajukan conservatorship. Istilah ini belum masuk dalam KBBI, mungkin karena juga istilah ini tidak berlaku di Indonesia. Ini semacam kesepakatan hukum yang dibuat seseorang kepada orang lain yang dianggap tidak mampu—kasarnya—mengurus diri sendiri. Atau karena ada alasan medis. Britney—entah bagaimana awal mulanya—didiagnosis mengidap demensia.

Berhenti di sini dulu. Tarik napas. Buang.

Okelah, demensia memang bukan melulu penyakit orang tua. Tapi, halo, Britney juga bukan tiba-tiba menjadi seseorang yang kadang bisa pikun mendadak. Ingat, dia masih aktif di dunia musik, membuat lagu, konser, merancang koreografinya sendiri. Demensia dari mana kalau gitu? Ini yang dipertanyakan oleh Jenny Eliscu yang pernah mewawancarai Britney. Dia terlihat secara fisik sangat sehat. Hanya saja tatapannya kosong.

Saya rasa, manusia yang secara fisik dan mental, kalau semua hak dan kebebasannya dicabut secara sepihak, pasti akan tertekan juga. Sepanjang film ini, ada beberapa sumber yang menceritakan betapa dibatasinya komunikasi Britney dengan siapa pun. Dia punya pacar, katakanlah, tapi dia tidak boleh bebas. Semua harus atas izin ayahnya. Mau ketemu anak harus izin, mau kencan harus izin, mau ngobrol sama teman selalu disadap, mau belanja tapi uang yang dia pegang tidak ada 1% dari hasil yang dia dapat dari kerja keras.

Britney juga kesulitan membebaskan dirinya dari penjara buatan karena dia sama sekali tidak punya hal untuk memilih pengacara. Dia hanya bisa mengekspresikan jiwanya yang tersiksa dan selalu ditutupi senyuman itu melalui lirik lagu atau video yang dia posting di Instagram. Miris dan untungnya dia tetap kuat untuk tidak sampai bunuh diri. Tagar #FreeBritney adalah salah satu bentuk dukungan para penggemarnya yang terus-menerus menguat sampai pada akhirnya di bulan September 2021, pihak pengadilan membatalkan status conservatorship dari diri Britney dan juga mencabut status conservator yang dipegang oleh beberapa orang, termasuk ayah Britney. Ini kalau ditelusuri memang perkara uang. Britney dianggap sebagai tambang emas yang dikira bisa dikeruk terus-menerus. Tapi, dia sesungguhnya adalah manusia yang berhak bebas dan menentukan sendiri jalan hidupnya.

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال