Two of Us (2019); Kisah Romantis Tetangga Apartemen

Tahun 2021 hampir bungkus, Two of Us adalah salah satu film yang tidak sengaja saya temukan lalu saya tonton setelah menamatkan dokumenter Britney vs Spears. Dirilis pada tahun 2019, buatan Prancis, memenangkan Meilleur premier film (Best First Film) di César Awards 2021. Entah apakah dikarenakan pandemi atau apa, di negaranya sendiri pun baru diikutkan festival dua tahun berselang. Di Rotten Tomatoes, film ini masuk dalam The Best Movies of 2021. Judul aslinya Deux yang ketika saya tanya ke Google, bisa bermakna “tentang mereka” dan juga “dua”. Berdurasi 1 jam 39 menit. Sepenuhnya adalah drama percintaan. Lebih spesifik lagi: lesbian usia lanjut. Tidak begitu menarik bagi para penggemar drama percintaan yang mengharapkan banyak adegan seks di sepanjang film. Hanya ada sekali, itu pun awal-awalnya saja dan mau mengharapkan adegan hot seperti apa sih?

Dua tokoh utamanya adalah Madeleine dan Nina. Madeleine ini adalah seorang nenek dengan satu anak dan satu cucu. Tapi dia memilih tinggal sendiri di sebuah apartemen yang tidak mewah-mewah amat. Tidak sendiri-sendiri amat sih sebenarnya. Karena si pacar, Nina, menyewa apartemen di sebelahnya yang mana sebagai kedok belaka, seolah mereka hanyalah tetangga, bukan sepasang kekasih. Aktivitas sehari-hari berlangsung di apartemen Madeleine, memasak, bercengkerama, bercinta bahkan. Sikat giginya Nina juga ada di kamar mandinya Madeleine. Anak Madeleine hanya sesekali datang bersama suami dan anaknya sehingga tidak pernah mengendus adanya rahasia itu. Madeleine sendiri sudah bercerai beberapa tahun silam.

Suatu kali, pasangan ini berencana untuk pindah ke Italia di dekat area Sungai Timber dan menikmati masa tua mereka. Madeleine bahkan sudah menghubungi sebuah agen untuk menjual apartemennya. Tapi, untuk bisa mewujudkan hal tersebut, Mad, saya singkat gitu aja deh ya, harus mengungkap hubungan cintanya kepada si anak. Logikanya, dengan si anak tahu, si anak tidak akan mencemaskan orang tuanya ketika pindah negara. Nina berpikir, Mad akan punya keberanian, karena mereka sudah merancang ini-itu.

Rupanya sulit. Mad begitu terbebani dengan terbuka kepada anaknya sendiri. Sebab, sebenarnya, hubungan Mad dan Nina ini bukan baru kemarin sore juga terjalin. Mengapa Mad bercerai, ya karena doi punya cinta yang lain, cinta kepada Nina yang merupakan teman semasa kecilnya. Mereka punya tempat bermain yang sampai tua mereka ingat terus, semacam titik bernostalgia. Walaupun sepertinya mereka sempat terpisah, karena Mad menikah lalu Nina berada di Jerman.

Mungkin karena terbebani pikiran harus mengungkapkan sebuah rahasia besar dalam hidupnya, Mad pun terserang stroke. Sempat dirawat di rumah sakit dan tidak bisa bicara. Dengan kondisi begitu, anaknya Mad pun mempekerjakan seorang perawat ketika Mad dibawa kembali ke apartemen. Karena cemas, Nina pun mencari-cari cara untuk bisa bertemu kekasihnya. Tidak sulit, kan doski pegang kunci apartemen Mad. Bak maling, dia pun mengendap-ngendap demi melihat Mad. Si perawatnya heran, nih kenapa tetangga perhatiannya gitu banget. Padahal cuma tetangga. Dan Nina demi memuluskan akses ke apartemen Mad, dia pun membuat kesepakatan dengan si perawat, bahwa dirinya saja yang akan merawat Mad, dan dia juga akan mengganti ongkos ganti rugi karena sudah merusak mobil anaknya Mad. Nina memang rada emosional orangnya sehingga tidak berpikir panjang.

Nah, jika mengira bahwa segalanya akan berjalan sesuai rencana, Anda keliru. Sebab, eh ujuk-ujuk, Mad melarikan diri dan bikin orang-orang panik. Muncullah masalah baru, kesal karena menganggap si perawat tidak becus, anaknya Mad pun memecat si perawat. Si perawat pun menyalahkan Nina dan menuntut uang yang dia janjikan. Eh si Nina ogah menepati janjinya memberi uang yang diminta si perawat. Anaknya Mad mendapati Nina tidur di sebelah ibunya. Si kompleks bener dan langsung membawa pulang ibunya.

Mad sendiri walaupun tidak bisa bicara, tapi dia tahu betapa pelik keadaan yang ada di hadapannya. Dia tahu Nina berusaha mendekatinya. Dia juga mau bersama Nina tapi anaknya menghalang-halangi terus. Kalau biasanya film “kampanye LGBT” akan memperlihatkan ending yang mengharukan, termasuk keluarga yang mau menerima dengan lapang dada, ini terbilang alot. Si anak benar-benar tidak bisa menerima bahwa ibunya itu begitu. Ujung-ujungnya adalah adu keras kepala. Siapa yang akhirnya menang, ya silakan ditafsirkan sendiri.



 

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال