Selamat Tahun Baru 2022. Memang terlambat mengucapkannya, tapi mau bagaimana lagi, ini artikel paling pertama yang saya tulis di tahun kabisat yang ketika dibagi 2 menjadi tidak kabisat lagi. Sungguh fakta yang begitu penting diketahui.
Mari sedikit
bicara soal film, yang semakin lama sekali tidak saya ikuti lagi. Sekadar
informasi, belakangan saya lebih banyak mendengarkan atau memutar podacast.
Yang awalnya saya suka mendengarkan banyak hal, sekarang yang saya putar
terus-menerus adalah Podcast Malam Kliwon. Dan membuat saya yang awalnya bisa
merinding, sepertinya butuh level lebih tinggi. Entah kenapa, saya kok ya bisa
tidur mendengarkan Bimo dan Danu menyebarkan kengerian lewat audio. Suara
mereka itu seperti satu frekuensi gitulah. Mungkin setingkat suara lumba-lumba
atau musik klasik yang konon membuat tidur menjadi nyenyak.
Badhaai Do
adalah salah satu film Bollywood yang bermain di area pelangi alias LGBT. Jelas
bukan yang pertama di industri film India, alurnya juga tidak ada yang
baru-baru banget, cenderung film sopan karena adegan-adegan yang vulgar
ditiadakan. Dari tiga poin ini, bisa disimpulkan bahwa film ini setidaknya
menghibur, lah. Salah saya juga kali ya terlalu banyak menonton film-film genre
ini.
Tapi saya
tetap akan bahas lah. Masa iya durasi 2 jam 27 menit yang saya habiskan tidak
berbuah konten? Oh ya, sebelum saya masuk ke filmnya, coba dengerin dulu deh
OST-nya yang berjudul Hum Rang Hain. Dengerin ada part yang mirip dengan Slow Granade-nya
Ellie Goulding. Saya suka di samping komposisinya juga tidak banyak instrumen khas
Indianya.
Udah? Oke
sekarang tentang filmnya.
Menikah
karena punya satu keinginan yang sama yaitu hidup damai dan bebas dari
rongrongan keluarga yang konvensional yang menantikan hadirnya menantu, itulah
yang terjadi kepada Inspektur Shardul dan Sumi. Keluarga yang macam gini memang
bikin dunia memang sedang kena pemanasan global, bikin emosi. Sampai tujuan keluarga
besar tercapai barulah mereka diam. Untuk sementara.
Shardul ini
tipikal polisi baik, introver, senang nge-gym biar badannya bagus, senang
nonton acara gulat, baik kepada perempuan, dan tipikal gay yang tidak
meresahkan warga. Sementara Sumi, seorang guru olah raga, tomboi, anak sulung, introver
juga. Usia mereka baru awal 30-an, tapi di mata keluarga, itu adalah masa
krisis, dan melihat status kejombloan mereka, hasrat menjadi Tinder pun tidak
tertahankan lagi. Pokoknya begitu ada yang available, langsung dah bawaannya
pengen dijodohin aja sama mereka.
Padahal, di
balik status jomblo mereka, Shardul ini punya pacar brondong. Sementara Sumi
masih dalam proses move on setelah mantannya nikah dan udah punya anak, tapi
masih menghubungi dia dan minta ketemuan. Ini nih mantan berkelakuan iblis.
Nggak habis pikir.
Sumi itu
sedang posisi mencari pacar lewat dating apps lesbian. Swap-swip juga, pokoknya
kalo first sight oke, swipe kanan dah. Ehlahdalah, yang namanya aplikasi kayak
gitu, yang hanya bisa menilai lewat foto dan secuil bio, kan tidak bisa
mencegah ada orang iseng yang menyamar jadi cewek. Sumi sempat jadi korbannya
nih. Makanya dia kapok. Dari situ jugalah Sumi bertemu Shardul. Si polisi kumis
lebat ini tahu bahwa profil Sumi cocok sebagai pendamping hidup palsunya, dia
pun mengajak nikah. Nikah bohong-bohongan. Perayaan nikahnya tapi nggak
bohong-bohongan. Kedua keluarga bersukacita. Keduanya pun bulan madu, tapi tidur
pisah kamar. Lalu datanglah pacar si polisi. Bertigalah mereka seranjang, oh
nggak ding, itu cuma dugaan saya tapi kan tidak terjadi.
Tidak lama,
Sumi pun bertemu seorang dokter lab bernama Rimjhim. Mereka berkencan lalu
jadian dan tinggal serumah. Shardul sama sekali tidak masalah kalau pacar
istrinya nimbrung di rumah yang berada dalam kompleks kepolisian. Asal main
aman aja, jangan mesra-mesraan di tempat umum gitu lho.
Tapi
sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan ada saatnya dia tidak melompat.
Karena sudah setahun menikah dan belum dapat anak juga, keluarga mulai berisik
lagi. Mulailah mereka merongrong dan menyelidiki kenapa sih nih pasutri belum
gol juga. Awalnya Shardul mengatakan bahwa istrinya tidak bisa punya anak, lalu
gantian Sumi menyampaikan ke pihak keluarga kalau Shardul yang bermasalah.
Nah ada nih
momen ketika saya berpikir, dua orang ini akan menyerah kepada dunia mereka
akan punya anak dari hasil hubungan mereka berdua, tapi ah sayang sekali, scene
hujan-hujan dalam mobil hanya bumbu belaka. Tidak gol, bos!
Sumi pengennya
adopsi anak aja. Rimjhim juga berpikiran sama. Tapi kan masalahnya, mereka
tinggal di India yang mana belum bisa adopsi anak untuk pasangan non-straight.
Jalan satu-satunya untuk bisa adopsi resmi ya, harus dilakukan ketika Shardul
masih menjadi suaminya.
Badhaai Do ini
memang bukan film drama kelas berat yang akan menguras air mata. Ada
komedi-komedinya yang cukup menghibur, endingnya juga sama sekali tidak susah
ditebak. Bahkan tensi kampanye LGBT-nya mulai naik tuh di sepertiga bagian dan
dari situ penonton yang udah terlalu banyak film beginian bisa menebak, tidak
akan ada kejutan luar biasa. Kalaupun ada argue di sana-sini, kita tahulah itu
tidak akan membuat hubungan menjadi patah. Kalau pun ada yang patah, itu memang
dari salah satu pihak tidak mau mempertahankan.