Sianida adalah racun yang sering dipakai sebagai zat berbahaya untuk membunuh orang. Kalau dalam kisah-kisah fiktif kriminal, cara mengenali efek sianida adalah dari aroma almon yang tercium. Biasanya mulut korban juga akan berbusa. Kalau masih ingat kasus kopi Jessica, zat ini juga yang ditengarai menjadi penyebab kematian Mirna.
Serial Sianida, pertama, tidak ada kaitannya sama sekali
dengan kasus kopi Jessica. Meskipun ya kalau dicari-cari, seperti ada
mirip-miripnya. Hal ini juga ditegaskan pada disclaimer di awal pemutaran
setiap episodenya. Bukti lainnya, tidak ada sosok mirip Ferdi Sambo di serial
ini.
Kedua, serial ini adalah original series milik WeTV, yang
mana dari 12 episodenya, 11 adalah berbayar. Jadi, hanya episode pertama yang bisa
ditonton di Youtube secara legal di channel milik WeTV. Karena saya berbaik
sangka bahwa episode kedua dan seterusnya akan lebih keren dari episode pertama
khususnya setelah adegan seks malam Tahun Baru, saya pun langganan sebulan.
Sedikit mundur ke belakang, saya mulai tertarik nonton
Sianida setelah nonton vt alias video TikTok yang muncul di FYP. FYP disusun dari
algoritma, di mana algoritma merupakan hasil analisis sistem hal-hal yang
sering dilihat seseorang. FYP memang saya biarkan random, apa saja lewat.
Ketika kasus Brigadir J mencuat, saya cari info underground di TikTok.
Ketika kasus kisruh Leslar mencuat, cari bahan gibah juga di TikTok. Kadang
sekilas muncul BTS, padahal nggak pernah dicari. Atau muncullah orang-orang
yang reaction-reaction yang kadang saya nggak paham konteksnya apa.
Kemungkinan vt itu nyangkut ke fyp saya karena benang merah
Ferdi Sambo. Konon, kasus ini ditangani oleh Sambo dan Jessica Wongso divonis
bersalah, entah memang bersalah atau dipaksa mengaku dan harus menjalani
penjara 20 tahun.
Sianida bukan serial kriminal. Ini drama, walaupun, ada
proses penyidikan yang berjalan, ada skandal, ada polisi, ada tahanan, ada
penjara. Bukan juga serial LGBT, menurut hemat saya, karena, yah okelah episode
pertama memang menyajikan adegan hot cukup panjang, dan jujur saya terpana
dengan keluwesan dua aktrisnya di ranjang. Mungkin karena digas di awal,
setelah itu sudah tidak ada lagi. Adegan mesra-mesra biasa yang yaaaaaahhhh sekadar
ada aja.
Saya tidak menyalahkan akting para pemeran di serial ini.
Mereka semuanya berusaha tampil memukau. Tapi, apa guna akting baik, sementara
skenarionya tidak bagus ditambah sutradaranya tidak all out? Kalau pemainnya kebanyakan
adalah aktor ternama layar lebar sekelas Samuel Rizal, Rio Dewanto, Djenar
Maesa Ayu, Yurike Prastika, dan tentu Aghniny Haque yang jadi pemeran utama
harus membawakan skenario sekelas sinetron, apa yang mau diharapkan? Film yang mencengangkan?
Jangan mimpilah.
Skenario sekelas sinetron. Jangan sekelas drakor, lah,
telenovela aja gimana? Hah.
Plot besar Sianida adalah seorang perempuan yang jauh-jauh
datang dari Amerika Serikat untuk menemui mantan pacarnya di malam Tahun Baru dengan
tujuan menghabiskan malam bersama karena mereka punya momen indah di pergantian
tahun beberapa tahun silam, saat masih pacaran tentu saja, lalu besoknya dia
dituduh membunuh si mantan pacar melalui racun yang dicampurkan ke kopi. Itu.
Begini lho, Jenny, si tokoh yang jauh-jauh datang dari
Amerika, ente selama di Amerika apa tidak mencari cewek baru, sudah tahu ente
itu di-ghosting sama Amel yang begajulan dan tiba-tiba menikah. Ente kan hidup
di negara yang mana mau pacaran sama siapa juga nggak ada yang melarang.
Dan lagi, apa yang saya lihat ketika Jenny membuka pintu
kamar 206, bukan sosok yang merepresentasikan orang yang lama tinggal di
Amerika. Dan bagaimana mulainya ente ujuk-ujuk mengirim pesan kepada mantan
ente yang jelas-jelas ada acara Tahun Baru keluarga minta ketemuan? Di hotel pula?
Ya, dari situlah mulainya.
Oke, sedikit soal pesta Tahun Baru yang diadakan di mansion
milik orang tua Amel. Beberapa hal yang menurut hemat saya menggelikan. Ini
saya sambil nonton ulang juga, siapa tahu ada yang kelewat. Adegan awal itu kan
Amel dan David datang naik Rubicon. Ingat ya, R-U-B-I-C-O-N. Mobil yang
tergolong macho, bukan limosin atau Audi atau apalah yang cocok untuk pasangan
muda kaya raya. Btw, bajunya David kurang berkelas. Coraknya itu halah halah
halah. Padahal tamu lain pakai tuksedo rapi lho. Mungkin dia ingin terkesan
sporty. Tapi, Christiano Ronaldo kalau menghadiri acara resmi juga pakai kemeja
polos dibalut tuksedo kok. Shah Rukh Khan juga.
Kemudian, ketika Amel minggat dari sana, dia naik mobil
putih. Bukan taksi online, bukan numpang orang di jalan. Dia nyetir sendiri.
Ente pulang ke rumah dulu apa gimana, Mpok? Ngambil di showroom? Kemudian,
dengan kondisi jalanan macet—mengingat malam TAHUN BARU—nggak ada namanya macet
di jalan. Itu hotel cuma seberang jalan doang apa gimana? Tidak ada proses di
jalan, tiba-tiba sudah sampai di depan hotel tempat Jenny menginap. Entah bagaimana
caranya dia sampai ke lantai 2. Hotel zaman sekarang kan sudah sistem kartu
semua sampai lift segala ya. Ente naik tangga darurat, Mpok, keringatnya mana?
BAGAIMANA CARANYA ANDA SAMPAI KE LANTAI DUA, MBAAAAAAAAAAAK?
Sabar, sabar. Masih banyak hal membagongkan lain yang bisa
ditulis. Saya bahas episode 1 doang kok. Kalau antum hadirin mau nonton lengkap
sampai episode 12 ya silakan. Tolong pastikan tensi antum tidak melebihi batas
aman lho. Saya tidak bertanggung jawab. Cuci tangan pokoknya.
Oke, anggap saja dia nunut tamu hotel yang kebetulan mau
naik lift dan sama-sama mau ke lantai 2. Ya, bisa. Soalnya naik tangga darurat
tidak mungkin, nanti bau keringat, kan rencananya mau langsung ngewe tanpa
basa-basi. Emang udah lama ditahan sih.
Ingat ya, posisinya, Jenny ini baru datang dari negeri Uncle
Sam. Eh, baru tiba apa nggak ya? Masa iya tidak jetlag? Masa langsung seks.
Ngobrol-ngobrol dulu lah sambil mengenang masa lalu. Kasih oleh-oleh kek. Apa
kek. Ayam KFC kek. Orang yang nonton kan jadi menganggap kalau pasangan lesbi
isinya ngewe ae, padahal kan kan kan hayo lo mau ngomong ape?
Soal adegan ranjang Jenny-Amel memang lagi-lagi saya acungan
jempol sih. Mahir sekali ya. Berapa lama itu latihannya? Dari 1 sampai 10, saya
kasih 8,5 deh. Sangat meyakinkan penonton kalau mereka ini pernah ada hubungan.
Hanya ini yang dengan senang hati saya puji. Kapan mereka main sebagai pasangan
lesbi lagi? Saya tunggu lho comeback-nya.
Musik ketika mereka akan ngewe, udah khas sekali musik bokep. Dengerin deh.
Memang sengaja membangun suasana. Sayangnya, musik ketika di mansion milik orang
tua Amel sama sekali nggak kedengaran. Musik apa yang sedang dimainkan DJ? Volume
HP sampai saya naikin terus lho, nggak ada musiknya. Apa takut nutupin suara
dialog? Lah film lain bisa tuh dalam keriuhan tetap ada musik dan dialog.
Oh ya, jadi Amel itu tipe anak orang kaya yang rebel. Itu
karakternya. Kalau kebanyakan minum, suka rusuh walaupun definisi rusuhnya juga
agak kurang jelas. Kan ada tuh karena alasan mabok, terus grepe-grepe, atau blackout.
Nah, ketika Amel mau minum martini atau apalah, teman-temannya langsung kayak
ngelarang gitu tapi berlebihan. Lah. Emang satu sesapan langsung mabora?
Kayaknya cupu amat. Anehnya setelah itu dia masih menyetir sendiri ke hotel. Turun
dari mobil juga ngga sempoyongan kok. Sangat sadar dan bernafsu.
Lanjut.
Amel lalu mengetuk pintu kamar 206. Jenny membuka pintu. Hanya
mengenakan jubah tidur. Sudah ready to ngewe mantan pacar. Dan pasti akan ngewe
sembari menunggu tahun berganti. Baru pintu ditutup langsung sikat. Asyik sih
memang. Jarang-jarang lho serial negeri tercinta Indonesia memamerkan adegan
panas pasangan lesbi. Kapan coba terakhir? Bukan yang level ciuman ya. Tapi
yang ultimate.
Selanjutnya dua adegan diselang-seling terjadi dalam satu
waktu. Pertama, adegan ngewe antara Jenny dan Amel. Kedua, adegan David mencari
Amel. Soal adegan ngewe, tolong logika jangan sampai tumpul. Itu Amel yang
awalnya pake gaun terusan warna merah, kenapa bisa ganti baju lain warna hitam?
Terus, Jenny yang saya pikir hanya pakai jubah tidur, ternyata, masih pake
baju. Adegan ini dari sisi kontinuitasnya udah berantakan. Meskipun masih bisa
dinikmati asal tidak pakai mikir.
Seharusnya memang cukup dinikmati saja, tidak usah
dipikirkan.
Termasuk tidak usah memikirkan mengapa setelah beberapa lama
(jika mempertimbangkan lama perjalanan Amel ke hotel) David baru tergerak mencari
istrinya. Padahal, di pesta itu David juga tidak ketemu siapa-siapa.
Bapaknya Amel juga bilang begini, pesta ini dibuat untuk
relasi. Tetapi nggak ada tuh adegan si bapaknya Amel ketemu siapa kek, yang
sekiranya bisa merepresentasikan relasi bisnisnya. Nggak membaur dengan tamu
juga. Kan janggal ya?
Besok harinya, si Amel sama Jenny sarapan. Padahal kan bisa
ya order sarapan ke kamar biar abis itu bisa lanjut ngewe lagi. Itu jelas
maunya penonton. Tapi mereka turun sarapan bareng, malah bertengkar karena
cemburu. Mulailah rasa-rasa sinetron itu menguat.
Ini baru jalan 17 menit. Masih mau lanjut? Masih kuat?
Oke, jadi mereka belum sempat makan terus balik ke
kamar. Pembahasan mereka beralih ke soal
teman mereka yang salah nyalain kembang api. Terus mesra-mesraan tapi ya seadanya
sebelum Amel kembali ke rumahnya. Amel ketemu sama suaminya yang biasa aja
melihat istri semalaman hilang dan pulang pakai baju orang lain.
Setelah itu adegan kafe. Jenny mesenin minum untuk
teman-temannya. Bukannya mesen minum untuk diri sendiri. Padahal bisa aja mereka
datang telah sehingga minumannya udah nggak enak diminum lagi.
Teman-temannya datang. Amel nerima telepon entah dari siapa
sampai jauh bener jalannya. Nggak lama kemudian dia kembali. Dia nggak cerita
apa-apa ke Jenny. Sempat ada obrolan juga soal Jenny yang bakalan tinggal
permanen di Amerika. Alasannya jelas, patah hati. Dan itu wajar sih. Lalu Amel
minum kopinya dan doski pun memperlihatkan tanda-tanda keracunan dan jatuh dari
tempat duduk. Tak sadarkan diri.
Nah barulah muncul polisi. Jangan terlalu ekspektasi tinggi
kalau polisinya bakalan secanggih di serial luar negeri ya. Seorang polisi senior
bisa langsung mengatakan serangan jantung tanpa pemeriksaan terlebih dahulu?
No, no, no. Polisi detektif yang ditugaskan untuk memeriksa kasus ini usianya
masih muda. Dari postur badan udah pas. Ada satu lagi petugas polisi perempuan
yang diminta menyelidiki kasus ini. Polisi baru. Bapaknya juga dulu polisi.
Tapi dia tidak berkoordinasi sama polisi yang tadi. Kan aneh. Di mana-mana kan
dijadikan tandem ya. Masak jalan sendiri-sendiri?
Dan di akhir episode pertama, ditutup dengan kabar bahwa
Amel meninggal.
Hmm. Tarik napas. Buang sampah. Tarik napas. Buang muka.
Mungkin saya bukan satu-satunya yang merasa antara menyesal dan sudah kesal
menonton serial ini. Gatel rasanya pengen ngedit skenarionya. Ada banyak bagian
yang saya pengen potong untuk membuat serial ini lebih efektif. Nggak masalah
ada dramanya, tapi jangan too much wasting time. Dan tolonglah, masak iya
ketika episode ini di-preview tidak ada yang merasa janggal dan mempertanyakan?
Banyak lho serial yang pemainnya tidak begitu banyak tapi jalan ceritanya
memuaskan penonton. Yang dikemas dengan lebih sederhana tanpa bujet berlimpah.
Ayolah.