Workout di Rumah setelah Pandemi

 

Sumber Gambar

Pandemi mengubah banyak hal dalam kehidupan manusia. Berubah karena dipaksa atau memang berubah sebab mempertimbangkan sejumlah faktor. Tempat bekerja sekarang nggak harus di kantor. Tempat makan nggak harus pergi ke warung atau resto. Nonton film nggak harus ke bioskop. Termasuk olahraga, pandemi membuat lebih banyak orang mulai memindahkannya ke rumah. 

Dari dulu sebenarnya orang yang olahraga di rumah juga udah ada, tapi sekarang jauh meningkat jumlahnya. Yang masih nggak berolahraga juga ya masih banyak juga.

Saya salah satu orang yang awalnya punya konsep dalam pikiran bahwa olahraga itu mantepnya kalau keluar, berjam-jam, gabung sama komunitas ini-itu, pamer foto di sosmed, dan sebagainya. Standar banget dah. Saya bersepeda, lari juga. Masih sempat tuh habis pandemi masih bersepeda dengan bermasker ria, harus melewati petugas-petugas di daerah Tugu Jogja yang memastikan semua orang bermasker. Kalau nggak bermasker ditegur. Peduli setan kalau olahraga pakai masker itu bukan hal yang baik untuk tubuh. Pokoknya, situ kudu pake masker. Titik.

Akhirnya banyak orang yang memilih mencari rute berolahraga yang nggak ada petugasnya. Ke mana kek. Atau sekalian di rumah aja.

Saya mungkin memang sudah jenuh juga bersepeda dan lari. Jadi kalau mau berhenti juga nggak berat. Dumbbell di kosan mulai lebih sering saya pakai tuh. Punya cuma sebelum-sebelumnya nggak fokus ke situ. Secara fokus saya ada tetap punya berat badan 50 kilogram. Dan lari sangat memungkinkan mencapai tujuan itu. Tentunya mengatur makanan memegang peranan sangat utama. Buktinya nggak semua orang yang lari jadi kurus.

Doktrin-doktrin mengenai olahraga angkat beban pun mulai berseliweran di beranda Youtube. Betapa semakin menua, massa otot manusia semakin berkurang, tulang akan semakin kuat kalau ototnya dilatih, angkat beban pembakarannya 24 lebih. Belum lagi Ade Rai sering muncul di mana-mana.

Ya sudah, mari kita coba yang satu ini. Dumbbell saya awalnya hanya sepasang yang 1 kilo dan sepasang 4 kilo. Beli lagi yang 6 kilo, naik lagi 8 kilo, sampai ke 10 kilo.

Memangnya nggak takut badannya kekar kayak laki-laki? Hey kamu, pertama, saya pake celana jins, jaket, helm full face, naik motor, mau parkir, sama tukang parkir sudah dipanggil, “Sini, Mas!”

Kedua, doktrin mengatakan bahwa buat cewek, untuk sampai tahap menyerupai badan binaraga tidaklah mudah. Sangat sulit bahkan. Pertama, dari Sang Pencipta, memang jatah hormon untuk bentuk otot seperti laki-laki lebih sedikit. Asumsinya, laki-laki memang membutuhkan itu untuk mendukung aktivitas fisiknya. Perempuan kan sebenarnya tidak butuh dalam jumlah besar.

Saya juga mengakui itu kok. Kalau cuma modal dumbbell, proses justru terasa jauh lebih penting. Otot tetap numbuh kok, tapi sangat pelan. Saya mulai dari 2021, sekarang masih biasa-biasa aja. Bedanya, terasa badannya lebih kokoh, posturnya lebih tegap.

Kenapa nggak ke gym? Kan di sana bakal ketemu orang-orang yang punya minat sama. Bakal punya gym bro dan gym sis, bikin video pas workout, flexing depan kaca, bikin video motivasi.

Kalau nge-gym untuk bisa latihan dengan beban lebih berat, ya pengen sih. Tapi, karena saya berhijab dan tempat nge-gym itu public space yang mana laki dan perempuan campur, dari situ aja sayanya udah nggak nyaman.

Tapi, banyak kok yang berhijab di sana. Yang syar’i juga banyak.

Tahu saya. Tapi saya nggak nyaman. Paham nggak sih? Olahraga dengan baju lengan panjang, celana panjang, masih tambah hijab. Kan mending pake T-shirt ama celana pendek. Cuma pake gitu doang, selama latihan keringatnya aja udah luar biasa.

Plus lainnya, kalau di gym, harus ngatur jadwal, di sana mungkin juga ngantre alat. Belum lagi nyium keringat orang. Pake alat bekas orang.

Kalau punya alat sendiri, seperti juga kata Deddy Cobuzier, lebih fleksibel. Mau latihan jam setengah 5 pagi nggak ada masalah. Mau menjelang magrib ga ada masalah. Mau sebelum tidur stretching bentar juga bisa.

Tapi kan nggak bisa pamer ke orang.

Buat apa emang pamer-pamer? Di atas langit itu ada langit. Lo juga bukan orang terkuat di dunia ini, atau punya otot terindah sejagad raya. Lo bisa angkat beban 1 kali berat badan lo yang misal 50 kilo. Hey, ada lho orang yang bisa ngangkat 400 kilogram.      

Tapi orang pada pamer.

Ya, bodo amat. Orang ada pamer bokong mah bodo amat. Pamer trisep gede mah bodo amat. Mending pikirin diri lo sendiri aja. Latihan buat diri lo aja. Nggak capek mikirin orang?

Oh ya, kekurangan dari olahraga angkat beban adalah kamu harus punya beban yang lebih berat, lebih berat, dan lebih berat. Itu kuncinya kalau mau semakin kuat dan kuat. Ini jadi masalah bagi orang yang belum punya rumah sendiri, uang nggak lebih-lebih amat.

Satu sel barbel itu bisa belasan sampai puluhan bahkan ratusan juta. Kalau saya masih tinggal di kosan, nanti saya tidur di mana kalau kamar penuh plat barbel. Jadi, saya berdamai dengan keadaan. Karena belum sampai ke tahap sana, saya memanfaatkan apa yang ada. Selain pake dumbbell, saya juga pakai resistance band.

Resistance band yang kualitasnya bagus juga nggak terbilang murah. Ada tingkatan ketebalan sesuai kebutuhan. Semakin tebal, semakin menguras uangku. Jangan salah, tidak semua gerakan bisa dilakukan dengan resistance band yang saya punya sekarang. Misalnya untuk biceps curl bisa, tapi lateral raises beratnya minta ampun, akhirnya harus balik pake dumbbell 6 kilo. Untuk leg raises malah bakal terasa ringan banget jadi set ditambah biar ototnya tetap ada tekanannya.

Intinya pinter-pinter mengukur kemampuan diri aja dan pastikan tetap enjoy. Kalau dalam latihan udah nggak bisa dinikmati lagi, mending mulai eksplor olahraga lain deh. Lempar lembing, mungkin? 
Previous Post Next Post

نموذج الاتصال