Tetep aja banyakan lagu-lagu lama di konser yang durasinya 2 jam 30 menit. Oh ya, saya akhirnya dapat tuh streaming full-nya. Ada pokoknya yang upload di Youtube dan langsung saya download dengan kuota dari wifi kos-kosan saya, disiarkan di TV Brazil gitu deh. Saya kecewa sih, karena yang saya mau ya nonton lagu baru. Saya terhibur sih ketika Two Faced dibawakan dan keren walaupun saya berharap, mereka secara random ganti kostum terus pada pake setelan jas gitu. Bangun, Malih, itu hal yang mustahil.
Padahal di tulisan sebelumnya, kan saya sudah bilang, saya bukan fans LP. Saya lebih ke silent fans Taylor Swift, walaupun setelah album 1989, saya udah berhenti ngikutin update album-album selanjutnya. Keseringan bikin album, mellow pula. Satu album banyak pula lagunya
Nggak kayak From Zero yang ternyata cuma 10 lagu. Itu setengah jam doang durasinya. Saya pikir mereka setidaknya akan merilis lebih banyak dari itu. Entah apa alasannya. Saya yakin seyakin-yakinnya, bukan soal Mike nggak punya materi baru buat digarap dan dimasukkan ke album baru. Bukan juga soal dia ngejar waktu karena pengen dapet nominasi Grammy karena batas pendaftarannya 30 Agustus 2024. Ikutnya nanti nominasi tahun depan. FYI, mereka sudah pernah dapat dua Grammy. Semoga dengan vokalis terkini bisa panen Grammy dan penghargaan dari ajang-ajang musik lainnya.
Oke, setelah cukup ngalor-ngidul, saya kembalikan ke tema awal, yaitu review album From Zero. Dari Nol. Nggak usah dihubung-hubungkan sama SPBU, katrok! Biar saya aja yang berpikir ke sana.
Saya akan ulas semua lagu. Kalau berharap ulasan ini akan berbobot, antum salah besar. Genre musik yang saya sukai sangat sedikit. Ketajaman telinga saya soal instrumen musik nggak peka-peka banget. Soal pengetahuan olah vokal—mohon maaf—buruk. Jadi ini hanya curahan perasaan saja. Modal rasa. Saya kalau soal rasa, yuk sini boleh diadu. Kalau di Youtube, sudah banyak yang bikin reaction. Ada yang suka, ada yang nggak. Suka karena kenapa, ada alasannya. Nggak suka karena kenapa, juga ada alasannya. Kalau sekadar nggak suka karena lagi-lagi soal Chester yang nggak bisa digantikan, ya terserah lo deh. Drama banget lo, yeee!
From Zero terdiri dari intro dan 10 lagu. Saya ulas—eh enaknya
pake istilah ulas, review, atau apa ya?—dari The Emptiness Machine. Ini adalah
lagu baru dengan vokalis Emily. Saya baru nonton full MV-nya … baru aja,
sebelum saya bahas lagu ini. Kalau dari 1 sampai 10 antara skala biasa ke suka
banget. Hmm mungkin 3 ya. Ya, memang biasa aja. Just a rock song buat saya.
Videonya ada sih ceritanya, tapi kebanyakan efek, say. Puyeng lihatnya. Jadi
mereka konsepnya punya kerjaan masing-masing terus nge-band bareng. Nggak ada
konfliknya. Tapi, saya mulai suka lagu ini ketika dinyanyiin di acaranya Jimmy Fallon.
Panggungnya kecil aja, alat musik seperlunya, dan mereka tampil perfect. Dan
suaranya Emily sangat berkarakter. Tingkahnya nggak pecicilan padahal dia di
Dead Sara kelakuannya kayak anak remaja. Cuma memang semakin ke sini, udah
mulai keluar juga pecicilannya, tapi masih terkendali. Masih kelihatan rock
star, lah.
Selanjutnya Cut the Bridge, durasinya 3.49 menit. Seperti halnya The Emptiness Machine, lagu ini dimulai dari Mike. Emily baru masuk ketika bridge—dan chorus. Saya mungkin salah ya, tapi ini lagu yang mungkin tidak akan sulit dibawakan Emily saat live. Lagu ini temponya cepat dan nadanya semakin ke belakang semakin naik. Kalau di panggung si pirang ini nggak sambil jalan ke sana-kemari, dia tidak akan kesulitan menuntaskan lagu ini. Cuma, Emily memang tipe nggak bisa diam. Dan, panggungnya LP rata-rata besar, walaupun keinginan tampil di panggung 360 derajat tidak di semua venue bisa terpenuhi ya. Entah yang di Jakarta nanti. GBK kan gede tuh. Bisa kali. Hm, nilai buat lagu ini 5 deh. Fifty-fifty lah. Suka tapi belum favorit.
Lagu ketiga, Heavy is the Crown. Lagu ini ditampilkan
pertama kali di konser Hamburg, 22 September 2024. Terpilih sebagai official
song game online League of Legends. Mulai di lagu ini, kita akan diperkenalkan
dengan satu skill lain Emily yaitu screaming. Ini semacam skill set yang
sepertinya selalu Mike cari dari penyanyi yang dia target buat jadi vokalis LP
terkini. Emily dilatih kemampuan itu. Soal nyanyi sih dia sudah punya karakter,
walaupun warna vokal dia sangat berubah dibandingkan ketika masih dengan Dead
Sara. Upgraded. Totally. Saya suka lagu-lagunya Dead Sara. Bagus-bagus lho.
Nggak kaleng-kaleng. Banyak yang bilang Amy Lee dari Evanescence lebih bagus
dari Emily. Oke suaranya memang bagus, tapi Mike nggak milih dia. Artinya, ada
hal lain—selain Mike dan Emily udah kenal cukup lama—yang Mike temukan hanya di
Emily.
Sudahlah, terima aja kenapa sih? Bukalah hatimu, hoy. Keras banget sih
jadi orang.
Oke nilai untuk lagu ini—7 boleh kali ya. Screaming Emily di lagu
ini katanya bisa sampe 17 detik ya, kadang bisa lebih singkat kalau dia nggak
ngambil cukup ancang-ancang atau pas dia lagi capek-capeknya di mana napas ama
suara nggak sejalan
Lagu keempat, Over Each Other. I love the video of this song. Itu pertama.
Buat saya, video itu memegang pengaruh penting dalam pergolakan hati, weitss.
Saya kan anak MTV, milenial, lagu itu bisa disukai atau tidak tergantung MV.
Kedua, I love the song. Ini saya sebut Emily’s song. Sependengaran saya, tidak
ada suaranya Mike di lagu ini. Mohon maaf kalau ternyata ada. Saya bahas dulu
tentang videonya, boleh? Boleh. Video ini ada ceritanya dan sekaligus membuat
saya terperangah kalau Emily itu … pecinta sesama? Lesbian? Pansexual? Karena
saya langsung mencari siapa manusia-manusia yang pernah dipacari orang ini.
Cuma ketemu satu, model kalau nggak salah, udah putus juga sih. Alasan putusnya
apa, ya mana saya tahu. Tidak ada rekam jejak laki-laki. Susah menemukan rekam jejak masa
lalu orang ini, entah karena dia emang nggak suka posting soal pribadinya di
sosmed, apa memang ini orang yang picky sekali. Videonya itu diawali dari
sebuah scene kecelakaan lalu lintas. Ada mobil kebalik, ada Emily sama ada
cewek di dalam mobil. Emily sadar, cewek di sampingnya pingsan atau mati
mungkin.
Emily keluar dari mobil terus menyeberangi mobil dan berusaha buka
pintu tapi nggak bisa. Lalu mundur beberapa waktu sebelumnya. Mereka masih
baik-baik aja, ke toilet terus bercinta dengan panas dalam bilik toilet.
Nggak
ya, nggak perlu segitunya hey. Otak mesum banget!
Emily digandeng sama cewek
ini, orang Korea. LP pas mau konser di Seoul sekalian bikin video juga gitu.
Mereka cuci tangan lalu ada telepon ke ponselnya Emily. Mereka tuh sama-sama
lihat layar dan langsung awkward aja dan adu mulut. Literally adu mulut ya,
sekadar menebalkan kalau tidak ada adegan dewasa di video ini. Saya kemudian
paham, oh mereka ini pacaran tho ceritanya. Tadi memang gandengan sih, tapi cewek
kan bebas gandengan sama temen cewek. Nggak jelas siapa yang telepon. Saya
curiga itu telepon dari Kim Jong Un, deh. Ceweknya langsung ngeh kalau Emily
ternyata adalah mata-mata dari Korut. Makanya mereka berantem abis-abisan. Kurang
lebih adegannya gini:
Si Cewek: “Ternyata lo ya, mata-mata ya. Hah! Ngaku lo!”
Si Emily: “Ih ada gila-gilanya ni orang.”
Si Cewek: “Halah! Maling mana ada yang ngaku!”
Si Emily: “Gue mata-mata, bukan maling!”
Si Cewek: “Tuh kan bener!”
Si Emily: “I’m distracted!”
Si Cewek: “Cih! Pake bahasa Inggris lo! Gwencana!”
Si Emily: “Goblok apa ni orang ya? Kan gue dari Amerika.”
Karena adu mulut itu, lalu sebuah kecelakaan pun terjadi.
Saya nggak usah bahas soal logika cerita karena saya sendiri punya banyak
pertanyaan dengan melihat adegan demi adegan. Ini durasi lagunya cuma 3 menit
kurang 3 detik, antum mau berharap apa? Storyline-nya tidak memungkinkan
menjelaskan banyak hal. Endingnya pokoknya keadaannya kebalik aja. Bukan cuma
mobilnya, tapi yang mati ternyata Emily bukan ceweknya. Lagu ini ketika di
panggung, dibawakan Emily dengan gitar elektrik. Another skill set unlocked.
Walaupun dia nggak memainkan gitar sepanjang lagu. Hanya di part tertentu.
Tapi, beberapa kali saya perhatikan, ketika dia pake gitar, selalu ada kendala
di alat yang dipasang di pinggang itu lho, apa deh namanya. Jadi ribet sendiri.
Oke, untuk lagu ini saya kasih 8,5. Saya suka tapi ada yang lebih saya suka
lagi, saya hemat-hemat nih angkanya.
Lanjut ke judulnya Casualty. Buat yang suka sama lagu
screaming-screaming, silakan enjoy this one. Dari awal, saya nggak suka sama
lagu tipe kayak ini. Nggak sejalan sama hati lembut saya. Singkat saja, saya
kasih 1 deh. Masak kasih minus.
Kita beranjak ke Overflow. Mulai agak calming down, temponya
juga melambat. Kalau di lagu sebelumnya, Emily mengeluarkan effort sangat besar
untuk screaming dengan beringas, di sini dia memperdengarkan karakter suara
yang falsetto dan jernih. Karena lagu ini belum pernah ditampilkan di panggung,
saya membayangkan dia menyanyi sambil diam aja di tempat untuk mendapatkan suara
falsetto yang stabil. Mungkin juga pada sadar ya, suara dia itu karena mungkin kebanyakan
gerak, jadi berubah yang harusnya output-nya serak tiba-tiba jadi jernih aja.
Kan kita jadi khawatir, haters-nya dia dapat bahan nih buat nge-bully. Saya
kasih nilai 8,5. Saya suka lagu ini.
Move to next song, Two Faced. Ini juga lagu yang menurut
saya videonya sangat berpengaruh untuk membuat orang suka. Konsepnya adalah
suka-suka gue aja. Mereka semua memakai setelah formal lalu main musik. Perkara
nanti dasi ke mana-mana, jas entah ke mana. Namanya juga suka-suka gue.
Meskipun videonya nyeleneh, tapi kayaknya bukan cuma saya doang deh yang
langsung suka. Ini Linkin Park woy, band metal senior, tiba-tiba videonya kayak anak
dua puluhan. Dan wajar, banyak fans Linkin Park mikir, ih najis banget nih
video, sok asyik.
Ih tegang banget sih lo, kayak senar raket tenis. Lemesin,
say, lemesin. Band rock kelakuannya juga boleh gokil kan. Rocker juga manusia.
Sesimpel itu. Dan orang juga melihat betapa Emily itu bisa kelihatan serius,
tapi bisa santai juga. Ingatlah bahwa Linkin Park tidak mengubah DNA Emily si
vokalis Dead Sara yang pecicilan. Nilai untuk lagu ini, 9 deh. Ketambahan poin
dari video yang asyik.
Boleh kita lanjut? Stained judulnya. Ini kalau di bahasa
Indonesia ya, cocok bener jadi judul lagu dangdut. Ternoda. Lirik Stained
setelah saya baca-baca, ternyata dalam ya. Pengen saya jelaskan tapi takut
salah. Mungkin ada metafora yang saya nggak paham. Baca sendiri dah. Tapi saya
suka lagu ini. Di telinga saya terdengar kayak lagu pop. Kalau orang yang nggak
paham dan disuruh dengerin, mungkin akan mengira ini lagu pop aja, bukan lagu
yang dimainkan oleh sebuah band rock. Mungkin ketika ditampilkan di panggung
akan diformat berbeda ya. Nilai saya 8,5.
Lanjut lagi ke lagu IGYEIH, I Give You Everything I Had.
Balik ke mode kencang dan berenergi. Panas lagi nih dibikin Mike sama Emily. Distorsinya—ciee
mulai berani pake istilah teknis—meningkat teratur dari awal sampai terakhir.
Lalu antiklimaksnya dianterin sama Emily. Dia yang memulai, dia pula yang
mengakhiri. Di awal lagu, Emily udah mulai nada tinggi, tapi volumenya
dikecilin, baru kemudian digedein. Nggak kayak Two Faced, maen kagetin aja.
Nilai untuk lagu ini, 7 lah ya.
Nah, nah, nah, ini lagu terakhir. Judulnya Good Things Go.
Langsung nilai dulu yaa. 10. Suka banget saya. My favorito. A lovely song. A
beautiful song. Lagu cakep. Ini sebenarnya lagu sedih tapi manis kok. Silakan
cari sendiri liriknya. Tulisan ini sudah 4 halaman Word, kepanjangan nanti kalau
liriknya saya masukin juga. Siapa yang mau baca tulisan panjang-panjang ha? Nonton
video TikTok aja di-skip. Ada satu baris lirik yang saya kutip:
Sometimes bad things take place
where good things go.
Ayolah, masak sih nggak paham? Format
lagu ini kayak echo. Sebaris lirik yang dinyanyikan Mike, diulangin sama Emily.
Tapi di kunci yang berbeda. Suara 1 dan
suara 2. Lalu, sebaris mereka nyanyi bareng. Di verse 1 dan 2 kayak gitu. Emily
ngisi bagian chorus. Lalu ada Mike rap di bagian bridge. Nah, baru, bagian
chorus terakhir klimaksnya gila. Gila. Nadanya naik dan naik terus, dan
suaranya Emily masih nyampe lho itu, di baris terakhir baru dibawa ke
antiklimaks. Aku suka sama lagu Waiting for the End, tapi lagu ini lebih “berdarah-darah”,
say. Saya walaupun buta nada, ini kalau orang tekniknya nggak terlatih banget,
nggak akan sampe suaranya. Pasti dilariin ke falsetto. Makanya saya berharap
lagu ini dibawain di Brazil, tapi nggak. Ujung-ujungnya dijadiin tulisan aja
deh, daripada saya mengamuk. Lumayanlah jadi sesuatu yang positif.
Btw, udah jam 23.23 ya.
Oke, selesai sudah. Semua sudah saya tuliskan di sini.
Lagi-lagi, ini menurut rasa saya sih. Saya suka album ini, saya suka inovasi-inovasinya.
Saya suka hal-hal baru yang ternyata saya masih bisa ngikutin walaupun saya
sudah tidak muda lagi. Saya happy, kalau Mike happy. Kalau rame, lanjut album
berikutnya.
Nite!