Linkin Park yang Akhirnya Comeback dengan Vokalis Terkini



Saya memulai tulisan ini pada pukul lima pagi tanggal 15 November 2024. Kenapa bukan kemarin? Kemarin masih tanggal 14 yang mana album From Zero belum dirilis di Spotify. Saat ini pun belum semua orang juga bisa akses album terbaru, album kesekian, dari Linkin Park. Ada lho yang komen di salah satu track terbaru dari album ini kalau dia bela-belain terbang dari Brazil ke Australia biar bisa dengerin lebih awal lagi. Yeee, curang lo ya. 

Disclaimer dulu, saya ini bukanlah seorang penggemar die hard Linkin Park. Bentar saya sambil buka Wikipedia. Mereka rilis album pertama kali Hybrid Theory—dengan nama Linkin Park—pada tahun 2000. Berarti saya masih sekitar 16 tahun, atau kelas 1 SMA. Di zaman itu, musiknya memang yang kayak gini-gini nih yang merajai MTV dan stasiun radio. Musik-musik Nu Metal katanya genrenya. Menggabungkan rock, techno, R&B, dan Hip Hop. Mulai yang bisa didengerin remaja puber kayak saya sampe yang … bahkan lirik lagunya aja nggak bisa didengerin saking nyanyiinnya sambil teriak. 

 Nah Linkin Park tergolong ramah di telinga saya. Walaupun tidak membuat saya pengen tahu juga lirik lagunya tentang apa sih sebenarnya. Nggak ada satu pun lagunya yang saya hafalkan. Musiknya dinamis dan cara mereka memadukan musik berbagai genre itu pas aja, menurut saya. Kalau orang suka One Step Closer, saya sukanya Papercut. Kalau orang sukanya Crawling, saya sukanya Points of AuthorityIn the End kayaknya semua orang suka karena MV-nya keren. A Place in My Head juga saya suka.   

Itu tadi dari album pertama, tiga tahun kemudian, saya sudah mulai nggak terlalu menyimak musik beginian lagi. Tapi setidaknya saya tahulah dari Meteora itu lahirlah FaintSomewhere I BelongBreaking the Habit. Kalau Numb, saya suka yang bareng Jay Z. Zaman Jay Z belum keseret kasus P Diddy. Masih jadi raja Hip Hop dia. Masih top notch lah. 

Kemudian 2007 keluar lagi tuh album baru, Minutes to Midnight. Itu tahun saya lulus kuliah, umur udah makin banyak, udah waktunya mikir cara cari uang sendiri. Perputaran genre musik yang menguasai dunia juga sudah sangat berubah. Lagu-lagu Rihanna itu merajai di mana-mana. Eranya vokalis perempuan lah bisa dibilang. Kelly Clarkson juga lagi cakep-cakepnya tuh. Joss Stone lagi menggila-menggilanya tuh. Makanya Linkin Park istilahnya udah out of my radar. Saya tahu mereka punya What I’ve Done. Tahu Leave Out All the Rest juga karena jadi OST Twilight

Di tahun 2010, mereka rilis A Thousand Suns. Di situ ada yang judulnya Waiting for the End. Tapi, lagu ini malah saya tahu saya jadi suka banget ketika dinyanyikan sama Emily Amstrong, vokalis terkini Linkin Park. Saya tidak mau menyebut vokalis pengganti ya, karena fans die hard Linkin Park bisa ngamuk. Pokoknya kata mereka, nggak ada tuh yang bisa menggantikan Chester. Nggak mau terima. Nggak bisa move on. Yeee! Katrok lo! Mike Shinoda mau ngasih makan anaknya pake apa kalau Linkin Park nggak nerusin karier, Malih? Pake makan siang gratis?

Jadi sekitar dua bulan lalu, Emily Amstrong diperkenalkan ke publik. Mulai dari mereka rilis klip The Emptiness Machine, lalu wawancara dengan pihak Apple Music Zane Lowe, lalu ada konser terbatas streaming. Cukup mengagetkan memang dengan bergabungnya Emily. Penggemarnya mengharapkan orang lain. Beberapa kali memang LP—kita singkat saja lah ya nama band ini—tampil dengan featuring beberapa vokalis. Yang cowok ada, yang cewek ada. Cari aja di Youtube, ada beberapa nama. Lagi-lagi, ini kan pilihan Mike Shinoda, bukan berdasar voting penggemar. Dia punya pertimbangan kenapa akhirnya Emily, vokalis dari band indie Dead Sara. Ketika saya mengubek-ubek YouTube dan menemukan video-video dari band ini, saya sepakat sih sama Mike. Emily ini punya karakter yang bisa nge-blend sama LP. Termasuk pakaiannya. Coba bandingkan outfit Emily di Dead Sara dan LP, sangat berbeda. Ketika Emily tampil bareng LP, tingkat kemaskulinitasnya langsung meroket seperti meroketnya jumlah penduduk miskin Indonesia setelah pandemi. Jadi ganteng orang ini. LP jadi mendapatkan penggemar baru dari kalangan wanita-wanita pecinta sesama. Emily ini sekaligus melibas pesona idol-idol pria K-Pop yang cantik di kancah musik dunia dengan kehadirannya yang setiba-tiba itu. 

Emily bukan modal tampang doang dong tentunya. Pundaknya itu berat bukan karena ketempelan gendoruwo, tapi ada beban untuk mengisi kekosongan di sebuah band besar dengan penggemar fanatik. Ketika dia tampil bersama LP di beberapa negara, mulailah dia beradaptasi. Dia menyanyi sebagai dirinya. Membawakan lebih dari 20 lagu dari album-album LP sebelumnya. Kalau mengikuti dari satu konser ke konser lain, akan melihat bagaimana Emily mulai membiasakan diri dengan lagu-lagu yang punya high intensity. Di konser pertama, yang terbatas itu, ada beberapa YouTuber yang membuat video reaction dan menggarisbawahi beberapa bagian suara dia entah nggak nyampe, atau tiba-tiba crack dan terlambat disadari. Tapi itu wajarlah ya. Dia jam pertunjukannya sama band lamanya juga banyak, tapi tipe musiknya totally different. Dia harus mengisi part suara yang pernah diisi seorang laki-laki. Dia harus menyanyi dan berteriak sambil nyanyi. Itu tidak gampang, hai Arya Saloka. Lah, kenapa Arya Saloka? 

Waiting for the End adalah lagu dari album terdahulu Linkin Park yang cocok dengan Emily, di telinga saya. Jadi soft banget meskipun ada nada tingginya juga. Mike juga tahu betul kalau tidak mungkin memaksakan Emily dengan semua lagu di album terdahulu Linkin Park. Jadi yang dibuat adalah totally album baru, bukan remake. Ada 10 lagu, sebelum albumnya rilis, kita sudah tahu akan ada The Emptiness Machine yang bisa dibilang sebagaimana MV-nya sebuah band, Heavy is the Crown yang jadi official song game online League of LegendsOver Each Other yang di MV-nya saya berasumsi ditujukan untuk mengatakan kepada yang belum tahu soal orientasi seksualnya Emily, Casualty, dan Two Faced. MV Two Faced dirilis hanya sehari sebelum From Zero

rilis, yang mana mereka tidak hanya menampilkan sang gitaris yang absen dari tur LP, tapi pakaian mereka itu lho, yang serba suit dan tie. Ide dari mana itu kalau boleh saya tahu. Keren. Terlebih Emily. Aku tuh lemah kalau sudah melihat perempuan tampilannya kayak gini. Untung nggak kebawa mimpi. 

Ada 10 lagu dengan variasi intensitas yang ditujukan untuk menjangkau pendengar lebih luas. Saya yakin tiap orang akan menemukan favoritnya sendiri. Saya suka Over Each Other, Good Things Go, Overflow, Heavy is the Crown, The Emptiness Machine, Stained, dan IGYEIH. Jangan khawatir, Mike tahu kok soal pasar dan industri musik, sehingga dia tahu tidak semua lagu dibuat penuh screaming. Dia sadar betul betapa Emily ini punya range suara yang sangat luas sehingga dia bisa mulai berbisik, menyanyi merdu, menyanyi dengan nada makin lama makin naik, sampai screaming. Mike tetap menjaga kekentalan darah LP tanpa bermaksud eksperimental terlalu aneh-aneh, tidak seperti band lain yang tiba-tiba genrenya berubah total, macam Paramore.

Lagu-lagu baru dari From Zero bakal mereka bawakan selama tur yang akan mereka gelar tahun 2025. Tidak seperti Taylor Swift yang fansnya banyak di Indonesia tapi ogah konser di mari dengan alasan apa tuh kemarin, LP bakal konser di Jakarta 16 Februari 2025 setelah konser 2 hari di Tokyo. Pengen nonton sih, tapi takut juga kena tendang ama sikut penonton yang moshing.

Post a Comment

Previous Post Next Post