EMOM; Apakah Layak Disebut Versi Ekstrem Latihan HIIT?



Hari ini tanggal 21 Maret aka 21 Ramadhan. Masih subuh, belum waktunya ngantuk, walaupun semalam cuma tidur 3 jam or something. Sewaktu belum libur kantor, biasanya saya tetap tidur setelah subuhan sekitar 2 jam, walaupun tidak dianjurkan oleh para ulama. Maaf, para ulama, tapi kalau tidak begitu, nanti saya di kantor pasti mengantuk. Kalau mengantuk, emangnya bisa fokus kerja ha? Eh, kok nyolot?

Sekarang karena sudah libur kantor, saya bisa menyambut para malaikat yang datang membagikan rezeki. Katanya kan begitu. Ingat, bahwa konsep rezeki menurut agama tidak melulu soal uang. Bisa emas, tambang batu bara, bitcoin, minyak mentah.

Bicara soal aktivitas di bulan puasa, selain tidur, yang umumnya orang bicarakan adalah soal aktivitas berolahraga. Tiap orang punya referensi sendiri seputar olahraga. Ada orang yang merasa bahwa puasa atau tidak, olahraga kayak hari-hari biasa saja. Tidak harus memindahkan rutin yang di pagi hari ke sore hari. Jujur, buat orang-orang seperti ini, saya mau bilang, Anda hebat. Tapi bagi yang banyak pertimbangan, lalu jadwal olahraganya dipindahkan ke sore hari atau setelah buka puasa—walaupun saya tidak habis pikir sama orang yang olahraga setelah buka puasa itu maksudnya apa skip tarawih dan milih workout apa setelah tarawih baru workout ya—hebat juga.

Jujur, saya tim yang olahraga sore hari. Jujur, saya sekarang nih, orang yang tidak mau olahraga malam hari. Buat saya, olahraga malam hari itu hanya membuat badan jadi bingung. Misal, selesai olahraga pukul sembilan. Nggak mungkin nggak makan dong. Mau itu kardio atau weighlifting kek, kan tubuh butuh energi setelahnya. Kalau misal, saya tidak makan karbohidrat dalam jumlah besar, dengan kata lain lebih banyak protein dan lemak, itu berarti saya tidak akan mengantuk dalam waktu dekat. Bisa jadi saya baru tengah malam baru merasa mengantuk dan tidur. Si sehat tuh tidur jam segitu. Si ideal tuh. Si bisa regenerasi sel tuh. So, no for workout malam hari.

Kembali ke sore. Konteksnya olahraga ketika di bulan puasa atau pas puasa Senin & Kamis deh, pilihan pertama adalah workout di rumah aja. Kalau mau lari atau jalan, agak ramai kendaraan sih. Juga panas. Juga banyak polusi.

Saya punya jadwal workout untuk dilakukan tiap hari berdasarkan hasil rekomendasi ChatGPT. Itu sudah hasil revisi berkali-kali, sebab … saya tidak kuat menjalaninya. Hahaha lucu sekali. Jujur, memang kemauan itu lebih besar dari kemampuan. Badanku tidak sekuat egokuuu. Gambarannya gini, awalnya saya tidak membuat jadwal secara tertulis. Sekadar pengin aja, weighlifting seminggu empat kali. Ternyata recovery-nya lama. Dua hari setelah latihan, bagian badan yang dilatih terasa sakit. Padahal, dumbbell saya cuma maksimal 10 kilo aka seharusnya tidak terlalu berat ya.

Lalu saya kurangi seminggu dua kali. Tapi saya merasa kurang secara sudah terbiasa gerak badannya. Akhirnya saya iseng minta dibuatin sama ChatGPT, dengan saya kasih prompt mau seperti apa, seberapa sering, dan tujuannya apa. Rupanya si AI dengan cepat memahami apa yang saya mau. Dia lalu memberikan saya rancangan jadwal latihan seminggu, yang terbagi atas 4 jenis workout. Ada 2 hari untuk weightlifting (1 hari untuk upper body, 1 hari khusus leg day), 1 hari untuk kardio, 2 hari untuk latihan mobility dan stretching, dan 2 hari untuk latihan conditioning. Pas ya 7 hari.

Latihan weightlifting yang paling berat adalah leg day. Pertama, karena saya pakai dumbbell 10 kilo sepasang. Kedua, karena latihan yang saya pilih adalah jenis hipertrofi yang set dan repetisi tinggi dengan beban rendah. Memangnya 10 kilo termasuk rendah? Ya tergantung sudut pandang sih ya. Kalau antum terbiasa angkat beban, itu hitungannya ringan. Kalau tidak pernah latihan angkat beban, di pikiran antum akan terasa berat. Di gym, orang latihannya udah di atas itu, woy. Saya kasih contoh yang saya lakukan untuk leg day adalah 4 gerakan, masing-masing 4 set dan satu set 15 repetisi. Plus, plank 3 kali 60 detik. Jujur, saya belum pernah melakukan itu secara full. Pasti ada yang hanya 2 set atau repetisinya saya kurangi. Daripada saya pingsan.

Untuk latihan upper body, saya lebih banyak pakai dumbbell 6 kilo saja. Ini biasanya lebih banyak lagi yang saya kurangi set dan repetisinya karena udah tidak sanggup lagi saya melawan gravitasi alam semesta.

Untuk latihan mobility dan stretching, saya gabung jadi satu karena ini sama-sama jenis low intensity. Jadi dalam 1 hari bisa dapat 2 benefit. Ini olahraga yang, jujur, sekarang paling nyaman saya rasakan dampaknya ke badan. Feel so good. Rasanya rileks dan slow living. Dua latihan ini, jangan pernah diabaikan. Latihan ini juga saya awali dengan beberapa gerakan pemanasan dan diakhiri dengan pendinginan. Buat yang punya keluhan semacam sakit di bagian belakang atau sakit kepala terus-menerus, ini bagus buat antum lakukan secara rutin. Buat yang kerjanya banyak duduk, juga direkomendasikan melakukan latihan ini. Durasinya tidak perlu panjang kok. It’s only takes 20 minutes.

Dan terakhir adalah latihan conditioning. Ini bisa dibilang perkawinan antara kardio dan strength training. Mungkin udah sering dengar belakangan tentang hyrox, crossfit, tabata. Cirinya adalah ada batasan waktu dan ada beban. Olahraga ini tidak dilakukan dalam waktu panjang, berbeda dengan indukannya. Weightlifting tidak bisa ditarget waktu, karena rest antar set aja bisa sampai 2 menit. Sementara untuk lari, tidak butuh beban tambahan. Cukup beban tubuh.

Kenapa menjadi sangat penting latihan conditioning? Pertama, supaya tidak bosan. Bosan adalah alasan utama seseorang mulai malas berolahraga. Punya variasi dalam berolahraga adalah siasat cerdas untuk menghalau hal tersebut. Kedua, tubuh perlu diberikan tekanan yang berbeda. Ketika sudah terbiasa weightlifting atau kardio, badan itu akan beradaptasi sehingga dampak ke tubuh akan semakin kecil.

Jadi ada banyak sekali pilihan latihan conditioning. Ada satu yang baru saya coba dan memang wow sekali terpantau di smartwatch betapa heart rate bisa bertahan di 130-an bpm. Namanya EMOM (Every Minute On the Minute). Jujur, ini agak serem, makanya kudu paka strategi, yaitu, pakai beban seringan mungkin.

Saya kasih contoh EMOM simpel dulu aja. Lakukan 3 gerakan (1 gerakan 1 menit) secara bergantian dalam 10 menit. Misal: squat, deadlift, lunges. 10 repetisi. Jadi menit 0–1 squat, menit 1–2 deadlift, 2–3 lunges, 3–4 balik ke squat 4–5 deadlift, 5–6 lunges, 6–7 squat, 7–8 deadlift, 8–9 lunges, 9–10 squat. Kenapa saya sarankan pakai beban ringan? Karena semakin berat beban, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk 10 repetisi. Dan ingat, form harus benar. Think smart, yo! Tidak ada waktu khusus untuk rest, yang ada hanyalah memanfaatkan sisa waktu sebelum ke menit berikutnya. Don’t waste your time. Maksimal, satu gerakan menghabiskan waktu 30 detik. Asal tahu aja, 30 detik itu tidak cukup untuk menurunkan HR yang sudah 150 bpm sampai 100 bpm. Paling hanya sampai 120 sudah dihajar lagi.

Serem kan? Kan saya sudah bilang tadi di awal. Buat yang jantungnya bermasalah, mending tidak usah dicoba.

Untuk durasinya, saya sekarang pakai 20 menit. Kadang saya variasikan jadi seperti begini menit 0–1 squat, 1–2 squat, 2–3 deadlift, 3–4 deadlift, dan seterusnya. Ini berlaku untuk lower body, tapi kalau upper body sangat berat dilakukan. Secara heart rate memang tidak begitu signifikan naiknya, tapi pundak langsung sakitnya luar biasa.

Selain EMOM, ada lagi AMRAP. Saya, jujur, belum pernah mencoba yang satu ini karena jauh lebih melelahkan. Contohnya gini, kita pakai 10 menit. Lakukan 10 rep squat, 10 rep deadlift, 10 rep lunges, 10 rep squat, 10 rep deadlift, 10 rep lunges. Ulangi sampai genap 10 menit. No rest at all. See? It’s crazy.

Kalau semisal merasa pengin latihan conditioning yang lebih ringan, cobain tabata dulu aja. Prinsipnya 1 menit gerakan, 1 menit istirahat. Kelas tabata sekarang sudah banyak di gym.

Oh ya, ini adalah jadwal latihan yang saya pakai sampai hari ini. Percayalah, membuat jadwal jauh lebih mudah daripada melaksanakannya.  Unduh di sini


Yogyakarta 21 Maret 2025

Post a Comment

Previous Post Next Post